CakNun.com

Munajat Cinta di Jum’at Kedua

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 7 menit

Dok. Kenduri Cinta.

Prosesi Tawashshulan berlangsung khusyuk. Semua menep, menundukkan kepala, membaca nasakah Tawashshulan, bersholawat bersama, menengadahkan tangan, hingga Mahalul Qiyam, semua khusyuk. Diskusi sesi awal pun dibuka oleh Tri Mulyana, bersama Fahmi Agustian, Ali Hasbullah dan Ian L. Betts.

Orang-orang Maiyah datang ke Kenduri Cinta atau forum Maiyah lainnya pun dengan alasan yang berbeda-beda tentunya. Ada persentuhan yang unik dan spesial, yang dimiliki setiap orang Maiyah. Seperti tadi malam, ada yang bercerita bahwa ketika tahun 1998, ditengah hidupnya yang tidak menentu, ia kabur dari rumahnya, terjebak dalam situasi kecanduan bermain judi, menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang sia-sia, justru pada kondisi itu ia bersentuhan dengan Mbah Nun melalui “Kado Muhammad”. Nomor-nomor lagu pada album itu, menghadirkan kedamaian dalam dirinya, melahirkan semangat baru dalam hidupnya, yang pada akhirnya ia bisa melepaskan diri dari jeratan dunia perjudian. Farhan Dzikrullah namanya. Sembari terisak, ia menceritakan persentuhan dengan Mbah Nun seraya mendoakan agar Mbah Nun kembali sehat dan dapat berkumpul kembali dengan kita semua di Kenduri Cinta.

Tri Mulyana yang memoderasi forum tadi malam pun mengakui, bahwa mengawal forum pada kondisi seperti ini sangat tidak mudah. Biasanya, saat bertugas menjadi moderator, Tri dengan enteng melemparkan guyonan-guyonan di forum ini, memancing jamaah untuk berinteraksi, membawa forum dalam diskusi yang rapi. Tapi tidak dengan tadi malam, dan sekali lagi itu hal yang sangat manusiawi.

Ian L Betts pun semalam menyampaikan, selaras dengan apa yang ditulis oleh Cak Zakki sebelumnya, bahwa Mbah Nun adalah asset bangsa Indonesia, sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Kiprah Mbah Nun di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan Indonesia. Dan Mas Ian pun menyampaikan, kondisi yang sedang kita alami saat ini memang situasi yang berat dan tidak mudah, tapi jangan sampai kita larut dalam kesedihan itu. “Di Maiyah kita menemukan gagasan mengenai cara pandang, sudut pandang, lingkar pandang hingga resolusi pandang, goal utamanya adalah untuk mengantarkan kita menuju pemahaman kepada Sang Pencipta”, ungkap Ian L Betts.

“Hidup ini penuh dengan kompleksitas, maka kita membuka pandangan kita di Maiyah”, lanjutnya. Menurut Mas Ian, Mbah Nun di Maiyah mengajak kita untuk memandang dunia melalui sebuah framework yang berbeda dari mainstream kebanyakan saat ini. Mbah Nun selalu mendobrak cara berfikir orang kebanyakan saat melihat sebuah fenomena. Apa yang disampaikan oleh Mas Ian itu benar adanya. Bisa kita lihat bagaimana sahabat-sahabat Mbah Nun seperti Dokter Eddot, Mas Munzir dan yang lainnya menceritakan kisah-kisah perjalanan masa lalu saat bersentuhan dengan Mbah Nun pada periode 80’an dan 90’an.

“Jangan dianggap Mbah Nun tidak hadir malam ini. Mbah Nun selalu hadir dalam hati sanubari kita”, pungkasnya.

Kenduri Cinta hanya salah satu bukti dari kiprah Mbah Nun untuk Indonesia. Apa yang sudah dilakukan oleh Mbah Nun sepanjang usianya adalah untuk kepentingan orang lain, dan lebih sering Mbah Nun menyingkirkan kepentingan beliau sendiri. Persentuhan dengan lapisan masyarakat yang beragam, semakin menegaskan kiprah Mbah Nun yang sangat luas. Dalam berbagai bidang bahkan.

Ustadz Noorshofa Thohir tadi malam menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Mbah Nun dengan Maiyah ini adalah sebuah kebaikan. “Jika kita melihat kebaikan, maka dukunglah dan kuatkanlah kebaikan itu. Kenduri Cinta ini adalah sebuah perjuangan kebaikan, maka kita harus menguatkan Kenduri Cinta ini agar juga terus berjalan rutin setiap bulan”.

Andi M. Nurdin, perwakilan dari PT Jakarta Propertindo semalam turut menyapa jamaah Kenduri Cinta. Ia yang baru pertama kali datang di Kenduri Cinta menyampaikan rasa syukurnya karena PT Jakarta Propertindo sebagai salah satu BUMD di Jakarta dapat mendukung keberlangsungan Kenduri Cinta. Harapannya, Jakpro dapat terus berkolaborasi dengan Kenduri Cinta di bulan-bulan selanjutnya.

Hal yang kemudian disampaikan oleh Ali Hasbullah mengenai nilai-nilai Mbah Nun di Maiyah adalah kita di Maiyah selalu diajarkan untuk berposisi tidak merasa paling benar. Salah satu nilai di Maiyah adalah bahwa kita sebagai manusia memiliki kesadaran untuk selalu meminta petunjuk kepada Allah dengan kerendahan hati. Ihdinash-shiroto-l-mustaqiim, shiroto-l-ladziina an’amta ‘alaihim gohiri-l-maghdlubi ‘alaihim waladh-dhoolliin.

Fahmi tadi malam kembali mengulas bagaimana Mbah Nun pernah memperjuangkan hak perempuan muslim di Indonesia untuk mengenakan jilbab. Naskah “Lautan Jilbab” dipentasakan dan menjadi fenomenal saat itu. Sebuah bentuk perlawanan yang digagas oleh Mbah Nun terhadap rezim yang berkuasa dan menindas rakyatnya saat itu. Namun, menurut Fahmi, ada pijakan yang kuat dari “Lautan Jilbab” yang menjadi landasan Mbah Nun saat itu. Mbah Nun pernah menyampaikan bahwa yang paling fundamental dari “Lautan Jilbab” bukan tentang selembar kain jilbabnya semata, justru kebebasan manusia untuk menentukan apa yang ia pilih, itulah yang sebenarnya diperjuangkan oleh Mbah Nun saat itu. Hanya saja, pada saat itu momen yang tepat untuk menyampaikan narasi perlawanan terhadap kekuasaan rezim adalah melalui “Lautan Jilbab”.

Dok. Kenduri Cinta.

Yang juga disinggung oleh Tri Mulyana sebelumnya, ia menandai kiprah Mbah Nun saat di usia 40 tahun, di awal 90’an, Mbah Nun juga mementaskan naskah drama “Pak Kanjeng” yang juga sebagai media perlawanan kepada rezim yang berkuasa saat itu mengenai pembangunan Waduk Kedungombo. “Lautan Jilbab” dan “Pak Kanjeng” hanyalah dua contoh bagaimana Mbah Nun memperjuangkan hak-hak rakyat di Indonesia.

Sabrang tadi malam turut bergabung di Kenduri Cinta, dan ikut mengamini pernyataan itu Menuru Sabrang, mengapa Mbah Nun selalu melakukan perlawanan terhadap penguasa, mengambil sikap sebagai oposisi, karena Mbah Nun selalu melawan sesuatu yang tidak seimbang. Sabrang menegaskan mengenai sudut pandang yang presisi untuk melihat konsistensi Mbah Nun dalam melakukan perlawanan itu. Bagi Sabrang, Mbah Nun akan melakukan hal yang sama kepada semua orang, tanpa pandang bulu, jika Mbah Nun melihat sesuatu yang tidak seimbang.

Dan selalu, kita yang tidak siap dengan pernyataan-pernyataan Mbah Nun saat menyampaikan perlawanannya di forum Maiyah. Hal yang tidak kita rasakan 5-6 tahun yang lalu, saat media sosial tidak begitu mudah diakses oleh banyak orang seperti hari ini. Saat media sosial masih menjadi benda asing, kritik-kritik tajam yang dilontarkan oleh Mbah Nun tidak menimbulkan gejolak riuh semarak kebisingan di media sosial. Kebisingan itu baru kita temui, saat media sosial begitu mudah kita akses.

Lainnya

Topik