CakNun.com

Belajar Mencari Upaya Sehat (1)

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 3 menit

Suatu siang, ketika saya menengok perkembangan Faiz (4 tahun), ibunya bertanya,”Kapan Faiz bisa pulang, Dok?”

Saya jawab, “Sebagaimana hasil diskusi kemarin, Bu. Kalau Faiz sudah bisa menggunakan oksigen dengan selang hidung.”

Togetherness, image by Valentin Antonucci from Pexels.
Image by Valentin Antonucci from Pexels

“Butuh waktu, Bu. Kita sapih dulu oksigennya sambil melatih paru-parunya agar bisa menggunakan oksigen medis seminim mungkin.”

Dua hari sebelumnya kami memang berdiskusi tentang situasi yang dialami Faiz. Ada pihak manajemen RS, ada dari urusan home care, ada (kepala) perawat, ada DPJP (dokter penanggung jawab pasien), dokter jaga, dan kedua orangtua Faiz. Sudah bisa diduga maksud pertemuan ini: tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membangun Komunikasi, memberi Informasi dan Edukasi kepada orangtua Faiz terkait kondisi anaknya. Informasi ini terkait dengan berbagai macam aspek. Aspek medis sudah jelas, aspek psikologis, ekonomi, sosial, aspek perawatan, dan juga berbagai hal yang kita diskusikan.

Sisi manajemen memandang aspek lama rawat yang sudah menyita banyak biaya karena sudah berada di luar plafon yang dianggarkan oleh sistem asuransi dan tentu akan membebani RS. Dari sisi psikologi, kemaren diskusi menyoroti sudah lamanya mereka berobat, di mana mereka bertempat tinggal (kalau pas tidak rawat inap), pekerjaan sang kepala rumah tangga yang terpaksa harus ditinggalkan demi mencari upaya kesembuhan. Belum lagi siapa yang mengurus kakak Faiz yang ditinggal di kampung, siapa yang meneruskan usaha bapak Faiz, dan masih banyak hal yang kita diskusikan saat itu. Diskusi yang membuahkan hasil bahwa Faiz dan orangtuanya akan tetap tinggal di Jogja sampai upaya ini sampai pada ujungnya.

Faiz adalah seorang bocah berumur 4 tahun yang berasal dari Sungai Rangit, sebuah kecamatan yang berjarak 45 menit dengan mobil dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Pangkalan Bun adalah tempat saya bekerja ketika lulus sebagai dokter anak dan bekerja di sana selama 2 tahun. Maka ketika ngobrol saat itu, saya semacam flash back ke tempat pekerjaan saya dulu itu. 20 tahun yang lalu. Teringat naik perahu klotok, nyeberang ke Tanjung Puting, tempat bersemayamnya Orang Utan yang sudah direhabilitasi, dan dihutankan kembali. Lho… binatang pun diperhatikan dan diopeni sampai sembuh.

Faiz datang ke dokter di Pangkalan Bun karena tidak bisa kencing. Kebetulan saja si dokter anak yang memeriksa itu adalah bekas murid yang pernah nyantrik di padepokan tempat saya bekerja sekarang. Setelah melakukan pemeriksaan dengan alat USG, maka diketahui bahwa ada tumor di ginjalnya. Dan oleh Bu dokter tersebut dirujuklah ke RS rujukan, di Semarang. Dengan berbagai macam pertimbangan, maka keluarga Faiz memilih Jogja sebagai tempat mengupayakan penyembuhan penyakitnya. Pertama, karena banyak saudara di Jogja. Kedua, pernah punya pengalaman bahwa pakliknya yang menderita Tumor sembuh sampai sekarang setelah dirawat di Jogja.

Maka terbanglah Faiz sekeluarga demi menggapai kesembuhan yang didamba. Saya salut dengan usaha yang dilakukan oleh kedua orangtuanya. Mereka harus mengorbankan waktu, tenaga dan biaya yang tentu tidak sedikit, ongkos terbang, jalan darat, ongkos tempat tinggal, makan dan ongkos berobat. Saya bisa agak mempunyai gambaran bagaimana situasi dan kondisi di Sungai Rangit dan kemudian melakukan perjalanan ke Pangkalan Bun, terbang sampai Semarang dan kemudaian lanjut perjalanan ke Jogja, dengan berbagai macam pengorbanan dari orang-orang tercinta Faiz . Toh tetap juga upaya itu mereka lakukan demi kesembuhan si Faiz.

Sungguh di dalam arena kerja yang saya geluti ini, saya mendapatkan guru-guru kehidupan yang sangat hebat. Dari mereka saya belajar apa yang bernama mutiara dan apa yang bernama pasir. Dari guru-guru saya ini, saya diingatkan, dijewer, dikethak untuk selalu berjalan di muka bumi ini dengan kepala tunduk.

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung (Al Isra’ : 37.

Lainnya

Zaeta, Bidadari Surga (4)

Zaeta, Bidadari Surga (4)

Hari ini 100 hari kepergian Zaeta. Masih juga menyisakan suatu perasaan yang nano nano.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot

Topik