Oligarki dan Sebab-Akibat Pemikiran Manusia
Tepat pukul 20.45 pada Minggu malam senin 12 Januari 2020 kemarin, Suluk Pesisiran memulai Maiyahan dengan membaca ayat-ayat Al-Quran oleh Kang Riul di Gedung Pendopo Kabupaten Pekalongan.
Hujan di luar berangsur mereda setelah mengguyur Pekalongan dengan cukup deras seperti mengerti lagu Lir-ilir yang dibawakan Kang Tholib. Acara dilanjutkan pembacaan Mukaddimah oleh Kang Poy tentang tema malam ini, Gemah Ripah Oligarki. Tema yang menekankan tentang kecenderungan yang terjadi antar individu, kelompok dengan kelompok yang berakhiran bakal mewujudnya oligarki dalam pemerintahan masa kini.
Sebagai awalan, Kang Eko memberikan pengantar pembuka diskusi. Mengetengahkan yang sebelumnya ada kecenderungan beredar bahwa tema kali ini ditujukan untuk mengkritisi pemerintah. Merujuk pada maknanya bahwa gemah ripah itu kita ngomong tentang keadilan, yang selanjutnya biasa kita dengar sambungannya adalah Loh Jinawi.
Tapi ini Oligarki, kenapa bukan Demokrasi? Kemudian Kang Eko meneruskan dan banyak menjelaskan tentang Oligarki. Lantas mengajak semua untuk menganalisis bersama di manakah titik kita sekarang dengan bisa belajar dengan sejarah yang dahulu dan dari situ kemudian Kaptalisme, Sosialisme, Komunisme, dan hal-hal yang berkaitan lainnya hadir.
Manusia memiliki potensi untuk menggemah yang hasilnya tergantung bagaimana manusia itu sendiri. Menyambung pertanyaan Kang Nasrul tentang apakah Oligarki adalah sebab-akibat. “Dunia ini memang diciptakan untuk menjadi sebab-akibat,” ujar Kang Agus yang malam ini juga sebagai narasumber.
Beliau menjelaskan bahwa munculnya pedagang tak bisa kita elakkan dari kebutuhan manusia untuk bertransaksi dan saling menghidupi. Seiring waktu transaksi meningkat, manusia pun butuh keamanan untuk dirinya juga barang-barang kepunyaannya. Maka munculah para Ksatria yang ditugaskan bahkan mungkin dibayar oleh para pedagang untuk menjaga keamanan dari tindakan para manusia yang malas mencari penghidupan. Baik itu para pencuri, perampok, atau tipe manusia lainnya yang dianggap merugikan.
Kang Agus pun bercerita banyak tentang sejarah, bagaimana komunal-komunal manusia nemahami alam di sekitarnya. Juga sejarah leluhur kita, spiritual kepemimpian di nusantara kita ini, perbedaannya dengan negara lain, sitem ekonomi, dan banyak hal lagi. Membuat jamaah terpantik untuk menemukan kembali titik-titik dan tali-menalinya dunia ini yang terus saling berkaitan.
Jamaah yang kian malam makin berdatangan, juga tamu simpul dari sedulur Gambang Syafaat yang sudah siap sedia bersama alat musik. Sebelum mempersembahkan lagu untuk jamaah, Kang Wakijo memberikan sambutan juga penekanan harapan tentang Maiyah yang nantinya adalah untuk perkara jangka panjang yaitu sampainya warisan pemikiran kita ini pada anak cucu kita. Juga tambahan sedikit cerita bagaimana perjalanan simpul GS dalam mengatur bahtera kapal mereka dalam bersinau bareng. Nasihat-nasihat yang tentu sangat bermanfaat bagi kita semua sepakat menyebut Maiyah adalah sebuah keindahan. Persembahan dimulai dengan shalawat yang dilantunkan bersama-sama dengan jamaah. Sholawat yang tenang dan memecah keheningan dengan bergembira bersama.
Maiyahan kali ini berjalan dengan konsep workshop untuk menjawab pertanyaan Mukaddimah. Pada jalannya diskusi maka dibentuklah dua kelompok dari jamaah. Mereka berdiskusi dengan sudut pandang yang berbeda. Kelompok yang menamai mereka sendiri dengan Anak Jalanan dan Juragan. Diskusi mengenai ketatanegaraan, juga posisi antara masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya narasumber sebagai penyeimbang maka jamaah hendaknya bisa menemukan satu hal tentang kehidupan dan realita. Sebuah bekal yang pasti nantinya akan bermanfaat bagi kita semua.
Selesai bertukar pendapat dan berbagi pengetahuan masing-masing. Sebelum pulang, seperti biasa para jamaah berdiri melingkar dan khusyuk bersholawat, berdoa, dilanjutkan saling bersalaman. Mensyukuri pertemuan yang telah diperkenankan Allah Swt malam hari ini.