Karena Maiyah itu Abadi
Nama saya Adi. Saya ingin menuliskan apa yang menurut saya spesial saat berjamaah di Maiyah. Sebelumnya, atas salah dan khilaf saya memohon maaf kepada Mbah Nun, KiaiKanjeng, dan semua sedulur Maiyah yang berjasa menanamkan cinta dan kemesraan dalam hati saya. Saya terlalu bodoh untuk memahami seberapa luas dan dalam ilmu yang telah diberikan dengan ikhlas kepada saya. Meskipun, sebenarnya, yang saya alami dalam bermesraan di Maiyah tidak dapat saya ungkapkan melalui kata-kata.
Apakah karena di Maiyah saya menjadi semakin berdaulat menjalani hidup? Apakah karena saya kagum oleh ketangguhan jamaah Maiyah dalam kemesraan Sinau Bareng hingga dini hari walaupun harus duduk di atas lumpur yang tebal dan banjir yang menggenang? Apakah karena Sinau Bareng sungguh memanusiakan manusia dan di forum yang lain kita pontang-panting mencapainya? Jawaban saya, ya. Saya mengalami dan mendapatkannya hingga berlebih.
Saya mengakui pernah membenci iblis dan menganggapnya tokoh antagonis dalam kehidupan manusia. Di Maiyah perspektif itu terpecahkan. Iblis yang dulu saya anggap sebagai “pemimpin” setan yang hendak melawan Allah ternyata adalah hamba yang khusyuk. Iblis hanya menjalankan tugas sebagai sosok antagonis demi menuruti perintah Allah.
Dia ciptaan Allah juga. Adapun setan yang sebenarnya dan itu harus kita lawan adalah yang kita lihat di cermin. Tidak saya dapatkan di mana pun selain di Maiyah sudut pandang yang menyatakan iblis memiliki kebesaran hati untuk rela dibenci dan dimaki manusia demi menjalankan tugasnya.
Sebuah nilai hamengkubuwana yang sesungguhnya. Ilmu dan makna tidak sebatas pada hierarki tapi bergerak siklikal. Inilah yang membuat Maiyah spesial: satu perspektif dari ratusan, ribuan, bahkan tak terhitung lagi nilai-nilai yang saya petik dari Maiyah.
Manusia penuh dosa seperti saya ternyata juga sudah ditunggu Allah. Mau tidak mau, sadar tidak sadar saya pasti kembali menuju dekapan-Nya. Tulisan ini tidaklah cukup untuk mengungkapkan jasa Maiyah yang mengantarkan saya menuju kasih sayang Allah dan cinta Rasulullah. Ringkasnya, berkat Maiyah saya mencintai Allah, dan saya yakin Allah mencintai kita juga.
Terima kasih Mbah Nun, KiaiKanjeng, teman-teman jamaah Maiyah semua. Semoga Mbah Nun, Kiai Kanjeng, dan kita semua selalu dalam ridla, rahmat, dan cinta Allah. Apa pun yang terjadi kita sanggup menghadapinya seraya tersenyum. Insya Allah. Karena Maiyah itu abadi.