CakNun.com

Kehangatan di Gua Sophisticated

Sudah dua hari saya tak menyambangi tempat tetirah Cak Nun. Sore kemarin saya bergabung dengan suasana keluarga cemara yang hangat. Sebuah keluarga yang lengkap seperti pada komposisi Abah, Emak, Euis, Agil, dan Ara.

Kehangatan dan keceriaan menyambut saya.

Ketika saya mengetuk pintu dan masuk, saya lihat Emak sedang shalat. Kemudian saya menghampiri Cak Nun dan berbicara sebentar. Saya ceritakan baru pulang dari Ibukota untuk suatu keperluan. Di samping beliau anak ragil yang (ternyata) sedang berbahagia karena sebentar lagi mengikuti kakaknya untuk kuliah di Malaysia.

Sedangkan sang kakak yang terlebih dulu kuliah di sana, rupanya sudah mau selesai proses nyantriknya di Malaysia. Kemudian akan mulai magang di sebuah perusahaan di Malaysia. Si Kakak ini lebih pendiam dan lebih senang ngobrol tentang bola bersama si Ragil.

Tiba-tiba si Ragil menerima telepon, dan terdengar, “Hallo…, hallo….”
“Iya Mas… anaknya sedang turun mengambil (kirimannya).”

Ternyata menerima telepon dari bang Gofood yang mengantarkan pesanan Nasi Padang si Ragil untuk temannya di Jakarta. Rupanya si Ragil bernadzar, bila nanti keterima kuliah di Malaysia maka dia akan mentraktir Nasi Padang untuk teman-teman followernya. Waaaaah hebat nih. Terus saya nyeletuk, “Waduh, bakal berapa puluh atau berapa ratus bungkus nih kirimannya?”

“Hahaha nggak banyak kok Om. Hanya 15 bungkus,” sahutnya.

Spontan kedua kakaknya dan si Emak berkomentar rame. Mengomentari jumlah follower si Ragil. Saya sendiri hanya senyum dan berkomentar, “Lah, Om belum masuk nih….”

“Kan Om nggak memfollow saya,” jawabnya.

Hehehe pinter juga.

Suasana sore kemarin sangat sangat hangat. Saya juga ngobrol dengan si kakak Mbarep yang sarjana di bidang IT. Cewek, ahli IT, itu adalah sesuatu. Rupanya darah ayahnya yang “usil” di bidang IT mengalir deras di tubuh si kakak Mbarep.

Bukan hanya darah ayahnya yang mengalir deras, darah seni (suara) emaknya juga. Si Mbarep ini sering menoreh prestasi seni suara waktu sekolah dulu, baik di ajang nasional maupun internasional. Akan halnya yang membuat saya takjub adalah kecerdasan bahasa dan linguistiknya. Menguasai Bahasa Korea, Bahasa Inggris, dan bahkan sudah menjadi penerjemah Inggris – Indonesia atau Indonesia Inggris. Si kakak juga bercerita aktivitas pekerjaan, aktivitas olahraga juga.

Si Ragil kemudian mendekati ayahnya.

“Yah aku pamit dulu ya, mau ke Surabaya ambil barang-barang dan pamit sama teman-teman.”

“I love you, Ayah…!”

Lah rupanya si Ragil, sebelum keterima di UM terlebih dahulu nyemplung keterima di PTN di Surabaya, dan sudah bermukim di Surabaya, walaupun belum genap sebulan. Tapi rupanya dia lebih memilih bergabung dengan kakaknya di KL.

Sebelum keluar pintu si Ragil mendekati saya terus berbisik.

“Om pernah lihat ibu menangis belum?”
”Apa nih maksudnya? Lha sudah pernah ya,” jawab saya.
“Di sinetron,” lanjut saya.

Kemudian tanpa diminta, si Ragil mendekati saya dan menunjukkan video yang dia bikin kemarin siang yang (karena ulah usilnya) menyebabkan si ‘Emak’ menangis serius sambil memeluk si Ragil. Sedangkan yang dipeluk hanya cengar-cengir bahagia.

Kebahagiaan keluarga Cak Nun kemarin sore sangat kental dan saya ikut larut dalam kebahagiaan itu. Tidak ada script, tak ada skenario, tak ada director. Semuanya nyata!

Yogyakarta, Minggu, 6 Agustus 2023

Lainnya

2019-2024: Menimbang Ulang NKRI (2)*

2019-2024: Menimbang Ulang NKRI (2)*

Presiden yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia bukanlah “siapa”, melainkan “tahu apa” dan “bisa bagaimana”.

Exit mobile version