Kenapa Maiyah Tidak Viral
Kalau tema teknis bahwa Maiyah berarti kebersamaan antar manusia, maka Corona sudah meluluhlantakkannya. Tidak bisa kumpul bersama, bahkan satuan kumpul yang paling sederhana, misalnya ngopi bareng atau semobil 5-10 orang pergi ke Maiyahan, saja, tidak bisa. Keliling berkunjung ke rumah keluarga dan famili untuk hari raya, juga dianjurkan untuk tidak dilakukan. Kumpulan atau kebersamaan harus dalam satuan-satuan sangat kecil dan dengan disiplin jarak. Lahir aturan sosial yang baru, untuk menjamin bahwa semua orang berlaku saling menyelamatkan.
Dalam skala dan tema yang lebih besar dan tidak selalu fisikal atau kasat mata, Maiyah adalah suatu satuan budaya yang memang “tidak hidup bersama” dengan dunia ummat manusia yang sedang berlangsung di Bumi saat ini. Nilai-nilai yang dibangunnya tidak sama, sumbernya tidak sama, sehingga ekosistem dan tujuan atau sangkan parannya juga tidak sama. Secara esensial dan substansial Maiyah tidak hidup dan menghidupi apa-apa yang manusia sedunia hidup di dalamnya dan menghidupinya. Habitatnya berbeda, ekosistem dan prinsip hidupnya berbeda, bahkan mungkin bertentangan. Lebih dari itu: berlawanan arah secara ekstrem.
Seluruh kegiatan ummat manusia di bumi adalah pergerakan selangkah dua langkah pendek ke depan di dunia. Sementara Maiyah menempuh langkah amat sangat panjang sampai ke akherat. Maka antara dunia ini dengan Maiyah terdapat jarak yang hampir tak terhingga. Kosakata dan bahasanya tidak sama. Fokus perhatiannya berbeda. Skala prioritas nya berbeda. Benar salahnya berbeda. Baik buruknya berbeda. Indah tidak indahnya berbeda. Bahkan, sekali lagi, bertentangan secara mencolok dan ekstrem.
Jadi seluruh dan setiap ekspresi Maiyah, meskipun dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan manusia di dunia, sangat kecil peluangnya untuk bisa dipahami apalagi diterima oleh mayoritas ummat manusia. Apapun saja yang ditawarkan oleh Maiyah, saran dan rekomendasinya, tafsir dan solusinya, pemaknaan dan formulanya — tidak punya kans yang memadai untuk populer di dunia. Maiyah hampir mustahil menjadi viral di kancah pengetahuan dan kehidupan ummat manusia di dunia.
Terlebih lagi di Indonesia, yang tidak pernah punya kejelasan konsep dan sikap tentang dunia akhiratnya.
Selama iklim Corona berlangsung, Sabrang anak saya sering mengobrol dengan saya. Pengetahuan, analisis dan rekomendasinya untuk solusi-solusi masyarakat dan Negara terhadap Coronavirus, sering mencengangkan dan membuat saya semakin mengaguminya. Andaikan dia adalah penasehat pribadi dan rahasia Kepala Negara, saya optimis keadaan Negeri dan masyarakat kita tidak seperti yang hari-hari ini dialami oleh seluruh bangsa kita. Akan lebih jelas pengetahuan dan pemahamannya, menjadi lebih akurat juga sikap dan langkahnya, lebih terproyeksi keadaan ke depannya. Segala sesuatunya menjadi lebih mendasar dan matang perhitungannya.
Tapi Kenapa tidak bisa? Kenapa pikiran-pikiran Sabrang tidak bisa mengedepankan? Juga pemikiran dan iguh pelaku-pelaku Maiyah lainnya. Kenapa tidak bisa viral? Juga mozaik teman-teman yang kaya dan beragam Maiyahan selama hampir 20 tahun ini? Kalau 80 tulisan yang sudah saya ketik sepanjang Corona tidak populer, saya memakluminya. Karena saya Old Kizano, old kid zaman now, orang yang hidup sekarang tapi pikiran dan bahasanya sudah kuno. Jawabannya justru sudah saya paparkan sejak awal tulisan ini.
Termasuk pertanyaan Jijit KiaiKanjeng: Kenapa tidak menyentuh dunia luas? Tidak “Ngeng” di masyarakat luas, Indonésia maupun dunia? Karena Maiyah dan KiaiKanjeng tidak sedang hidup dan berada di dunia yang sedang berlangsung sekarang ini. Beda sangkan parannya. Beda asas dan tujuannya. Beda ekologi dan ekosistemnya. Beda proyeksi dunia akhiratnya.
Selamat melakoni Jalan Sunyi. Kata Rasulullah: beruntunglah para penempuh jalan sunyi. Dan kita hidup untuk mencari apa maksud beliau.
Yogya, 23 Mei 2020
Emha Ainun Nadjib