CakNun.com

Silabus Maiyah, Upaya Mengkategorisasi Pintu-Pintu Ilmu

Catatan Zoom Series Bersama Jamal Jufree Ahmad
Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 6 menit

Bulan Mei adalah bulan ihtifal bagi penggiat-penggiat Maiyah. Ihtifal adalah kata dari Bahasa Arab yang bisa dimaknai sebagai festival, perayaan atau pertemuan besar. Perhelatan dengan tajuk “Ihtifal Maiyah” pernah dilaksanakan tahun 2016 di Menturo, Jombang. Tahun ini pertemuan besar juga akan dilaksanakan di tempat yang sama, bertepatan dengan peringatan Milad Mbah Nun pada tanggal 27 nanti dengan agenda utama yakni peluncuran buku “72 Tahun Cak Nun”.

Sementara itu, sedari awal bulan, penggiat Simpul-Simpul Maiyah menggelar ihtifal online dalam bentuk zoom series. Yakni setiap Senin hingga Jumat pukul 19.00 malam yang informasinya di distribusikan oleh Koordinator Simpul Maiyah melalui official email tiap Simpul Maiyah dan tiga group koordinasi regional.

Pada guliran edisi ke-5 kali ini (9/5) sharing time diisi oleh Jamal Jufree Ahmad. Demikianlah satu demi satu narasumber internal Maiyah saling berbagi. Nantinya juga akan ada special guest di edisi pamungkas di penghujung bulan. Jangan sampai terlewatkan ya teman-teman.

Narasumber edisi kali ini yang kerap disapa Mas Jamal adalah salah seorang tim dari Redaktur Maiyah sekaligus designer grafis di Caknun.com . Ia berperan menjadi Wikipedia entri Emha Ainun Nadjib. Saat ini tinggal di Chicago, Amerika Serikat.

Menyiapkan Estafet Ilmu Lintas Generasi

Kalau teman-teman sering menyimak dan men-save berbagai infografis ilmu-ilmu Maiyah. Mas Jamal adalah penggagasnya. Begitulah, pada banyak kesempatan saya berdiskusi dengan Mas Jamal, ia sangat concern pada penyiapan ilmu-ilmu Maiyah dalam kepentingannya untuk tetap dapat tersampaikan pada generasi kedua, ketiga dan seterusnya sesudah generasi kita hari ini.

Pada sharing time kali ini, Mas Jamal membuka dengan ulasan sederhana. Bahwasannya yang perlu kita lakukan untuk kegiatan ‘pewarisan’ itu tidak harus yang njelimet. Ungkapnya, bahwa dengan memetakan saja apa yang sudah kita Jalani. Itu sudah bisa menghasilkan sebuah rumusan metode. Ia kemudian menyebut rumusan metode itu sebagai ‘laku’.

Maiyah method atau Manhaj Maiyah didefinisikan oleh mas jamal sebagai pedoman perilaku atau ‘laku’. Jadi Manhaj di sini bukan dimaknai sebagai kelompok, sekte, geng atau klub. Ini adalah cara pandang yang tidak mainstream, ketika banyak di luar sana menonjol-nonjolkan kelompoknya sendiri, Mas Jamal mengajak kita semua concern pada tindakan, perilaku dan segenap proses dinamisasinya.

Ada sejumlah ‘laku’ atau pedoman yang diulas oleh Mas Jamal, diantaranya. Laku untuk luwes dalam memandang fenomena. Ini seperti kamera, kita harus punya daya zoom in dan zoom out. Laku inilah yang kemudian diterapkan oleh Mas Jamal untuk melanjutkan proses elaborasi silabus Maiyah hingga akhir sesi diskusi.

Ia membuat perumpamaan dengan membuka Google Map di screen sharing di Zoom. Saat kita zoom in, kita bisa melihat detail dan dekat berbagai hal, jalan, trotoar dan bangunan. Lalu, saat kita zoom out, kita jadi tahu jalan itu terhubung kemana, bagunan itu berada di dekat apa dan ada apa saja pada radius yang lebih luas.

Menurutnya, laku zoom in dan zoom out apabila kita luwes menerapkannya maka akan membantu kita memudahkan mencapai kesadaran keseimbangan hidup. Seimbang sebab ketika zoom in kitab isa menguasai multi metode dalam berpikir. Dan ketika zoom out kita bisa melihat luas dengan tidak terpaku pada satu POV (point of view) atau sudut pandang.

Melihat dari Banyak Arah, Berpikir dengan Multi Metode

“Kehidupan sejatinya itu amat dinamis, tidak ada rumus bakunya”, tukas Mas Jamal. Oleh karena itu diperlukan sikap rendah hati untuk bisa belajar dari segala macam. Kita jangan juga terobeses untuk tahu segala hal. Sebab, banyak nikmat justru ketika kita diliputi ketidaktahuan.

Kembali mengenai POV, menurut Mas Jamal, sikap mengerti POV setiap orang ini sangat penting. Ia mencontohkan, dulu saat Maiyahan di Klaten ada penanya dari suatu ormas, yang ngeyel, ngengkel, membid’ahkan. Jamaah kesal, karena ia mendebat langsung Mbah Nun.

Lalu, ia mengaku tidak menyangka dengan respons Mbah Nun. Dengan tenang kemudian Mbah Nun mengajak agar semua jamaah memahami dia, bahwa, niat dia sesungguhnya baik, walau mungkin caranya tidak tepat.

Mbah Nun dengan sungguh-sungguh untuk melihat niat baik dibalik perilaku atau upaya seseorang. Ya, ini memang hal yang fundamental, oleh sebab itu saya pernah urun ini jadi tema khusus di Juguran Syafaat awal tahun lalu: “Artikulator Niat Baik”.

Mas Jamal kemudian mengutarakan berbagai problematika yang ditimbulkan oleh satu saja laku yang tidak berfungsi, yakni gagal zoom in dan zoom out. Misalnya, akibat hidup terlalu zoom in, sehingga kita tidak bisa melihat kejadian-kejadian di luar area pandang kita. Akibatnya kita gagal menarik keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang itu bisa menjadi elaborasi ilmu dari proses ‘laku’.

Mengelaborasi Silabus Maiyah

Tibalah pada inti diskusi, Mas Jamal menampilkan slide yang berisi silabus Maiyah. Silabus ini terbagi dalam lima bab. Menurut Mas Jamal, bab itu asalnya dari bahasa Arab yakni ‘babun’ yang berarti pintu. Namun, kita telanjur mengidentikkan dengan terminologi barat yakni chapter yang bermakna unit atau bagian.

“Kita kembalikan dulu makna bab sebagai pintu, jadi yang saya sajikan di sini adalah pintu pengembaraan. Di dalamnya masih mungkin untuk berkembang dan terus berkembang. Kita kembangkan bersama-sama”, ujar Mas Jamal.

Ia juga mengajak menyamakan persepsi bahwasannya perumusan silabus ini tidak untuk bertujuan untuk pemadatan ke ranah akademik. Menurutnya, saat ini belum kompatibel sebab nantinya akan terjebak pada formalisasi pendidikan yang hari ini masih begitu dominan.

Tujuan pengkategorisasian dari pendalaman ilmu-ilmu Maiyah yang sudah pernah dilakukan oleh Mbah Nun dan jamaah Maiyah adalah untuk membantu setiap pelaksanaan forum diskusi di Simpul Maiyah agar para penggiatnya dapat zoom out untuk memetakan dimana posisi topik diskusi diantara peta besar atau hamparan ilmu Maiyah secara menyeluruh.

Hal ini disambut antusias oleh Mas Dikin dari Simpul Maiyah Ambengan, Lampung Timur. Bahwasannya pembenaran dimana diskusi Maiyah harus selalu random atau acak bisa dilunakkan dengan adanya penataan pintu-pintu ilmu ini.

Mengilmui Jati Diri

Dari lima pintu dalam silabus Maiyah yang disusun Mas Jamal, di tulisan ini mungkin saya akan sekilas mengangkat pintu kesatu saja, yakni pintu: “Mengenali Jati Diri”.

Suatu ketika Mas Jamal sedang di ruang tunggu Bandara, kemudian bertanya kepada Mbah Nun. “Kalau Maiyah mempunyai tagline, apa tagline-nya, Mbah?”, kira-kira begitu pertanyaan Mas Jamal kepada Mbah Nun.

“Mandiri, autentik, berdaulat”, Mbah Nun menjawab.

Dari sini saja, turunannya akan banyak sekali. Manusia agar mandiri, autentik dan berdaulat harus mengetahui pada akar kehidupannya. Di Indonesia kenapa pohon paling precious dinamai jati. Lalu, kenapa di dalam diri ada istilah jati diri?

Pohon jati adalah cerminan kekokohan dan kekuatan. Akar pohon jati menancap jauh ke dalam, menembus berlapis-lapis tanah dimana makin dalam lapisan tanah makin kokoh tanah itu dijadikan pijakan.

Sama halnya sebagai manusia, agar kokoh jatidirinya maka ia harus menelusur akar jauh ke dalam. Makin ia berdiri pada lapis-lapis generasi leluhur yang makin mendalam, makin kokohlah ia. Implikasinya, pengetahuan sejarah atas diri dan masyarakatnya menjadi elemen belajar yang pokok bagi seseorang.

Setidaknya ada enam sub pintu pada pintu pertama ini. Sub pintu lainnya diantaranya adalah: “Manusia bandel dan kreatif Nusantara”. Ya, sebagai diaspora Indonesia yang telah lama tinggal di Amerika Serikat, Mas Jamal tentu empiris ketika membagikan pengalamannya betapa orang-orang Indonesia itu di luar negeri itu menang rebel.

Tidak selalu bermakna negatif rebel atau bandel itu, tetapi itu adalah representasi dari DNA tangguh bangsa Indonesia. Hal itu jadi modal untuk lihai mencerdasi aturan, kuat berstrategi menghadapi penjajahan.

Perjalanan Panjang Memetakan Pola

Adalah perjalanan panjang dan harus dikerjakan secara kolektif, begitulah karakteristik dari pekerjaan menarik dan memetakan pola. Sekalipun obyeknya adalah Langkah perjalanan dan proses elaborasi yang kita lakukan sendiri.

Mas Jamal sendiri sudah mengikhtiari kegiatan menstrukturkan pintu-pintu ilmu Maiyah ini sejak medio 2018 atau sekitar tujuh tahun yang lalu. Mulai dari memilah mana yang merupakan bulatan besar dan mana yang bulatan kecil. Mana ilmu induk dan mana pengetahuan, wawasan atau khasanah pendukung atau pelengkap.

Pada kesempatan zoom ini juga saya mengusulkan jika rekomendasi bahan diskusi bulanan yang diedarkan oleh Koordinator Simpul dapat mengacu pada pintu-pintu Ilmu atau silabus ini.

Pada ranah konkret, Mas Jamal menyampaikan dua rekomendasi. Pertama adalah untuk memainstreamkan identitas mulai dari logo “Nun” yang sudah disepakati menjadi penanda dan pengenalan visual bersama kita. Tujuannya apa? Yakni agar pengenalan akan ilmu-ilmu Maiyah akan tetap terhidup-hidupi, minimalnya mulai dari tetap lestarinya kehadiran logo di banyak ruang sosial. Mas Jamal langsung meneladani bagaimana ia menampilkan logo tersebut di slide dengan sangat dominan dan juga pada kaos yang ia kenakan.

Kedua: secara teknis mungkin nanti aka nada QR-Code di tengah logo yang mengarah pada silabus ini dan akan dipasang pada backdrop diskusi bulanan Simpul Maiyah. Sehinggga pada keluasan elaborasi dari tema diskusi yang diangkat, kita dapat meletakkan koordinat diskusi pada peta besar ilmu Maiyah.

Dengan begitu, kita dapat menjangkarkan diskusi tetap pada value Maiyah. Simpul juga dapat memetakan keragaman pilihan tema diskusi agar tidak zoom in pada pembahasan pintu tertentu dan menyadari ketika jarang mengelaborasi pintu yang lain.

Serta dapat juga untuk identifikasi kekuatan tiap-tiap simpul, pada pintu mana Simpul paling concern, pada pintu tersebutlah modalitas keilmuan paling kuat yang dimiliki simpul jadi teridentifikasi.

Lainnya

Topik