CakNun.com

Tumpuk Undhung Kekecewaan Plenthi

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 3 menit
Foto: Penyo (Dok. Progress)

Selepas Maghrib terdengar pintu rumah saya diketuk diiringi ucapan salam.

“Assalamu’alaikum,” agak serak suaranya.

“Wa alaikum salam,” jawab saya sambil membetulkan ikatan sarung dan kemudian membuka pintu, “Lho lho tumben, masuk masuk Lik.”

Saya persilakan lik Plenthi masuk ke ruangan depan. Tampak wajahnya lusuh, matanya merah seakan menahan amarah dan kekecewaan.

“Kok tumben, ada apa Lik?” tanya saya.

“Mas Dokter, saya sungguh kecewa hari ini. Belum pernah saya merasakan kekecewaan yang sangat bertumpuk-tumpuk ini,” kata Plenthi sambil bersungut-sungut.

“Lha kenapa sih Lik kok sampai kecewa begitu?” tanya saya.

“Begini Mas Dokter, siang tadi di balai desa kan dilakukan acara salam-salaman.”

“Maksudnya acara Syawalan, Lik?” potong saya.

“Bukaaaan Mas Dokter…, itu adalah acara salam-salaman, walaupun spanduknya bertuliskan acara Syawalan Desa. Tapi esensinya tetap saja hanya salam-salaman dan makan-makan.”

“Lhoo kenapa tho Lik?… Mbok sing sareh. Minum dulu, mau minum apa? Kopi? Teh panas? Atau air putih dingin?”

Lik Plenthi tak menghiraukan tawaran saya. Malah dia langsung menyerocos, ngedumel enggak karuan.

“Masak tho Mas Dokter, kita dipanggil satu-satu ke depan untuk minta maaf ke pak lurah dan bu sekdes yang sudah siap di depan, sedangkan kita disuruh antre satu-satu salaman, minta maaf ke mereka! Saya enggak terima!”

“Lalu…?” timpal saya.

“Mestinya mereka itu, si lurah dan si sekdes yang datang ke kita, minta maaf ke kita, wong kerjaannya selalu marah-marah ke kita, dana bantuan yang mestinya sampai ke kita dipotong oleh si lurah itu, bagaimana saya tidak kecewa dengan kelakuan pemimpin saya di desa ini.”

“Memang kalau sudah buat open house, ngadain makan-makan terus kita memaafkan kelakuannya? Betapa murah banget harga diri kita yang disetarakan dengan sepiring opor dan segelas teh panas, kalau begitu!”

“Yang salah siapa… Yang minta maaf siapa…! Sebel aku, benci aku, muak aku!” Sambil berkaca-kaca matanya.

“Bukan hanya itu…. Sesudah acara salam-salaman, dan makan-makan, eh pak lurah marah-marah ke kita gara-gara tukang organ tunggal dan penyanyinya enggak ada…, lha kita enggak dikasih duwit, ya kita enggan berani pesan organ tunggal to….!”

“Begitu Mas Dokter, baru saja salam-salaman yang katanya maaf-maafan, eeeh langsung saja marah marah lagi. Itu kan namanya acara salam-salaman, bukan maaf-maafan.”

“Maaf formalitas!” Lanjut Lik Plenthi.

“Sudah Lik itu saja?’ tanya saya.

“Beloooooooom!” jawab Lik Plenthi sambil bangkit dari duduknya, kali ini tampak lebih bersemangat.

Opo maneh Lik…?”

“Mas Dokter, mosok Mas Dokter tidak mengikuti berita terkini sih?”

“Berita apa lagi tho Lik?”

“Mas Dokter ini kebengetan…!” lanjut Plenthi.

“Ini adalah berita besar, isu nasional dan ini yang menyebabkan saya kecewa tumpuk undhung…! Saya mengikuti sidang-sidang MK tentang pemilu kemarin, di dalam sidang-sidang itu saya mendapat kesan bahwa akan terjadi perubahan besar di Negeri ini, akan ada kejutan yang betul-betul menggemparkan berdasar dari pengamatan persidangan tempo hari….”

“Eeeeh ternyata mak plekenyik, hasil keputusannya seperti itu. Bikin aku kecewa Mas Dokter…, benar-benar aku kecewa. Ada dua kekecewaan yang menumpuk dalam sehari ini.”

“Aku enggak tahan dan rasanya dalam dada ini akan ada yang meletus…!”

“Lalu bagaimana ini Mas Dokter? Masak kita enggak berubah sih nasib kita?” lanjut Plenthi sambil duduk, dan mengeluarkan sebatang rokok, serta menyalakan korek api, untuk membakar rokoknya.

“Rupanya kita memang idul fiitri — kembali makan, kembali ke peradaban kita, kita tidak syawal di bulan Syawal ini, tak ada peningkatan!”

Saya hanya manggut-manggut mendengar ceramah Lik Plenthi yang dengan berapi-api menjadi seorang yang kecewa di hari ini.

“Sudahlah Lik, kita terima saja apa yang ada, kita jalani apa yang kita mesti jalani. Sebagai punggawa kantor Kalurahan, Lik Plenthi kerjakan apa yang mesti dikerjakan. Ingat anak istri yang membutuhkan Lik Plenthi. Membutuhkan Lik Plenthi sebagai sosok Pemimpin yang adil dan amanah,” kata saya.

Lik Plenthi duduk terdiam, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

“Kita berbaik sangka saja sama Allah, belum tentu apa yang buruk di mata manusia, akan buruk pula di mata Allah, bahkan sangat mungkin sebaliknya yang akan terjadi. Hanya kita harus bersabar menghadapinya. Kita lihat saja apa yang akan terjadi,” hibur saya.

Diam-diam saya bergumam, “Pancen bener omongane Cak Nun sing dadi viral biyen kae — memang benar apa yang disampaikan Cak Nun yang jadi viral itu di hadapan jamaah beliau bilang ‘Pemilu 2024 mengko, kon gak bakal menang ! Wis ono pemenange saiki!

Yogyakarta, 25 April 2024

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik