Maneges Qudroh dan Adik-Adik Panti Asuhan Fatimah Az-Zahra Sinau Manajemen Waktu
Meskipun hujan cukup deras mengguyur area Borobudur dan sekitarnya sedari sore, dan di area ini juga sedang digelar sebuah perhelatan sangat meriah di dalam kawasan Candi Borobudur. Namun, alhamdulillah, dulur-dulur tetap setia mencurahkan waktu dan diperjalankan untuk duduk bersama di rutinan Maneges Qudroh Bulan September edisi ke-131, yang diadakan di Panti Asuhan Fatimah Az-Zahra, Desa Gendingan, Borobudur. Untuk sinau bareng, mencari dan berbagi ilmu, atau menambah ikatan paseduluran di antara dulur-dulur yang hadir.
Beruntung, pada rutinan Maneges Qudroh malam hari ini (10/9) dibersamai oleh Mas Sabrang dan juga kelompok musik Jodhokemil. Khusus Mas Sabrang, kebetulan beliau sebelumnya ada acara bersama Letto di Festival G20 Borobudur. Jika dihitung menuju lokasi acara dengan cuaca yang sedikit ekstrem, keberadaan Mas Sabrang cukup menjadi obat atas kerinduan bermaiyah bagi dulur-dulur Maiyah Magelang dan sekitarnya.
Pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an oleh adik-adik santriwati dari Panti Asuhan menjadi pertanda bahwa acara telah dimulai. Kemudian Pak Adi sebagai moderator mempersilakan Pak Habib sebagai tuan rumah untuk memberikan sambutan. Pak Sholeh dan Mas Virdhian tak ketinggalan sedikit banyak bercerita tentang Maneges Qudroh untuk nglemeki perjalanan sinau bareng malam ini.
Bagi Pak Sholeh, kesetiaan duduk bersama ini beliau jumpai awal mulanya ketika Maneges Qudroh memperingati Milad ke-6. Menurut Pak Sholeh tidak banyak orang-orang bersedia berkumpul dan berpikir bersama seperti ini. Terlebih dengan kebebasan dan kedaulatannya yang menurut Pak Sholeh masih sangat terbatas di kalangan majemuk pada umumnya. Sedangkan bagi Mas Virdhian, melalui Maneges Qudroh, dirinya bisa banyak mengenal teman-teman dari manapun. Hingga banyak mendapati rasa paseduluran di banyak tempat.
Setelah diselingi hiburan musik dari Jodhokemil yang sangat menghidupkan suasana karena mengajak dulur-dulur juga untuk turut aktif bermusik bersama, Pak Adi mulai mengajak dulur-dulur untuk masuk pada tema “Apa Kabar Hari Ini?”. Namun sebelumnya, Pak Adi meminta Mas Sigit (vokalis Jodhokemil) yang memiliki ide atas tema ini untuk sedikit memprologi “Apa Kabar Hari Ini?”.
Pentingnya Lingkar Kendali
Setelah mendapati penjelasan tema, Mas Sabrang langsung meresponsnya dengan memberikan jawaban yang bagi Mas Sabrang bisa sangat mudah, tapi di sisi lain juga tidak mudah, bahkan bisa multidimensional. Mas Sabrang kemudian memberi contoh, ketika mendapati pertanyaan kabar saat bangun tidur, maka kita akan banyak membicarakan harapan. Sebaliknya, ketika kita mendapati pertanyaan yang sama saat mau tidur, kita akan banyak membicarakan tentang sejarah atau yang dialami pada hari itu.
Hari adalah rentang waktu yang berisikan harapan, sejarah, syukur, dsb. Keadaan yang kita alami saat ini akan tergantung pada kewaspadaan diri kita sendiri. Jika masa lalu adalah memori dan masa depan adalah imajinasi, maka mau bagaimanapun kita mesti berhati-hati dalam menjalani waktu karena yang sedang terjadi adalah saat ini.
Lalu, bagaimana terkait optimisme untuk menapaki waktu yang akan datang? Mas Sabrang mulanya memberikan contoh tentang seorang petani dan menanyakan kepada dulur-dulur, apakah dalam setiap cangkulannya Pak Tani juga membutuhkan optimisme? Lalu Mas Sabrang menjelaskan bahwa optimisme itu sendiri merupakan bagian dari emosi saat ini, utamanya optimisme itu dibutuhkan ketika kita punya goal (tujuan).
Ketika mandi, kita tidak membutuhkan optimisme karena rangkaian aktivitas terselesaikan satu per satu dalam rentang waktu yang dekat. Maka ketika tujuan itu berada dalam rentang waktu yang jauh, maka optimisme itu dibutuhkan karena akan memunculkan energi yang positif. Kegagalan adalah hal yang biasa dalam hidup, maka dari itu ‘proses’ menjadi suatu hal yang penting. Sebab, dari sebuah proses kita bisa melihat potongan dari keberhasilan-keberhasilan kecil.
Mas Sabrang juga menekankan tentang pentingnya lingkar kendali. Diri kita secara tidak langsung akan bergantung pada bagaimana lingkungan menginterpretasikan suatu kejadian. Susah bahagia itu bukan bergantung pada pencapaian diri, akan tetapi tergantung pada bagaimana lingkungan kita menginterpretasikan suatu keadaan.
Kembali ketika mendapati pertanyaan tentang kabar hari ini, kita banyak mendapati jawaban “baik-baik saja”. Bagi Mas Sabrang, jawaban itu bisa baik, juga bisa buruk. Lalu, pertanyaannya kenapa bisa buruk? Karena, kadangkala, jawaban “baik-baik saja” itu bisa menjadi sebuah sikap kewaspadaan dan gambaran atas ketidakmampuan diri untuk melihat kesempatan untuk memperbaiki keadaan, baik secara personal ataupun kelompok.