Pandemi, Adaptasi, Kontemplasi, dan Musyawarah
Pandemi dan Adaptasi
Semua dari kita mungkin sepakat bahwa tahun 2020 ini adalah masa-masa berat. Nyaris sepanjang tahun (Maret-Desember sekarang) kita dilanda wabah Covid-19. Gegara Corona, langkah kaki terbatas, gerak terhambat, interaksi berkurang, dan parahnya segala bentuk aktivitas tertunda hingga batal. Siapa pun kita (individu, jejaring bisnis, instansi, perkantoran, perhotelan, jasa tour & travel, obyek wisata, EO, musisi, pabrik, perusahaan, dll) pasti terkena dampaknya.
Satu contoh real pada Agustus lalu, saya ada satu acara di hotel Ros In Yogyakarta bersama Mas Doni Saputro KK. Dan betapa ironinya ketika itu menyaksikan hotel bintang empat begitu lengang, sepi nir pengunjung. Bahkan GM hotel tersebut berujar, beberapa karyawan telah dirumahkan. Sebab, untuk pembiayaan operasional saja sudah kembang-kempis. Pihak hotel juga mengaku terus memutar otak demi menyiasati kondisi buruk selama pandemi.
Di sekitar kita pun banyak terjadi perubahan sosial. Ada yang usahanya terpaksa gulung tikar. Ada karyawan di-PHK, hingga dipecat secara tidak hormat. Ada yang mendadak alih profesi. Ada yang gaji bulanan-nya di potong (saya contohnya, alah curhat), lantas gercep (gerak cepat) untuk mencari income tambahan. Apa? Iya tepat, dodolan. Namun di sisi lain banyak pula yang nganggur, ujung-ujungnya mohon maaf nekad berbuat kriminal seperti mencuri, bisnis tipu-tipu, nyolong kotak amal, dan tindak kejahatan lain-nya.
Dalam menyikapi perubahan sosial di masa pandemi saat ini, dalam sebuah diskusi ringan Mas Sabrang urun pandangan. “Dalam kurun 100 tahun sekali akan datang suatu masa pagebluk yang menghantam penduduk bumi. Fakta sejarah itu telah berulang terjadi, dan tak dapat dihindari. Baik dalam skala kecil (epidemi) maupun skala besar (pandemi),” terang Mas Sabrang.
“Dan yang akan mampu bertahan/survive dalam kondisi sulit seperti ini adalah mereka yang cakap beradaptasi. Menyesuaikan diri antara kapabilitas dengan realitas. Bukan menyerah. Tetep obah. Terus bergerak, dan berjalan dengan kebiasaan dan pembiasaan baru yang aman, dan sustainable,” lanjutnya.
Saya pribadi setuju dengan apa yang disampaikan oleh Mas Sabrang. Suka tidak suka, mau tidak mau, dan memang tidak ada cara lain untuk menghadapi kondisi zaman yang ‘sakit’ ini, dengan tatanan hidup yang serba baru, selain cepat dan tanggap beradaptasi. Sekali lagi, kata kuncinya adaptasi.
Kontemplasi dan Musyawarah
Tak terasa roda waktu telah menghantar kita di penghujung tahun. Tinggal hitungan jam 2020 tanggal. Apakah pandemi ini akan berakhir di tahun depan? Tak ada yang tahu, dan tak ada satu pun yang berani memberi jawaban pasti.
Lantas apa yang pasti, dan pantas kita pastikan (andalkan) agar kita tetap semangat menjalani hari-hari depan? Satu-satunya yang pasti hanyalah Allah. Tuhan semesta alam. Berikut tajalli-Nya yang tak ada keraguan atau kebohongan padanya, yakni Muhammad Saw dan Al-Qur’an.
Mbah Nun pernah menuturkan, “Muhammad adalah Al-Qur’an berjalan. Sedangkan Al-Qur’an adalah Muhammad literer.” Maka Muhammad dan Al-Qur’an adalah cahaya petunjuk nyata yang bisa dijadikan pedoman sekaligus panduan.
Sore tadi saya membaca surah Asy-Syura yang bermakna musyawarah. Setelah meng-Iqra-i dari ayat 1 sampai 53, saya seperti menemukan sebuah algoritma. Rumusan dari Tuhan kepada manusia (kita) untuk memecahkan suatu permasalahan. Salah satunya mungkin dalam upaya kita menghadapi wabah pandemi.
Di mulai dari ayat 4, 10, 12, 19, 25, 26, z27, 28, 29, 30, 31, 38, 48, 52, 53.
“Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang Maha Agung, Maha Besar.” (Asy-Syura : 4)
Di ayat 4 ini, Allah Azza wa Jalla menegaskan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya. Baik makhluk kasat maupun yang tak kasat mata. Termasuk juga virus Corona dan sebangsanya.
“Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah. Yang memiliki sifat-sifat demikian itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.” (Asy-Syura : 10)
Apapun yang kita perselisihkan tentang virus Corona, atau tentang konspirasi di baliknya, tentang vaksin, dan tentang apapun saja yang terkait dengannya, yang paling benar-benar Tahu hanyalah Allah Ta’ala. Sang Pencipta virus itu sendiri.
“Milik-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi. Dia melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Asy-Syura : 12)
Sesulit apapun kondisi ekonomi/ bisnis kita lantaran pandemi, Allah tidak pernah alpa untuk melapangkan dan membagikan rezekinya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Asal terus berusaha (bekerja, obah, nyambut gawe) dan berdoa.
“Allah Maha Lembut terhadap hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Kuat. Maha Perkasa.” (Asy-Syura : 19)
Dengan Ke-Maha Lembutan-Nya, Allah tentu sangat mafhum terhadap virus-virus tak kasat mata. Dan dengan Ke-Maha Kuat dan Perkasa-Nya, Allah pasti juga memiliki anti-virusnya. Tugas dari manusia yakni memohon petunjuk-Nya (dengan seperangkat iman, akal, dan ilmu pengetahuan) agar dipertemukan vaksin, penangkal, solusi terbaik untuk mengatasi virus Covid yang mewabah saat ini.
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Asy-Syura : 25)
Jika sepanjang tahun 2020, bahkan tahun-tahun silam kita bergelimang dosa dan kesalahan-kesalahan, inilah saatnya kita tunduk tersungkur, ndlosor sendlosor-ndlosor-nya bertobat mengemis ampunan Allah Yang Maha Rauf dan Rahim.
“Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta menambah (pahala) kepada mereka dan karunia-Nya. Orang-orang yang ingkar akan mendapat adzab yang sangat keras.” (Asy-Syura : 26)
Tobat sebagai jalan pembersihan, sedangkan doa menjadi jalan kepasrahan. Dengan bermodal iman dan amal kebajikan, semoga Allah sudi perkenankan doa dan wirid-wirid (sendiri/ berjamaaah) kita dalam rangka memohon keselamatan (diri, masyarakat, bangsa ) dari wabah dan segala kesulitan.
“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Dia Maha Melihat.” (Asy-syura: 27)
Karena Allah itu Maha, maka Allah sangat-sangat mengerti keadaan hamba-hamba-Nya. Allah akan memberi yang butuh, mencukupkan yang kurang, menolong yang kesusahan, menyembuhkan yang sakit sesuai dengan ukuran mereka masing-masing. Dengan kata lain Allah Maha Adil, Maha Presisi dalam menentukan kadar rezeki (pertolongan) bagi setiap insan/ hamba. Jadi, tidak perlu protes apalagi marah denga segala keputusan Tuhan.
“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (Asy-Syura: 28)
Hujan adalah rahmat. Bahkan di setiap butirnya yang turun ke bumi mengandung rizki yang dibersamai oleh para Malaikat Allah. Dan bulan Desember (gedè-gedène sumber) hujan hampir tak pernah absen mengguyur bumi seisinya. Semua makhluk penduduk bumi merasakan kebermanfaatan air hujan. Tanpa terkecuali. Selama Allah masih menurunkan hujan, manusia pantang berputus asa.
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia kehendaki.” (Asy-Syura: 29)
Allah lagi-lagi menunjukkan Kuasa-Nya dengan menciptakan makhluk-makhluk melata yang disebarkan pada langit dan bumi. Dan sangat mungkin yang namanya virus, bakteri, sel-sel mikro, termasuk makhluk yang melata. Jika Allah yang menciptakan maka Allah-lah yang memelihara, merawat, serta memegang kendali penuh atasnya. Adakah selain Allah yang mampu mengendalikan keberadaan makhluk-makhluk tersebut?
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Allah mengatakan, musibah apa pun yang menimpa manusia adalah karena perbuatan manusia sendiri. Artinya, virus Covid-19 yang melanda seluruh dunia, yang akhirnya mewabah, dan menjadi musibah global, terjadi tidak lain lantaran ulah manusia. Bisa bersebab misi jahat (kapitalisme global), kesembronoan, nafsu serakah, adigang-adigung-adiguna (adikuasa). Makhluk (virus) yang sewajarnya hidup berdampingan dengan kita, dieksploitasi, diperalat untuk menjadi racun, musuh, dan momok bagi keberlangsungan hidup manusia.
“Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari siksaan Allah) di bumi, dan kamu tidak memperoleh pelindung atau penolong selain Allah.” (Asy-Syura: 31)
Tak ada yang tak tersiksa dengan adanya wabah Covid-19. Gerak manusia terhambat, terkurung, terpenjara. Tidak bisa leluasa lagi beraktivitas. Sekolah, seminar, meeting kerja, pengajian, konser, dan kegiatan yang melibatkan banyak orang dilakukan virtual. No tatap muka. Nyaris setahun kita mengalami dan melakukannya. Dan setiap keputusan selalu ada positif dan negatifnya. Dalam kondisi terjepit sekarang ini, tidak ada yang sanggup jadi pelindung dan penolong selain kasih sayang yang berasal dari Allah Swt.
“Dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Asy-Syura: 38)
Jika kita patuh pada seruan Tuhan, haqqul yakin akan kekuatan Tuhan, Allah telah memberi rambu solusi untuk memecahkan suatu masalah yakni dengan jalan musyawarah. Rembug bareng. Mulai dari skala kecil sampai skala nasional hingga global. Tentu ini juga berlaku dalam mencari jalan keluar (anti virus) bersama dalam mengatasi, atau paling tidak meminimalisasi penyebaran virus mematikan Covid-19. Manusia mesti banyak-banyak “bermusyawarah” dengan Tuhan, dengan alam, dengan sesama elemen manusia (government, departemen terkait, para dokter, ulama, kaum cerdik pandai, dll) untuk mencari solusi terbaik bersama.
“Jika mereka berpaling, maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami, dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar (kepada nikmat).” (Asy-Syura: 48)
Nabi Muhammad Rasul teladan kita ditugasi Allah untuk menyampaikan risalah kepada seluruh umat manusia. Ada yang iman, ada yang ingkar. Dan iman atau ingkarnya kita bukan urusan Nabi Muhammad, melainkan mutlak menjadi urusan Allah. Beliau hanya menyampaikan. Namun saking dhaif-nya manusia, setiap diberi nikmat mereka bergembira, dan saat ditimpa kesusahan (wabah) disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, mereka ingkar. Muring dan nggresulo. Suri tauladan yang diajarkan Baginda Muhammad belum mampu kita praktikkan secara real. Padahal Muhammad dan Al-Qur’an adalah satu paket petunjuk yang nyata kebenarannya.
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura : 52)
“Yaitu jalan Allah yang milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, segala urusan kembali kepada Allah.” (Asy-Syura: 53)
Di akhir surah, Allah kembali mengingatkan sekaligus menegaskan kedigdayaan-Nya, bahwa milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Segala urusan kembali kepada-Nya. Gamblang sudah yang bernama manusia dan semua makhluk ciptaan tak punya daya apa-apa. Mereka kerdil, buih, debu, picisan, dan nista. Hanya dan hanya Allah Yang Agung, Yang Akbar, Yang Jabbar Mutakabbir. Menungso ming nunut urip sedelo ning alam dunyo. Ndherèk kersanè ingkang Maha Kawoso. Meminjam istilah Mbah Nun, pun kula pasrah bongkokan sama Njenengan Gusti.
Poin pentingnya, sepanjang 2020 mestinya menjadi bahan kontemplasi bagi jiwa-raga, jasmani dan rohani kita. Dan 2021 seyogianya kita lebih arif dan bijak untuk menempuh musyawarah (Asy-Syura), kompromi dengan Sang Pemberi hidup, dengan alam, dengan liyan, dengan seluruh makhluk untuk bareng-bareng hidup berdampingan menuju keselamatan.
Gemolong, Penghujung 2020