CakNun.com
Memperingati 40 Hari Wafat Syaikh Nursamad Kamba

Tasawuf Lifestyle Versi Syaikh Kamba

Kenduri Cinta, Desember 20013. Foto: KC.

Jika masih banyak yang menganggap tasawuf sebagai sesuatu yang asing, saya sangat dapat memahami itu. Tentu saja, karena itulah kesan pertama saya sendiri ketika mendengar tasawuf pertama kali. Terlebih, saya tidak pernah menyangka bahwa tasawuf akan menjadi program studi, yang menurut saya kala itu ada banyak sekali jurusan yang lebih seksi untuk menunjang karier masa depan.

Tasawuf Psikoterapi, itulah nama lengkap dari Program Studi (Prodi) yang didirikan oleh Syaikh Kamba pada 1998. Bagi saya, dan banyak mahasiswa lain yang tertarik atau mungkin karena suatu ‘kebetulan’ memilih prodi ini, harus menghadapi banyak asumsi negatif mengenai tasawuf.

Namun, bagaimana jika tasawuf adalah sesuatu yang sangat akrab dengan manusia. Bahkan, konon, manusia hampa tanpa tasawuf dalam hatinya. Tampaknya, karena modernisasi tidak menepati janjinya untuk menghadirkan kebahagiaan dan memberi makna bagi kehidupan. Modernisasi memang tidak harus selalu dipandang dengan pandangan sinisme, selain menimbulkan berbagai polemik nyatanya modernisasi juga menjadi harapan baru bagi dimensi keilmuan dan dalam lingkup spiritual.

Gagasan mengenai Tarekat Virtual adalah contohnya, dan merupakan suatu terobosan bertarekat dari Syaikh Kamba di zaman modern. Tarekat virtual timbul dari kajian dan pengamatan panjang mengenai Islam maupun tarekat itu sendiri. Contohnya, mengapa umat Islam tidak mampu mengubah suatu tatanan peradaban selama berabad-abad lamanya, sementara Nabi Muhammad mampu melakukannya dalam waktu dua puluh lima tahun. Bukan hal baru lagi jika menjadikan “Muhammad kan Nabi” sebagai alasannya.

Dalam bukunya, Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam, Syaikh Kamba justru tidak menetapkan metode atau ajaran khusus dalam bertarekat. Meski menawarkan jurnal harian, pada dasarnya menurut Syaikh Kamba tarekat justru harus dilaksanakan berdasarkan kenyamanan dan ketulusan masing-masing individu. Suatu hari saya pernah bertanya kepada beliau tentang bagaimana tata cara atau amalan dalam tarekat virtual. Beliau menjawab, “Ketika saya mengajarkan tata cara atau amalan bertarekat virtual, maka saya sudah melenceng dari konsep tarekat virtual. Bertarekat adalah kesanggupanmu berkonsisten. Bisa saja dengan membaca surah Yasin setiap selesai shalat Isya atau yang lainnya. Asalkan dijalankan secara kontinu dan menimbulkan transformasi diri.”

Memang, harus diakui, tidak banyak ilmuwan yang menganggap bahwa tarekat tidak boleh tidak dijalankan. Karena bagi sebagian kalangan, cukup kuat anggapan bahwa tarekat harus melalui rangkaian-rangkaian formal pembaiatan yang cukup ‘menakutkan’ bagi orang yang ingin bergabung ke dalamnya. Banyak dari penempuh perjalanan spiritual merasa segan, disebabkan konsep psikologis yang sistematis sehingga timbul pertengkaran-pertengkaran dalam pikiran seseorang terkait konsep tasawuf yang esensial.

Selain itu, Syaikh Kamba juga mengangkat tasawuf menjadi sebuah program studi perkuliahan sebagai salah satu upaya mengembangkan tasawuf dalam ranah keilmuan. Meski, tentunya, ini menimbulkan pertanyaan mengenai metodologi apakah yang akurat digunakan dalam kajian tasawuf. Tasawuf adalah kajian yang bersifat individual. Yang mengalami atau merasakan pengalaman spiritual sangat sulit untuk dijelaskan. Sementara, penelitian dan kajian mensyaratkan asumsi yang terukur dan mampu dibuktikan. Untuk itu kajian yang dirasa paling cocok untuk disandingkan adalah psikologi, karena berkaitan dengan pola perilaku dan kejiwaan individu.

Syaikh kamba, dalam pengajarannya, selalu mengedepankan gagasan bahwa bertasawuf adalah berislam itu sendiri. Sehingga, sering kali topik yang diangkat bukanlah yang terlalu spesifik tentang tasawuf pada umumnya. Misalnya makna ‘mendirikan shalat’ berarti menjadikan shalat sebagai diri. Syaikh Kamba juga berasumsi bahwa ketiga ajaran tasawuf yakni Muraqabah, Tazkiyatunnafsi, dan memaknai segala sesuatu sebagai interaksi dengan Allah, praktis dapat dijalankan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Ketiga ajaran ini, menurutnya, dapat menjamin keikhlasan seseorang. Tidak hanya dalam ibadah formal keagamaan melainkan menjadikan setiap perbuatan bernilai ibadah di mata Allah Swt.

Syaikh Kamba beberapa kali menyatakan bahwa, Islam harus dikembalikan kepada kemurnian dan kesejatian ajaran Nabi Muhammad Saw. Agar supaya tasawuf bukanlah sekadar kajian panjang yang dipisahkan dari ajaran Islam. Tasawuf justru menghadirkan nilai dan rasa pada setiap ibadah.

Memaknai setiap ibadah yang dijalankan sangat memungkinkan tasawuf untuk menjadi gaya hidup seseorang. Gaya hidup yang murni dan tidak berusaha mendekatkan diri pada kepentingan-kepentingan temporer. Syaikh Kamba menyatakan bahwa dalam berguru dapat dilakukan secara virtual dengan mursyid yang mungkin tidak sezaman, asalkan seseorang mengidolakan guru tersebut. Sederhananya, ini diibaratkan seseorang yang mengidolakan artis atau tokoh. Seseorang akan cenderung mengikuti sang idola baik dari segi penampilan, perilaku, maupun gaya bicara. Idola dapat dijadikan gerbang berguru dan meneladani seseorang. Mungkin inilah warisan yang dititipkan kepada kami untuk tetap berjumpa dengan Syaikh Kamba. Salam rindu dan cinta kami untuk Syaikh Kamba.

Lainnya