CakNun.com

Geliat Maiyah Wisanggeni

Ahmad Syakurun Muzakki
Waktu baca ± 2 menit

Memasuki wilayah Kartosuro 20 April 2020 siang hari, jalanan ramai. Tidak ada tanda-tanda ketakutan akan ancaman Corona. Di pinggir jalan, orang-orang berjualan dengan normal. Kendaraan lalu lalang ramai. Entah ini, mereka pada kebal atau tidak mau urusan dengan intruksi pemerintah untuk WFH. Tapi memang wajah-wajah bermasker mendominasi di jalanan.

Tiba di gudang Wisanggeni di daerah Makam Haji Kartosuro, Pakde Pur dengan dua anaknya menyambutku.

“Cak Nun piye kabare? Sehat to?…,” malah Mbah Nun yang ditanyakan. Pakde Pur dan dua anaknya menyalamiku. Mau menolak salaman, pasti gak etis. “Alhamdulillah sehat semua De…”

Pakde Pur langsung telepon seseorang. “Tolong pesen tengkleng dan bebek… Cepet. Mau dibawa ke Jogja.”

Begitulah Pakde Pur. Sejak dulu, aksi nyata yang selalu dilakukan. Kepada Mbah Nun, yang selalu dipikirkan adalah mentraktir makanan.

Yang ingin saya tulis di sini bukan tentang di atas, tetapi tentang CV. Wisanggeni yang didirikan pada 2005 oleh Muhammad Hadi Purnomo alias Pakde Pur. Kapan-kapan kita tulis sejarah pertemanan Pakde Pur dengan Mbah Nun.

Di tengah pandemi ini, wirausaha ini tidak goyah. Ini adalah usaha olah kertas. Persisnya kardus-kardus. Sehari sekitar 100 ton yang masuk. Lalu diolah oleh CV. Wisanggeni dan dikirim ke pabrik untuk diolah kembali menjadi kertas dan lain-lain hasil.

“Rezeki Wisanggeni ini dua macam. Pertama orang datang membawa kardus kardus. Dan kedua menjemput rejeki dari pengepul pengepul kecil,” kata Pakde Pur.

Tiga puluh pekerja CV. Wisanggeni kerja dengan biasa. Tanpa masker. Melakukan aktivitas seperti biasa. “Jangan kebal-kebal De. Sungkan sama orang-orang yang pada takut Corona,” ujar saya.

Ngobrol ngalor ngidul, sambil melihat aktivitas truk-truk keluar masuk gudang. Ngrasani Corona, ngrasani ekonomi masyarakat. Ngrasani zaman. “Ini corona bikinan manusia. Wong-wong pinter ilmuwan-ilmuwan kae dolanan di laboratorium. Alat laboratoriumnya meletus dan ber uap. Menyebar di Wuhan dan sampai Kartosuro,” begitu kata Pakde.

Saya pamit. Habis empat batang Dji Sam Soe. Pulang dibawakan bakpia, tengkleng, dan bebek goreng khas Kartosuro. Barokallah De.

Lainnya

Warung Uncluk Barokah KiaiKanjeng

Waktu adalah sebuah bentangan yang teramat panjang, betapapun secara teknis ia dapat dibagi-bagi ke dalam detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan satuan atau putaran lainnya.

Helmi Mustofa
Helmi Mustofa

Topik