Munajat Cinta di Jum’at Kedua

Tapi, kembali pada semangat kita ber-Maiyah, Sabrang tadi malam di Kenduri Cinta kembali menegaskan bahwa Maiyah ini adalah sebuah gagasan yang dilahirkan oleh Mbah Nun yang faktanya sangat awet usianya. Maiyah ada karena semua orang ditampung di Maiyah. Ada keragaman di Maiyah, ada egaliter di Maiyah, ada kebersamaan dan juga kegembiraan yang awet, dan itu bukan tanpa alasan dilakukan oleh Mbah Nun. Sabrang juga menyampaikan bahwa di Maiyah, Mbah Nun selalu mengurusi hal-hal yang selama ini ditinggalkan oleh manusia. Nilai-nilai yamg luhur yang semakin tenggelam dalam peradaban kehidupan manusia, kembali digali oleh Mbah Nun, kembali dimunculkan, kembali diperkenalkan.
Contoh yang paling nyata tentu saja bagaimana Mbah Nun bersama KiaiKanjeng kembali menghidupkan tradisi sholawatan di masyarakat. Pasca Reformasi 1998, Mbah Nun memutuskan untuk kembali bersentuhan dengan rakyat kecil, menyusuri kampung-kampung, menemui mereka yang terpinggirkan, menemani serta menampung keresahan mereka, lalu membangkitkan kembali semangat hidupnya, rasa percaya dirinya, hingga akhirnya cerah wajahnya menatap kehidupan selanjutnya. Dan itu dilakukan oleh Mbah Nun bertahun-tahun.
“Maiyah ada karena ada orang yang berkumpul dan ditampung di Maiyah. Kita semua adalah bagian dari Maiyah. Kita bergembira, Cak Nun ikut bergembira. Sedih boleh, karena itu bagian dari ekspresi manusia. Tapi yang harus selalu kita ingat adalah bahwa Cak Nun mengajarkan kita mengenai logika hidup, bahwa kita bisa melakukan apa saja yang bisa kita lakukan. Kita bisa berdoa, di Maiyah kita bisa berkumpul untuk saling berbagi ilmu”, lanjut Sabrang.
Bulan lalu, di Kenduri Cinta, Mbah Nun menyampaikan satu poin yang sangat penting mengenai sedekah. Bahwa kita harus lebih peka terhadap situasi di sekitar kita. Saat itu Mbah Nun menyampaikan; jangan sampai ada orang yang meminta-minta kepada kita. Sebisa mungkin, sebelum orang lain meminta-minta, kita sudah memberi. Sehingga tidak ada celah untuk terjadi peristiwa meminta-minta. Satu hal yang diajarkan oleh Mbah Nun dari poin tersebut adalah mengenai empati. Kepekaan kita sebagai manusia untuk mengamati situasi yang ada di sekitar kita. Sesuatu yang remeh, namun sangat penting, dan Mbah Nun mengingatkan kita mengenai hal itu.
Sabrang kembali menambahkan, banyak orang baru menonton video Mbah Nun, mengamati potongan-potongan konten di media sosial, lantas memberi justifikasi mengenai Mbah Nun seolah-olah sudah mengenal Mbah Nun sepanjang usianya. “Sepertinya hanya saya disini yang paling lama bersentuhan dengan Simbah”, ungkap Sabrang. Sebuah guyonan yang disambut tawa jamaah, namun juga memang menjadi sebuah fakta yang tak terbantahkan. Nyatanya memang Sabrang adalah anaknya Mbah Nun.
Mengenai perbedaan pandangan, Sabrang menegaskan bahwa berulang kali ia berdebat panjang dengan Mbah Nun. Kita beberapa kali melihatnya di forum Maiyah maupun di video-video Akik Maiyah di channel Youtube caknun.com. Sabrang mengakui dalam persentuhan sehari-harinya pun sering terjadi perbedaan pandangan. Baginya, perbedaan yang selalu muncul hanyalah pada soal cara, namun tujuannya sama.

Sabrang menegaskan bahwa adanya perbedaan pendapat itu hal yang biasa. Maka yang juga harus kita latih adalah critical thinking dalam keseharian hidup kita. “Adanya keberadaan adalah karena hadirnya batas. Kita sebagai manusia menyadari keberadaan kita karena kita menyadari keterbatasan”, ungkap Sabrang.
Lewat pukul 1 dinihari, Kenduri Cinta dipuncaki dengan doa bersama, munajat yang dikhususkan untuk kesehatan Mbah Nun. Kerinduan itu pasti ada. Kita semua rindu akan kehadiran Mbah Nun di sekitar kita. Hanya untuk saat ini, kita sedang diminta untuk bersabar sebentar, mengambil jeda, sembari memanjatkan doa dan pengharapan agar Mbah Nun dapat kembali berkumpul bersama kita di Maiyah.