CakNun.com

Mocopatan Online: Memulai Aktivasi Ruh

Malam itu, 17 Januari 2023, saya berangkat dari Sangatta menuju Ibukota Provinsi Samarinda. Perjalanan 180 km trans Kalimantan menyisiri rute roller coaster naik-turun bukit. Sejauh mata memandang yang terhampar hanyalah hutan sekunder, perkebunan, dan melintasi beberapa desa yang sunyi. Yang membuat perjalanan kali ini terasa berbeda adalah sambil menyopir saya dapat mengikuti live streaming acara Mocopat Syafaat dan Tawashshulan sepanjang perjalanan.

Alhamdulillah, ikut bersyukur atas keajaiban teknologi, yang telah memungkinkan saya untuk dapat menyimak acara Maiyah malam itu secara live.

Kebetulan dalam sesi Mocopat Syafaat malam itu, ada nuansa nostalgia bagi saya, karena malam itu Mbah Nun meminta Mas Helmi Mustofa dan personel KiaiKanjeng (Pak Nevi Budianto, Pak Joko Kamto, Mas Bobiet, dan Mas Yoyok) untuk mereview singkat perjuangan awal-awal Mocopat Syafaat.

Alhamdulillah saya merasa beruntung diperjalankan menjadi bagian saksi sejarah dulu pernah mengikuti periode-periode awal Mocopat Syafaat. Bahwa jauh sebelum acara-acara maiyahan berlangsung membludak dan “kolosal” sesungguhnya acara Mocopat Syafaat telah melewati suatu proses evolusi kesejarahan yang cukup panjang.

Mocopat Syafaat pertama dilaksanakan pada Kamis 17 Juni 1999, diselenggarakan secara terbatas dengan dihadiri sekitar “seratusan orang” saja di musholla Zaituna komplek area acara tersebut. Mengumpulnya orang-orang ketika itu berlangsung secara “getok tular”, dalam arti informasi disampaikan secara berantai dari omongan satu orang ke mulut orang lainnya secara estafet.

Tentu di masa itu (99-an) banyak kegiatan yang berjalan secara manual, karena ketika itu belum ada teknologi informasi yang mampu mem-backup seperti kondisi saat ini. Mas Bobiet bercerita betapa ketika itu ia mengumpulkan personel KiaiKanjeng secara door to door.

Acara Mocopat Syafaat dibuka sejak sore dan ketika shalat Maghrib dan Isya tiba, audiens yang jumlahnya ratusan itu melaksanakan shalat berjamaah. Mbah Nun sendiri ketika itu kerap menjadi imam shalat. Masih terekam kuat dalam memori saya hingga sekarang saat Mbah Nun membaca surah Al Fatihah sesampai di kalimat “iyyakana’budu…” suara beliau tercekat lalu perlahan pecah tangis yang seketika beresonansi ikut menghanyutkan getaran hati bagi para jamaah.

Konten Mocopatan di awal-awal sangat berkaitan dengan elaborasi shalawat dengan segala pemaknaannya. Istilah “Syafaat” sendiri setidaknya menunjukkan jejak tentang itu. Mocopatan berlangsung mengalir dalam obrolan lepas begitu saja sambil diselingi dengan berbagai khazanah shalawat yang tanpa atau diiringi terbangan.

Titik sentral gagasan awal Mocopat adalah membangun kemesraan hubungan cinta segitiga antara Allah, Rasulullah, dan kita semua. Pasca Reformasi, Mbah Nun memang berkeliling Indonesia untuk menjajakan cahaya kenabian lewat apa yang dikenal gerakan HAMMAS (Himpunan Masyarakat Shalawat) bersama KiaiKanjeng. Tidak berlebihan bila dikatakan tradisi shalawatan dinegeri kita mulai marak mendapat atensi besar dari kaum muslimin dan mendapat tempat istimewa disegala platform media terjadi pasca gerakan Hammas ini.

Mas Yoyok menerangkan upaya menghidupkan kembali tradisi bershalawat ditandai momentum kelahiran album-album kaset Cak Nun & KiaiKanjeng dalam perjalanan Maiyahan dengan nuansa kekhasan yang melatarbelakangi sejarahnya masing-masing. Sehingga di awal mocopatan dikenal tagline “Mengingat apa yang dilupakan orang, menjunjung apa yang diremehkan orang, menghormati apa yang dihina orang dan menggali apa yang dikubur orang”.

Acara Mocopatan dulu selesai biasanya pada pukul 21.30 WIB. Dan ketika itu juga sempat ada acara makan bareng nasi tumpeng dalam nampan-nampan bambu yang disediakan oleh keluarga Mbah Nun sendiri. Saya pribadi hanya sempat mengikuti Mocopatan sepanjang tahun 1999 saja. Tugas pekerjaan ke bumi Kaltim membuat saya harus terpisah dengan Mocopatan ini, dan menyisakan rasa rindu. Sejak ada sentuhan teknologi informasi yakni Maiyahan diupload via youtube (kira-kira ditahun 2007-an), maka saya kembali dapat menikmati acara Maiyahan meski lewat rekaman online.

Sejak youtube memungkinkan dilalukan acara secara live streaming, tentu kini dapat terhubung langsung pada waktu yang sama dari tempat-tempat yang berbeda. Seperti malam itu, bermaiyah sambil menyupir kenderaan lintas Kalimantan? Wow sesuatu banget!

Seandainya tulisan sederhana ini boleh dianggap mewakili suara jamaah Maiyah yang berdomisili jauh di luar-luar pulau Jawa, kami tentu berharap pada para penggiat acara-acara Maiyahan (Padhangmbulan, Kenduri Cinta, Mocopat Syafaat, Bangbang Wetan, dll.) untuk bermurah hati agar tetap dapat melangsungkan live streaming-nya.

Mocopat Syafaat kini berumur 24 tahun, bukan paruh waktu yang singkat. Rentang periode selama itu sepadan dengan umur satu generasi. Mocopat telah tumbuh secara organik alamiah. Bila diibaratkan tanaman, maka seharusnya dahannya telah menjulang tinggi dengan akarnya yang sudah menghunjam jauh ke dalam perut bumi.

Mbah Nun mengatakan saat Mocopat Syafaat malam itu, “bahwa mulai tahun 2023 ini kita mulai mengaktivasi ruh”. Bahwa perjalanan hidup ini selain dijalani atas putusan jasad dan akal, seyogianya dijalani juga atas putusan dari Ruh. Ruh merupakan entitas sejati dari eksistensi kita, ketika kita nanti mati dan dibangkitkan maka Ruh adalah entitas yang selalu ada. Berbeda dengan jiwa yang bersifat dualisme, ruh selalu bermuatan positif dan dinisbatkan langsung pada Allah Swt. Sebagai sebuah acara, lewat pertemuan via streaming online Maiyah ikut bertransformasi dalam kemasan “ruh” (dalam tanda kutip) yang menembus sekat ruang dan waktu.

Ibarat bercocok tanam, para pejalan sunyi Maiyah semua sama menanti panen apa yang bakal dituai setelah satu periode generasi atau tiga dekade istikamah “nandur” nilai-nilai Maiyah selama ini. Aktivasi Ruh ibaratnya mengarahkan kecenderungan jiwa ke arah ruh, dan semakin membuat jarak dengan jasad. Nilai-nilai yang mungkin akan dipetik para pejalan Maiyah dalam pemahaman saya bukan dalam pengertian wadag fisik tapi lebih ke format nilai berupa pengetahuan, hikmah, atau cahaya hidayah.

Dalam beberapa kesempatan sebelum Mbah Nun sementara “diistirahatkan Allah” dari sakitnya, Mbah Nun menyampaikan Maiyah akan memperoleh suatu kemewahan dari Allah. Tanpa menyebut kemewahan jenis apa dan kapan itu akan terjadi.

Namun menurut beliau sendiri di malam itu, di puncak Maiyah mendapat limpahan hidayah, beliau sendiri yang mengalami “ujian terberat” dari Allah. Term ujian dari Allah dalam Maiyahan dipahami dalam lima sebab kemungkinan; hidayah, amr, idlal, tarkun atau istidrajh. Dalam lima kemungkinan itu, kita semua berharap dan berhusnudhzan bahwa ada hikmah di belakang hari atau sebentuk rizki min haistul la yahtasib.

Ujian terberat itu mudah-mudahan wujud dari hidayah Allah, Mbah Nun bahkan mengatakan acara Mocopat Syafaat malam itu sebagai malam yang sangat khusyu dan nikmat. Kenikmatan dalam penderitaan, sebuah kondisi yang sangat mungkin lebih dapat dimaknai bahkan “dinikmati” oleh mereka, para pejalan Maiyah.

Sangatta — Palestina, 16 April 2024
(Tulisan lama yang baru diselesaikan)

Lainnya

Selamat Jalan, Selamat Kembali Ke Rumah Sejati, Yai Muzammil

Selamat Jalan, Selamat Kembali Ke Rumah Sejati, Yai Muzammil

Kiranya kita semua tidak menyangka bahwa Kiai Muzammil begitu cepat mendahului kita kembali ke haribaan-Nya pada saat kita semua tengah menikmati kebersamaan Maiyah, di mana di dalamnya Kiai Muzammil menjadi salah satu narasumber ilmu bagi kita semua mendampingi Mbah Nun dan para marja lainnya, menjadi bagian dari kegembiraan dan hubb fillah di antara kita.

Narasumber, Adakah?

Narasumber, Adakah?

Sinau Bareng Cak Nun, berbeda dengan Sinau dengan Narasumber Cak Nun.