Jangan Cemburu dengan Mbah Nun..!!
Dulu, tahun 1998 ketika situasi reformasi riuh, menjelang Pak Harto lengser — Mbah Nun diundang oleh Pak Harto bersama 9 tokoh lainnya untuk hadir di Istana.
Saya bertugas menunggu rumah Mbah Nun di Tamantirto Kasihan Bantul. Karena beliau harus banyak di Jakarta untuk memonitor dan terlibat langsung di jantung kekuasaan terkait Reformasi.
Jogja bergejolak, para aktivis demo di Alun-alun Utara. Mereka menyerukan satu tekat: Turunkan Pak Harto. Satu frekuensi dengan Mbah Nun dan jamaahnya.
Ada perubahan situasi ketika ada berita – Mbah Nun diundang oleh Istana bersama 9 tokoh. Para aktivis Jogja tiba-tiba menyerang kami. Meneror kami. Mengancam untuk membakar rumah. Teror lewat telepon bertubi-tubi. Saya bingung, ada apa ini. Kesalahan kami di mana. Apakah kami ini sedulure Pak Harto.
Berjalannya waktu, saya paham akhirnya. Diundangnya Mbah Nun ke Istana adalah salah satu point yang mereka tidak bisa memerima. Kenapa Mbah Nun? Siapa dia? Dan seterusnnya. Ada kecemburuuan ternyata. Ada ketidakterimaan ternyata. Begitu juga saat ini. Di media media sosial bisa kita saksikan hari-hari ini. Ketika Mbah Nun terbaring sakit di RS Sardjito lalu dikunjungi Presiden Jokowi — banyak suara sumbang. Banyak yang menghujat Mbah Nun. Mereka lupa. Mbah Nun adalah aset bangsa yang sangat penting. Sehingga Presiden harus menjenguknya.
Mbah Nun itu fix aset bangsa. Kalau saya, dan kalian yang sedang heboh, hanyalah aset karang taruna, itu pun masih pro kontra.
Yogyakarta, 11 Juli 2023
Ahmad Syakurun Muzakki