CakNun.com

Manifestasi Pintu Menuju Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad

Majelis Ilmu Gambang Syafaat Semarang edisi Milad ke-22, 25 Desember 2021
Mukhamad Khausar
Waktu baca ± 11 menit
Dok. Gambang Syafaat

Menuju Jiwa yang Tenang

“Tadi kan judulnya pintu fajar. Kita sudah membaca Salāmun hiyaattā mala’il-fajr, Surat Al-Qadr. Sekarang Surat Al-Fajr.” Mbah Nun memulai sesi kedua. Mas Helmi kembali diminta untuk membaca ayat-ayat terakhir dari Surat Al-Fajr. Yā ayyatuhan-nafsul-muthmainnah. Irji’ī ilā rabbiki rāiyatam mariyyah. Fadkhulī fī ‘ibad ī. Wadkhuī jannatī.

“Pada kalimat ‘wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dalam hati yang ridha dan diridhai. Itu berlaku untuk siapa? Kowe termasuk sing didawuhi opo ora?,” tanya Mbah Nun.

Menurut Mbah Nun, ada beberapa poin yang bisa dicermati. 1. Ayat ini berlaku untuk siapa saja dan pada waktu kapan saja, tidak sebatas untuk orang mati. Alasannya karena siapa saja bisa pulang ke Allah setiap saat. 2. Syarat agar ayat ini bisa berlaku, diperlukan perjuangan untuk mencapai jiwa yang tenang. Salah satu ungkapan yang sering keluar saat Maiyahan yaitu; ‘menata hati, menjernihkan pikiran’, merupakan upaya dalam rangka menenangkan jiwa. Mutmainnah dalam Bahasa Jawa memiliki banyak makna, di antaranya; ayem, tentrem, sumeleh, dan legawa.

Jamaah diharapkan mampu mengidentifikasi apapun yang membuat jiwanya tidak tenang. Ada hal yang tidak setuju, membuat jengkel, kecewa, ingin memberontak, mau melawan, dan hal lain yang membuat hati merasa mangkel. Berdamai dengan semua itu bisa melancarkan seseorang mencapai jiwa yang tenang. Tidak semua hal yang kurang menyenangkan harus dimasukkan ke dalam hati atau pikiran, misalnya masalah-masalah negara.

Lebih jauh, Mbah Nun juga menyinggung definisi rakyat, masyarakat, warga negara, penduduk, dan umat yang sering disalahpahami. 1. Warga Negara; orang yang mengerti kenegaraan, orang yang mempunyai kesadaran dalam bernegara, orang yang paham tentang kewarganegaraan. 2. Rakyat; suatu kumpulan orang yang memiliki kedaulatan terhadap sesuatu, bisa tanah atau Negara. 3. Masyarakat; sekumpulan orang yang berserikat bersama-sama untuk membangun sesuatu bersama-sama. 4. Penduduk; suatu negara yang mempunyai hak utama atas negara.

Jika banyak yang mengajarkan untuk berdoa agar di-ridha-i Allah, maka di Maiyah diajarkan untuk me-ridha-i semua keputusan Allah. Ridha atas segala keputusan Allah menjadi pilihan paling bijak agar bisa mencapai muthmainah.

Menemukan Pintu Menuju Allah

“Semua kejadian yang dialami oleh manusia merupakan pintu menju Allah.” Mbah Nun selalu mencoba mempertimbangkan semua tindakan atau kejadian yang mendatangi beliau. Jamaah diharapkan selalu berupaya menemukan Allah di balik kejadian buruk atau baik yang hadir dalam hidup. “Kowe seneng endinge ki alhamdulillah, kowe mengalami apa wae endinge adalah menghayati keberadaan Allah,” tandas beliau.

Daun jatuh dan air mengalir bisa menjadi pintu. “Tidak ada yang bukan pintu,” ulang Mbah Nun.

Beliau mengungkapkan bahwa pintu tidaknya bukan bergantung pada objek, benda, maupun peristiwa melainkan etos, kemauan atau niat seseorang dalam menyikapinya. Jika niatnya mencari berkah Allah, ilmu Allah, dan pintu Allah maka berpotensi bertemu Allah. Hanya saja, setiap pintu memiliki spesifikasinya sendiri–sendiri untuk dielaborasi. Ada pintu berupa ayat, pohon, dan objek lainnya. Mbah Nun mencontohkan potongan ayat Alif Lam Mim yang bisa menjadi pintu bagi siapapun untuk bertemu Allah. Banyak ahli tafsir tidak menemukan makna dari potongan surat tersebut karena niatnya bukan mencari pintu Allah. Orang yang bisa melihat pintu Allah adalah orang yang ingin berdekatan dengan Allah.

Malam itu, jamaah berkesempatan mendengarkan kilas balik perjalanan Mbah Nun. Beliau menceritakan beberapa pengalaman hidup. Mbah Nun menulis sejak 42 tahun yang lalu dan pernah berbicara atau ceramah di depan Kongres Nasional salah satu organisasi Islam besar di Indonesia saat umur 20 tahun atau baru lulus SMA. Beliau selalu menekankan jamaah untuk menikmati proses. Maiyah menjadi salah satu bukti perjalanan panjang Mbah Nun. Tidak ada sedikit pun harapan atau keinginan Simbah untuk membuat Maiyah. Sebuah tempat berkumpulnya orang – orang dari berbagai elemen, rata–rata jam 8 malam sampai dengan jam 3 pagi. Beliau menganggap itu semata-mata pemberian Allah.

Dok. Gambang Syafaat

Diskusi interaktif yang dipandu Kang Ali dan Kang Dur berjalan sangat meriah. Banyak jamaah yang merespons atau bertanya kepada Mbah Nun secara langsung. Kesempatan yang sangat jarang, mengingat Gambang Syafaat tidak menggelar Maiyahan terbuka selama pandemi kemarin.

Di akhir sesi, jamaah diberikan satu suguhan menarik dan menurut saya romantis. Bib Anis yang diberikan kesempatan untuk berbicara oleh moderator, mengatakan bahwa niatnya hadir hanya ingin menemani Mbah Nun bertemu jamaah. Bib Anis mengetahui jika antara jamaah dan Mbah Nun sudah saling menyimpan kangen, sehingga Bib Anis lebih memilih memberikan ruang bagi kerinduan antara jamaah dengan Mbah Nun. Hubungan cinta yang indah antara Mbah Nun dan Bib Anis. Semoga beliau berdua dan semua guru-guru di Maiyah, selalu diberi kekuatan, kesehatan dan keberkahan Allah Swt.

Khusus pada malam peringatan Milad Gambang Syafaat ke-22 ini, kami juga memohon doa agar semua penggiat yang pernah dan sedang membersamai Gambang Syafaat selalu diberi keistiqamahan untuk terus melanjutkan perjalanan. Berupaya menjadi salah satu pintu bagi jamaah untuk bisa mencapai Allah Swt.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik