Menyebadani dan Menyejiwai Agama
Ibarat teh, agama bukan teh yang baru diinfokan di papan tulis ruang kelas oleh seorang guru. Bukan juga teh yang sudah dihidangkan. Agama adalah teh yang sudah diminum, tapi diminum bersama obrolan, suasana senja, dan lain-lain. Agama selayaknya tidak dianut, tapi “disebadani” dan “disejiwai”.
Sepanjang manusia masih terbatas pada menganut — atau paling tinggi memeluk–agama hanya menjadi semacam teh yang baru diinfokan. Bukan teh yang sudah dirasakan bersama unsur-unsur lain, seperti senja dan percakapan. Makanya, kenikmatan beragamanya belum sempurna. Agamanya tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, dan karena itu tidak akan pernah produktif.