Alhamdulillah, Pokoke Seneng
Dalam perjalanan menengok guru-guru (baca: pasien-pasien) saya yang terbaring, saya berjalan dari satu gedung ke gedung lainnya. Ditemani salah seorang residen yang berjaga pagi tadi, kami berbincang mengenai kondisi masing-masing guru saya.
Dari gedung Padmanaba, Indraprasta, saya ‘melompat’ ke gedung lainnya.
“Sebentar ya, saya mampir dulu di situ,” kata saya kepada residen.
Saya melewati tempat di mana Cak Nun beristirahat, dan selalu dijaga oleh Allah.
Saya menyelinap masuk, dan kemudian menyapa beliau. Saya genggam tangannya dan saya ajak ngobrol.
Beliau merespons dengan antusias dan tampak semangat. “Wis ojo suwe-suwe le nang guwo iki Cak,” saya guyoni beliau.
Mbak In, yang ada di samping saya tersenyum.
“Sampeyan selalu cerita kehebatan 7 pemuda yang diselamatkan Allah Dari kejaran raja Diqyanus. Sehingga ada istilah dari Mas Nevi Budianto yang selalu saya ingat, yaitu “nyikil kirik”. Analogi dari Qithmir, anjingnya 7 pemuda gua yang dua ujung kakinya terjulur keluar dari mulut gua. Lha kok Sampeyan saiki sing “diguakan” oleh Allah….”
Beliau hanya tersenyum saja, menimpali kalimat saya. Mbak In juga kembali senyum.
Saya kemudian berpamitan kepada beliau. “Aku lanjut kerjo sik yo Cak, wis ojo kesuwen le dadi manusia gua.”
Saya kemudian keluar dari mulut gua dengan membawa kebahagiaan, sambil penuh senyum.
Residen saya pun heran. “Kok Dokter jadi kelihatan riang?”
Saya tak menjawab. Pokoknya seneng. Wis ngono wae.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Minggu malam, 30 Juli 2023