CakNun.com

Bait-Bait Cinta-Nya

Cahaya Maha Cahaya: Kumpulan Sajak, 1991

          Allah mengumandangkan bait-bait cintaNya yang pedih kepada hamba-hambaNya yang berilmu yang menempati singgasana dan memimpin dunia

          “Kenapakah engkau tidak bergabung bersama bintang gemintang di langit-Ku, bersama pepohonan, laut dan sungai di bumi yang bersamaKu mendendangkan lagu-lagu cinta”

          “Kenapakah engkau tidak mengucapkan kata-kata yang menarik rasa cintaKu, kenapakah engkau tidak bergerak melakukan sesuatu yang merangsang rangkulan kemesraanKu”

          “Jika engkau menanami ladang-ladangKu, kenapakah yang berkembang dalam jiwamu hanyalah perolehan uang dan perampasan hari depanmu sendiri. Kenapakah cintamu tak membenih bersama suara seruling dedaunan tebu yang sapu menyapu di ladang-ladang kasih sayangKu itu”

          “Kenapakah ilmu yang Kutaburkan ke pesemaian pikir di kepalamu tak membuat kehidupanmu lebih arif dari seekor ular yang makan tak lebih dari yang diperlukannya serta bertapa untuk memperoleh pembaruan dari kelahirannya”

          “Jika engkau meneliti galaksi dan mencoba merambahi jagatraya dengan ilmu dan kekuatan warisanKu, kenapakah tak tergetar hatimu oleh betapa besar cintaku kepadamu”

          “Jika engkau membuka rahasia bumi dengan mata pinjamanku dan membuat segala macam alat kesejahteraan dengan tangan kecerdasan pemberianKu, kenapakah tak terdengar oleh telinga batinmu betapa bersungguh-sungguh Aku menyayangimu”

          “Dan ketika engkau menyelami lautan dan menjumpai keindahan ayat-ayatKu yang tak akan pernah sungguh-sungguh engkau pahami, kenapakah sesudah pulang berenang kembali ke pantai tidak lantas engkau tuliskan surat cinta kepadaKu untuk memperbincangkan rahasia itu”

          “Engkau memimpin sejarah dan tak Kurebut segala milikKu di tanganmu. Engkau makan dan Kuperintahkan usus untuk memeras inti kesehatannya. Engkau tidur dan Ku bangunkan kembali. Engkau bernapas dan kupelihara udara untuk tetap bersemayam melingkungimu. Kenapakah tak kau ucapkan sebaris saja puisi cinta untukKu”

          “Kenapakah engkau malah berlari meninggalkanku, adakah kau pikir tak ada Aku di tempat tujuanmu itu”

          “Kenapakah tak kau undang Aku masuk ke bilikmu ketika rasa sunyi mengepungmu, adakah kau kira Aku tak menyongsongmu di ujung lorong buntu kesunyian itu”

          “Engkau tumpahkan darah saudaramu sendiri, engkau pikir kepada siapakah nyawa, tubuh dan darah itu kembali. Engkau hadang nasib saudaramu sendiri, engkau rebut hak anak cucumu sendiri, engkau sembunyikan milik para tetanggamu sendiri. Di gudang manakah segala hasil pencurian itu engkau simpan, selain gudang yang terselip di antara jari jemariKu”

          “Tak bisakah ilmu dan peradabanmu yang tinggi dan megah itu mengukur betapa senantiasa Kuluapkan bersamudera-samudera kesabaran bagimu. Berhentilah mendustai jiwamu sendiri. Belajarlah mengenali cinta sejati. Dan ketika Kubangunkan engkau besok pagi, sapalah Aku dengan sebaris puisi”

1988.

Lainnya

93

93

Tuhanku
setiap orang menggambar wajahku
di dalam diri mereka
seperti kugambar wajah mereka
di dalam diriku.
demikian pun setiap langkahku
menggoreskan lukisan wajahku
di dalam diri mereka
seperti setiap langkah mereka
melukiskan gambarannya
di dalam diriku.
demikianlah, Tuhanku
kami pun saling memandang
asing dan termangu-mangu
cinta kasih dan kebencian
menyatu.

Tuhanku,
pertemuan kami semu
lamis dan harus saling menipu
salah-menyalahkan, keliru memahamkan
bertengkar untuk hal-hal yang picisan
menjadi sombong atau saling meniadakan.
Tuhanku,
maafkan kedunguan kami
tanamilah jiwa kami
dengan makna sembahyang
sebab di hadapan-Mu
cukup hadir
dengan telanjang.

43

43

bagaimana mungkin ini terjadi: kami campakkan
sendiri kapal kami ke tengah lautan buta, menjauh
dari jawaban atas segala pertanyaan yang
menyiksa.
kami lahir, belajar melihat, membaca, mendengar,
menganut dan memahami, kemudian kami balik
sendiri, berusaha bagaimana bisa dilihat, dibaca,
didengar, dianut dan dikagumi,
dan macet.
tidak Tuhanku!
di dalam perjalanan ke Dalam, setiap jiwa merangkak
menuju tempat yang tak bisa ditemukan kembali
oleh segenap nilai maupun oleh sejarah
yang panjang
kecuali oleh Bayangan
yang ia dambakan
diam-diam.

2

2