CakNun.com

Reriyungan Teater: Membongkar Sekat-Sekat Teater Jogja

Eko Winardi
Waktu baca ± 3 menit

Hutang Naskah

16 November 2021 seminggu sebelum diadakan Reriyungan Dulur Konco Lawasan, yang akan dilaksanakan pada 21 November 2021, saya, bersama Edo, Godor dan Sius ikut Cak Nun ke rumah Bang Azwar, untuk silaturahmi, silaturahim.

Latihan Drama Mlungsungi di RUmah Maiyah Yogyakarta

Lepas dari Kadipiro Cak Nun langsung mengungkapkan bahwa ini nanti saya pasti ditagih Bang Azwar. Ditagih apa? Ditagih naskah. Dulu pada tahun 70-an Cak Nun pernah diminta Bang Azwar menulis naskah drama untuk Bang Azwar atau untuk Teater Alam.

Di rumah Bang Azwar, sudah ada Mas Harno, Merit, Daning, dan Bambang Nor Singgih.

Benar saja, sesampai di rumah Bang Azwar, setelah bersalaman, cipika-cipiki, berkabar kesehatan, Bang Azwar menyampaikan bahwa dulu tahun 1972 Bang Azwar pernah minta Cak Nun menulis drama untuk Bang Azwar atau Teater Alam.

Mlungsungi Bayar Hutang

Kemudian kami ngobrol tentang poleksosbud Nusantara, ngobrolin keadaan negara dan peradaban dan usul tentang Negara dijadikan perusahaan.

Ngobrol tentang pandangan, kenapa Nusantara tidak berubah menjadi Perusahaan saja.

Ada tiga alasan. Pertama, sesudah Nusantara menjadi Negara selama 77 tahun, malah terjerumus ke dalam kerusakan sosial, budaya, politik, yang sangat ruwet. Kedua, semakin lama jiwa nasionalisme semakin rapuh. Ketiga, bangsa Nusantara terperosok ke dalam jurang hutang yang luar biasa banyak dan sangat mengerikan bagi rakyatnya.

Maka, sejauh ini saya berpikir: cara yang paling efektif untuk membangun kemungkinan, agar sanggup membayar hutang, adalah mulai saat ini Nusantara berubah sebagai Perusahaan. Berpikir dan dikelola secara Perusahaan. Toh cita-cita semua rakyatnya adalah hidup makmur dan sejahtera. Maka missi Pendidikan nasionalnya adalah, sejak dini anak-anak bangsa dilatih berusaha. Ditradisikan untuk berniaga. Kemudian, pucuk pimpinan Nusantara bukan Presiden, tapi Direktur Utama Korporasi Perusahaan Nasional Nusantara. Katimbang pakai konsep Negara, tapi tidak mengerti hakikat, serta prinsip dan aturan bernegara.

Ide Negara Kesatuan Republik Nusantara dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sebenarnya baik dan relevan dengan semangat zamannya. Asalkan, pemerintahannya benar dan jujur. Pemerintahannya memusatkan pikiran dan bekerja keras untuk kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Nusantara. Tetapi kalau senyatanya, politik hanya menjadi alat dagang, kekuasaan hanya dijadikan alat monopoli, hambok sudah… sekalian saja Negara dijadikan Perusahaan. Luwih cetho, lebih jelas dan jujur. Katimbang kelihatannya politik, tetapi nyatanya dagang. Teorinya Pemilu nyatanya jual beli jabatan. Resminya pejabat jebul pengusaha.

Pembicaraan dan obrolan serta usulan Cak Nun itu saya sambar, mbok sudah itu dijadikan naskah drama dan itu sebagai bayar hutang Cak Nun kepada Bang Azwar. Terus judulnya apa? ”Coba cari judul!” ujar Cak Nun. “Satu kata. Bahasa Jawa!” Saya bilang, dari obrolan kita tadi bertolak dari kata metamorphosis, kalau dalam bahasa jawa dan satu kata “mlungsungi”.

Semua makhluk Tuhan itu mlungsungi, dengan caranya masing-masing. Andaikan yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat bahwa yang mlungsungi itu hanya ular, itu juga fakta yang dahsyat. Gusti Allah dawuh kepada ular agar menjaga ekosistem, menjaga keseimbangan alam. Kalau tidak ada ular maka hama tikus akan merajalela menghancurkan pertanian manusia. Tanpa mlungsungi, kehidupan alam akan rusak dan kehidupan manusia akan membusuk.

Sebenarnya yang mlungsungi itu tidak hanya ular. Walang juga mlungsungi. Ulat, kepompong, mlungsungi supaya menjadi kupu-kupu. Bahkan burung Elang, Garuda, pada usia 40 tahun ia menothol-notholkan paruh dan cakar-cakarnya ke batu-batu, sampai copot dan tanggal semuanya, sehingga tumbuh paruh dan cakar yang baru.

Teater Reriyungan teater Jogja 3 generasi

Lalu untuk apa naskah ditulis kalau tidak untuk dipentaskan? Dan ini kita ini, teaterawan ini juga lama, sejak pandemi Covid-19, tidak manggung. Semoga saja nanti setelah Desember 2021 ini, keadaan landai dan kita bisa beraktivitas menyiapkan pementasan.

Pementasan Drama Mlungsungi, Taman Budaya Yogyakarta

Lalu siapa atau kelompok apa yang mementaskan? Ya ini Kelompok Reriyungan, yang terdiri dari teaterawan Jogja 3 generasi. Ya itu semua dilebur. Menjadi Satu Kelompok Teater Yogyakarta, yaitu Teater Reriyungan atau Reriyungan Teater. Alatnya adalah kerendahan hati. Andap asor. Legowo untuk ajur-ajer kepada sesama, semua saling mangakui, saling memahami, saling menghormati. Yang dinomorsatukan adalah kebersamaannya. Yang utama adalah guyub rukun dan menjalani semangat belajar bersama. Semua bersama-sama menjaga keseimbangan dan harmoninya Teater Jogja.

Arisan Teater

Memasyarakatkan teater di komunitas-komunitas, kampung-kampung di Yogyakarta. Mengolah diri bersama warga komunitas, khususnya para pemuda.

Mengasah kreativitas dengan mengolah materi yang ada di komunitas. Ajangsana dan silaturahmi antar komunitas.

Komunitas dan Individualitas

Teater Komunitas vs Teater Elit. Teater Kampus vs Teater Sanggar. Teater Profesional vs Teater Amatiran. Teater sebagai Ruang Belajar Bersama vs Semangat Individualitas (Studi Kasus Teater Dinasti).

Teater Jogja dan Politik Praktis

Ditarik-tarik oleh Politikus dan Partai Politik. Stigmatiasi Teater Jogja: Politis vs Apolitis.

Membongkar sekat-sekat Kehidupan Teater Jogja dengan Reriyungan

Reriyungan dilanjutkan dengan semangat Arisan Teater, menjadi ruang belajar yang guyup, kreatif dan menyenangkan. Mengadakan pertunjukan dan pementasan di komunitas komunitas secara rutin dan bergulir, dengan tanpa beban biaya dan muatan. Tidak mbentoyong.

Minggu, 27 Februari 2022

Lainnya

Drama Mlungsungi #37

Drama Mlungsungi #37

Mas Edo Nurcahyo, Pimpinan Produksi pementasan drama MLUNGSUNGI ini, lahir di Yogyakarta pada 28 Mei 1960.

Redaksi
Redaksi
Exit mobile version