CakNun.com

Mendalami Revolusi Nyepi Covid-19

dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp. B, FINACS
Waktu baca ± 3 menit

Saya membaca tulisan terbaru Cak Nun “Revolusi Nyepi Covid-19”. Saya senang karena dengan tulisan tersebut, Cak Nun tak pernah berhenti ikut memikirkan dan memberikan pemikiran-pemikiran terkait bagaimana kita mengambil langkah terhadap situasi pandemi di negara kita saat ini. Saya terdorong untuk ikut merespons poin-poin yang disampaikan Cak Nun. Poin-poin beliau saya kutip, dan yang berada dalam tanda kurung dan cetak miring di bawahnya adalah respons saya.

  1. Masyarakat Hindu Bali mengajari dan menteladani kita dengan “Nyepi”. Bagaimana andaikan kita serentak melakukan isolasi mandiri total nasional seluruh Indonesia 14 hari atau berapa hari pun yang para pakar memandang lebih memadai dan aman. Disepakati tanggalnya.

    (Pisahkan dulu orang yang mengalami Immunocompromise antara lain HIV dan sedang mengkonsumsi obat golongan steroid, orang usia renta dan sakit-sakitan, berpenyakit kencing manis dan orang dengan gizi buruk. Karena pada orang-orang tersebut virus akan bertahan lebih lama bisa lebih satu bulan. Jadi nyepinya kelompok tersebut lebih lama dan perlu diswab terlebih dahulu sebelum “berbuka”.)

  2. Selama 14 hari itu Pemerintah dan para tenaga kesehatan membersihkan semua tempat (pasar, kantor, jalanan dan mana saja) yang terjangkau sehingga Covid-19 tidak nyaman berada di situ.

    (Tidak perlu dilakukan, karena virus itu hakikatnya adalah benda mati yang tidak akan hidup tanpa “inang”. Inangnya adalah selaput lendir saluran napas mulai hidung sampai bagian terkecil dari Paru, Selaput lendir bibir mulut dan tenggorokan, selaput lendir mata dan saluran air mata. Dibiarkan saja tanpa manusia, begitu dropletnya kering akan mati sendiri mulai dari beberapa menit sampai 12 jam pada tempat yang lembab.)

  3. Sebelumnya kita ambil waktu sekitar 3 minggu agar semua penduduk menyiapkan, sendiri atau bersama-sama: segala yang diperlukannya selama 14 hari di rumah masing-masing.

    (Pertama, di dalam rumah sendiri pun tidak boleh berinteraksi, karena apabila ada satu saja yang positif tapi tanpa gejala dan menularkan kepada yang lain di hari ke-7 misalnya maka akan terjadi yang disebut dengan “Ping Pong Phenomena”. Kedua, Persiapan termasuk cadangan pakan untuk ternak mereka selama 14 hari.)

  4. Selama 3 minggu itu pula disebarkan informasi sampai semua lokal-lokal hal-hal terpenting yang harus diketahui oleh semua penduduk, minimal melalui edaran di RT-RT yang mudah dipahami.

    (Memahamkan Jutaan manusia akan sangat sulit, kecuali negara kita adalah Negara Totaliter dan diktator. Hal inilah mengapa Corona akan relatif lebih terkendali dan segera bisa diatasi pada negara-negara tersebut (Cina, Vietnam, mungkin Korut). PENGENDALI UTAMA CORONA ADALAH KEDISIPLINAN DAN “KEDIKTATORAN” UNTUK MENDISIPLINKAN, DALAM SATU KOMANDO YANG KUAT PADA ORANG YANG TEPAT.)

  5. Semua Rumah Sakit dan Puskesmas siaga selama “Nyepi” itu dan sesudahnya, untuk menampung rakyat yang merasakan kondisinya cenderung parah atau semakin tidak sehat.

    (Selama waktu tsb seluruh Pegawai Rumah sakit jg tdk diperkenankan untuk pulang/keluar dari rumah sakit.)

  6. Rakyat diberi kepercayaan untuk dua hal. Pertama, bahwa mereka sudah dewasa untuk mampu menjaga hidupnya dan kesehatannya. Kedua, rakyat dipercaya untuk menentukan prinsip kewaspadaannya, disiplin dan ketahanannya terhadap virus — berdasarkan wacara ilmu modern dan narasi Pemerintah, maupun dari wacana tradisi budaya kesehatan mereka, maupun yang digali dari khasanah Agama. Sebab bagaimanapun Tuhan itu ada dan mutlak berperan terhadap kehidupan manusia.

    (Masih ada unsur Demokrasi, ini yang tampaknya juga sulit. Sesulit memahamkan bahwa Corona ini tidak berbahaya pada orang-orang yang sehat alias tidak punya Comorbid. Masih banyak orang yang paranoid dan mengambil langkah yang tidak berdasar. Dan ini mentumbuhsuburkan “Bakul Jamu dan Profesor palsu”. Padahal sudah jelas tidak ada korelasinya antara Profesor (gelar akademis) dengan kaum Profesional (kaum Praktisi). Pengobatan itu ranahnya Kaum Profesional Kesehatan dan bukan ranahnya akademisi Kesehatan.)

  7. Barang siapa keluar rumah dalam jangka 14 hari itu, dipidanakan oleh hukum Negara.

    (Negara jelas bisa melakukannya. Karena yang tidak patuh bisa dipidanakan karena menlanggar UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular.)

  8. Semua silahkan menghitung dan berhitung sendiri seberapa kemampuan Pemerintah untuk melakukan test, identifikasi atau kalkulasi keterpaparan Covid-19 atas 271 juta penduduk Indonesia. Baik prosentasenya berdasarkan ketentuan WHO atau apalagi berdasarkan keharusan memastikan kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia. Kemudian silahkan memproyeksikan dan mensimulasikan sendiri akan sampai berapa lama kita semua tersiksa bertele-tele dan tidak menentu hatinya dan kehidupannya.

    (Test Swab PCR sifatnya spesifik tetapi tidak sensitif (tingkat akurasinya hanya 63%, so… kalau negatif alias tidak terkonfirmasi jangan keburu senang, siapa tahu masuk yang 37%, negatif palsu.)

  9. Ini hanya pengandaian. Tanpa menyalahkan siapa-siapa. Tanpa menuding pihak-pihak manapun. Bisa dianggap saran, harapan, atau sekedar omong kosong.

    (Sumbang saran: Skema tersebut jelas tidak bisa dilakukan, Total Lock Down hanya efektif tatkala ada yang diharapkan akan adanya vaksin setelahnya. Apakah vaksin yang akan diimpor sesuai dengan Primer mernya Virus Corona Indonesia yang entah sudah berapa kali mutasi. Kabarnya sudah mengalami minimal antara 8-10. Saya meyakini yang sudah saya lakukan di Tulungagunglah yang tepat, mengapa begitu? Karena saya sebagai Ketua Operasi pengendalian Covid-19 Kabupaten Tulungagung diberikan otoritas penuh untuk mengendalikannya. Stakeholder lain “Firm” di tempatnya dan berperan sesuai bidangnya masing-masing, sebagai “Supporting agent” yang sangat membantu tugas saya. Saat ini saya mengklaim Tulungagung adalah satu-satunya Daerah dengan penduduk cukup padat tetapi angka kesakitan minimal dan kematiannya lebih minim lagi 0,8%. Kehidupan sosial ekonomi dan Perumah sakitan (dengan keharusan tetap mematuhi Protokol Kesehatan) sudah nyaris kembali normal.)

Lainnya

Manfaat Biopsikologi Puasa

Manfaat Biopsikologi Puasa

Setelah sekian kali belajar menulis yang dipaksa oleh Mas Helmi, maka jujur saya harus mengucapkan terima kasih kepadanya.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Manusia Harum

Manusia Harum

Rasulullah Saw. atau yang orang Jawa menyebutnya Kanjeng Nabi Muhammad adalah manusia harum.

Mustofa W. Hasyim
Mustofa W.H.

Topik