Dilema Breaking Bad News
Mbak Lia, ibunya Talita, salah satu pasien, sambat karena putrinya menjadi pemarah, temperamental, moody, dan makannya banyak, tak terbendung. Dalam sehari bisa 5-6 kali makan besar. Belum lagi cemilannya. Berat badannya meningkat dengan pesat. Perubahan ini tentu saja dikhawatirkan oleh Mbak Lia. Kondisi ini dialaminya ketika Talita sudah menjalani pengobatan dengan protokol pengobatan pada minggu kedua.
Ada apakah sebenarnya dengan Talita?
Talita hanya salah satu dari sekian banyak anak yang sedang sakit (fisik) namun juga (psikis)-nya terpengaruh. Bisa pengaruh ke kondisi psikologis itu berasal dari penyakitnya, atau pengaruh psikologi itu berasal dari obat-obat yang dikonsumsinya.
Pengaruh karena penyakitnya sendiri kepada kondisi psikologis anak bisa bermacam-macam, tergantung bagaimana persepsi si anak terhadap penyakitnya. Persepsi ini juga bergantung pada usia si anak.
Anak-anak yang sudah bisa mengerti biopsikologi manusia dan penyakitnya tentu akan terdampak hebat. Anak-anak ini biasanya sudah akrab dengan internet. Browsing tentang nama penyakitnya. Atau sebelum itu bahkan dia bisa menjadi ‘dokter’ terhadap gejala yang dia miliki.
Manusia yang sedang sakit secara fisik, kondisi psikologinya akan terpengaruh bisa melalui berbagai macam mekanisme. Bisa penyakitnya itu secara fisik akan mempengaruhi produksi hormon yang dihasilkan oleh tubuh. Apakah jumlah/kadar hormon berlebih? Atau justru kekurangan. Bisa juga secara fisik yang kasat mata si penyakit akan berpengaruh langsung ke psikologi si pasien.
Seorang pengidap tumor pasti akan merasa ‘down’ ketika mengetahui bahwa ada bagian tubuhnya yang tumbuh tak semestinya. Tumor artinya benjolan, tapi terminologi tumor itu sendiri bermakna benjolan pada tubuh yang tidak semestinya ada. Tumor bisa bersifat jinak maupun ganas. Yang ganas akan tumbuh sangat cepat dan cepat pula menyebar kemana-mana.
Pada anak ada beberapa jenis tumor padat yang ganas (kanker) yang sering kita jumpai. Seperti kanker pada mata, kanker otak, kanker tulang, kanker ginjal, kanker kelenjar getah bening, dan masih banyak jenis kanker, menurut organ yang terkena maupun menurut jenisnya.
Pada anak remaja, kanker padat yang sering dijumpai adalah kanker (keganasan) pada tulang, ataupun kanker darah jenis tertentu. Hal ini akan sangat mempengaruhi kondisi psikologi si anak bila si anak mengetahui penyakit yang dideritanya.
Sebagai seorang dokter, saya sering mengalami kondisi dilematis dalam penyampaian ‘kabar buruk’ ini. ‘Breaking bad news’ namanya. Dilema yang kita hadapi adalah bahwa si anak sudah mempunyai hak untuk tahu penyakitnya, tetapi kita harus sangat hati-hati menyampaikannya.
Di lain pihak orangtua si anak berkeberatan kalau kita menyampaikannya secara langsung, karena si orangtua khawatir akan kondisi psikologis si anak bila tahu akan penyakitnya.
Saya teringat di salah satu obrolan saya dengan Cak Nun di dalam mobil tua saya. Waktu itu kami membicarakan semacam ‘breaking bad news’ ini.
“Dot, kowe kudu ngati-ati menowo menehi kabar koyo ngene iki (Dot, kamu harus berhati-hati dalam menyampaikan kabar semacam ini).”
“Umpamakno koyo kowe ngecurke banyu panas nang gelas. Kowe kudu yakin gelas kuwi tetep wutuh, benthet, opo malah pecah (Ibaratnya kamu menuang air panas ke dalam gelas. Kamu harus mempunyai perkiraan apakah gelas itu akan tetap utuh, retak, atau malah akan pecah).”
Saya sangat ingat pesan itu, dan selalu saya terapkan ketika menyampaikan breaking bad news ini. Saya akan jajagi kondisi psikologi si anak, saya ajak ngobrol dan akhirnya saya akan bertanya. ‘Apakah kamu pengen tau penyakitmu?’
Ada yang mengiyakan, ada pula yang geleng kepala. Bahkan ada pula beberapa yang sudah browsing, mencari tahu dengan bertanya kepada mbah gugel. Ini repotnya. Belum tentu kesimpulan mbah gugel itu benar namun belum tentu pula salah. Pada anak-anak semacam ini biasanya mereka tampak galau. Maka tugas kitalah untuk memberikan informasi seakurat mungkin. Kadangkala kita membutuhkan bantuan seorang psikolog dalam menyampaikan ‘kabar buruk’ ini.
الَّذِيْنَ اِذَاۤ اَصَا بَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۙ قَا لُوْۤا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِ نَّـاۤ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). (QS. 2: 156)
Bahwa hakikatnya, kita, harta kita, keluarga kita adalah milik Allah. Termasuk penyakit yang Dia berikan kepada kita. Maka kita kembalikan semua ini kepada Yang Maha Memiliki.