Dinamika Kreativitas Komunitas Kenduri Cinta
Dari forum Reboan ini, masing-masing akan memahami kapasitas satu sama lain. Sehingga, ada peran yang kemudian terbagi, ada tugas yang kemudian diambil secara mandiri oleh setiap individu. Dari hal yang paling mendasar saja. Misalnya, bagaimana Komunitas Kenduri Cinta berhasil melakukan negosiasi dengan pengelola Taman Ismail Marzuki, baik itu UP PKJ TIM maupun PT Jakarta Propertindo saat ini, mengupayakan agar terselenggaranya forum dengan menggunakan area Taman Ismail Marzuki secara gratis dengan dukungan penuh fasilitas, termasuk listrik. Bukan perkara mudah, tetapi bisa dilakukan. Sebuah forum yang eksis 23 tahun di Jakarta, mampu mendapatkan lokasi yang strategis, tanpa mengeluarkan biaya untuk menyewa lokasi penyelenggaraan.
Begitu juga dengan vendor seperti tenda dan sound system. Ada silaturahmi yang terbangun dalam jangka waktu yang lama, sehingga harga sewa yang dibebankan kepada Kenduri Cinta pun bisa ditekan seminim mungkin. Mas Tatam, pemilik NEVA Sound System adalah vendor yang sangat setia dengan Kenduri Cinta. Sejak awal Kenduri Cinta, Mas Tatam turut mensupport gelaran Maiyahan rutin di Jakarta ini.
Tahun lalu, saat Kenduri Cinta menggelar teater rakyat secara kolosal, mementaskan sebuah naskah yang ditulis oleh Cak Nun; WALIRAJA-RAJAWALI, jika menggunakan budget anggaran yang disusun oleh event organizer pada umumnya, setidaknya membutuhkan dana 500 juta rupiah. Faktanya, gelaran teater rakyat tahun lalu, tidak sampai menghabiskan biaya lebih dari separuhnya. Bahkan, beberapa biaya yang diberikan oleh donatur, masih cukup banyak tersisa dan kemudian kami kembalikan kepada donatur tersebut.
Ada beberapa hal yang memang menjadi aturan tidak tertulis di Kenduri Cinta mengenai hal ini. Pada setiap event yang disepakati oleh penggiat Kenduri Cinta untuk digelar, maka pertanyaan utama yang harus dijawab adalah mengenai kesiapan. Apakah siap dilaksanakan atau tidak? Tentu saja kesiapan setiap individu. Kami tidak membicarakan mengenai berapa besar uang yang dibutuhkan untuk menggelar sebuah acara. Karena kami bukan EO.
Dengan kepastian kesiapan setiap individu, maka itu menjadi bekal yang penting sebelum Kenduri Cinta menggelar sebuah agenda. Karena komunitas ini memang swadaya dan nonprofit. Para penggiatnya yang kemudian berkolaborasi dengan jamaah Maiyah di Jakarta untuk pembiayaannya secara bantingan. Namanya juga bantingan, maka nominalnya pun pasti beragam. Dan itu tidak masalah. Karena semangat utamanya adalah kesiapan dalam penyelenggaraan event, maka penggiat Kenduri Cinta sudah sangat terbiasa memiliki sense untuk me-utilize dana yang terkumpul. Kami di Kenduri Cinta selalu mengupayakan agar value dari setiap agenda harus lebih besar dari nominal uang yang dikeluarkan. Misalnya, jika pada akhirnya bantingan terkumpul 20 juta, maka semaksimal mungkin uang sebesar itu di-utilize sehingga value yang dihasilkan bernilai lebih besar dari 20 juta, bahkan berkali-kali lipat dari itu.
Dengan resource yang ada, semaksimal mungkin dimanfaatkan. Hal ini sejalan dengan nilai yang diajarkan oleh Cak Nun bahwa hidup adalah malam hari dan penuh dengan kegelapan, kita tidak mengetahui apa yang ada di depan kita. Kita tidak mengetahui tentang kepastian masa depan. Maka, apa yang ada di depan kita, itulah yang harus kita maksimalkan. Seperti halnya forum Reboan, rutin seminggu sekali, bagi sebagian orang pasti bosan bertemu dengan wajah-wajah yang sama. Bagi saya, seperti nilai yang diajarkan oleh Cak Nun, Reboan adalah salah satu benih yang ditanam di Kenduri Cinta. Benih itu setelah disemai, maka harus dirawat. Kemudian kita menikmati proses bertumbuhnya benih itu. Perkara benih itu kemudian tumbuh menjadi pohon, lalu apakah akan berbuah atau tidak, itu bukan urusan kita. Yang kita setiai adalah prosesnya.
Rabu malam (9/8) bersamaan dengan Reboan rutin Kenduri Cinta di Jakarta, KiaiKanjeng di Rumah Maiyah Kadipiro menghelat ”Persembahan Kado Muhammad”. Dalam satu cuplikan Mas Helmi menyampaikan bahwa lagu Tombo Ati dalam album Kado Muhammad itu adalah racikan yang pas yang disusun oleh Cak Nun dan KiaiKanjeng. Senyawa yang terkandung dalam nomor tersebut memiliki muatan magis yang memang hanya bisa muncul oleh Cak Nun dengan KiaiKanjeng.
Di forum Reboan itu saya menyampaikan kepada teman-teman yang hadir, bahwa Maiyah ini tidak digagas oleh Cak Nun dengan semangat kapitalisasi. Cak Nun tidak pernah bercita-cita untuk memobilisasi Jamaah Maiyah untuk menjadi sebuah entitas padatan atau lembaga. Maka perjalanan Maiyah ini awet, dan sudah berlangsung lebih dari 3 dekade. Begitu juga dengan kita sebagai penggiat di Kenduri Cinta, bahwa komunitas ini tidak dibangun dengan gagasan kapitalisasi, sehingga forum ini memiliki nafas yang panjang.
Bersambung….
Jakarta, 10 Agustus 2023