CakNun.com

Dan Ketidaktahuan Pun Perlu Didayagunakan

Manusia menjadi makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Ciptaan terbaik dibandingkan yang lain. Akal menjadi faktor perbedaan terbesar yang menjadikan manusia memiliki potensi menjadi khalifah. Manusia dapat mengungkap fakta-fakta yang ada di sekitarnya menggunakan akal dan melahirkan pengetahuan.

Forum silaturahmi Maiyah Gambang Syafaat edisi September 2020 kembali dilaksanakan di Galeri Proses. Pertemuan kali ini mengusung tema ‘Mendayagunakan Ketidaktahuan’. Sejak pagi, para pegiat telah mempersiapkan tempat agar terlihat nyaman untuk digunakan. Pak Hartono sekalu tuan rumah juga ikut ‘nyengkuyung’ dalam persiapan tersebut.

Ada hal menarik yang memperlihatkan hasil dari sebuah ketekunan bertahun-tahun. Ketika penggiat ingin memasang backdrop untuk latar belakang panggung, ternyata ukurannya tidak sesuai. Panggung yang sebelumnya dibuat oleh Pak Hartono untuk kegiatan lebih besar. Tanpa arahan apapun, Pak Hartono langsung mengambil peralatan lukis. Membuat gambaran tulisan trademark Gambang Syafaat di sebuah kanvas putih besar. Ketika selesai, huruf ‘F’ yang ada di tulisan Syafaat terlihat seperti sebuah keris. Beliau juga tidak berpikiran akan menggambar sebuah keris. Hanya tindakan spontanitas.

Kang Hajir membuka prolog dengan menjelaskan mukadimah tema. Manusia tidak memiliki banyak waktu untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan yang ada di alam semesta. Tidak perlu jauh-jauh, manusia bahkan tidak akan pernah bisa memahami dirinya secara keseluruhan. Allah melalui agama memberikan pedoman untuk bisa memahami banyak hal. Namun ada juga manusia yang memukul rata, menganggap bahwa ketidaktahuan itu alami. Mendorong orang itu untuk pasrah total tanpa mencoba berikhtiar mencari tahu. Padahal ketidaktahuan dapat menjadi pacuan awal agar seseorang menemukan keimanan dan ketaqwaan.

Pak Hartono memberikan penjelasan tentang gambar pada kanvas di belakang. Meskipun awalnya tidak sengaja. Beliau mencoba menjelaskan bahwa huruf f yang menyerupai keris. Keris merupakan warisan leluhur bangsa yang memiliki nilai sejarah panjang.

Allah memiliki sifat Asy-Syakur yang artinya Allah Maha Berterimakasih. Manusia sudah selayaknya berterimakasih atas segala sesuatu yang diberikan Allah. Gus Aniq mengawali pembicaraan. Orang menganggap bahwa ketidaktahuan identik dengan bodoh. Menurut Gus Aniq, tidak tahu bukan berarti bodoh. Sebaliknya, bodoh berbeda jauh dengan tidak tahu. Bisa jadi orang yang semakin pandai akan semakin bodoh. Orang yang dianggap tahu sebenarnya tidak tahu.

Allah juga Maha Berilmu dan menghasilkan realitas-realitas. Manusia hanya berposisi untuk mengolah realitas dari Allah sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan manusia sangat terbatas. Kita bisa juga melihat dari dalam Al-Quran. Ada beberapa ayat yang disebut ‘mutasyabihat’ seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Raa, Yasiin, dan seterusnya. Ayat-ayat tersebut tidak akan mampu diterjemahkan secara objektif oleh ahli tafsir. Bisa menjadi semacam tanda bahwa Allah memang memberikan limitasi pada manusia. Namun ayat-ayat tersebut juga membuka peluang bagi semua orang untuk melakukan pendekatan tadabbur. Memaknai ayat-ayat tersebut sesuai kemampuan asalkan output yang dihasilkan membawa keindahan dan kebermanfaatan.

Ketidaktahuan menjadi bentuk kemesraan antara manusia dengan Tuhannya. Pengetahuan manusia dan Allah ibarat semut yang berada di pinggir samudra. Ketika manusia tidak mampu mencapai sesuatu menggunakan pengetahuannya, maka dia hanya bisa meraba-raba dan mencoba memahami semampunya. Tidak masalah selama hasil dari pemahamannya menghasilkan keindahan.

Faktanya memang banyak hal yang tidak bisa diketahui manusia termasuk di era modern saat ini. Semakin dalam seseorang mencoba memahami sesuatu maka semakin dalam dia terjebak dalam ketidaktahuan. Misalnya napas. Manusia modern tahu bahwa bernapas menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun, apakah manusia mampu mendefinisikan napas itu sendiri?

Contoh yang lain, ruh. Sampai sekarang masih menjadi perdebatan tentang definisi ruh. Hanya sedikit pemahaman yang tahu tentang ruh. Menariknya, Mbah kita sejak dulu sudah mencoba memahami ruh secara mendalam. Gus Aniq menjelaskan tentang bagaimana Mbah Ronggowarsito membagi komponen diri manusia menjadi tujuh di antaranya; rasa, ruh, budi, dan jasad. Seperti bawang merah. Bagian terluar manusia yakni jasad hanya bersifat fana. Ada bagian yang tidak akan pernah mati dan akan menyatu dengan Allah yaitu ruh.

Orang yang tidak tahu tidak terkena hukum Allah namun dapat berpotensi mencelakai. Ketidaktahuan memancing orang untuk melakukan pencarian. Kanjeng Nabi, manusia yang paling sempurna juga telah mengajarkan kita untuk tidak merasa tahu. Beliau telah mengajarkan budaya berdiskusi atas sebuah permasalahan sejak lampau. Ketidaktahuan bagian dari realitas yang dicipta Allah. Menunjukkan agar ada kehati-hatian dan terhindar dari pengakuan kebenaran mutlak. Terlebih bagi mereka yang merasa paling benar dalam menerjemahkan isi Al-Quran.

Kembali pada penjelasan ruh. Gus Aniq menerangkan jika Imam Ghazali menerjemahkan amr’ atau ruh sebagai titah. Setiap orang yang dilahirkan memiliki titahnya masing-masing. Masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri Pendidikan modern menunjukkan bagiamana murid disamakan dan mengkhianati keberagaman.

Era sekarang juga menggiring anak bangsa untuk mencari pengetahuan ke arah Barat. Meyakini bahwa ilmu Barat lebih ampuh dan mumpuni dibandingkan pengetahuan nenek moyang. Pengetahuan nenek moyang dianggap kuno dan tidak up to date. Gus Aniq menambahkan jika ilmu nenek moyang bukan kuno, melainkan kita yang belum menemukan cara memahaminya. Ki Hajar Dewantara yang merupakan tokoh pendidikan di Indonesia terlihat kurang ‘dihargai’ di bangsa sendiri. Padahal teori pendidikannya sangat cocok untuk diterapkan pada kurikulum pendidikan negeri ini. Dunia pendidikan sekarang lebih memilih mengikuti teori-teori Barat yang sebenarnya kurang tepat digunakan. Pendidikan Mbah-mbah kita pada zaman dulu lebih menitikberatkan sisi dalam dibandingkan sisi luar. Tidak hanya pengetahuan secara jasad melainkan hingga ke esensi terdalamnya.

Pak Budi Maryono memberikan pengantar perjalanannya ke lokasi. Ketika hendak ingin menaiki mobil jemputan yang telah dipesan online panitia. Beliau tidak sadar jika sopir yang menjemputnya malam itu adalah sopir yang juga mengantarkannya bulan lalu. Ada begitu banyak peristiwa yang tidak diketahui manusia. Begitu dekatnya manusia dengan ketidaktahuan.

Beliau berbagi banyak pengalaman tentang ketidaktahuan. Kala itu, Pak Budi Maryono bersama temannya ingin mendatangi sebuah acara. Dalam perjalanan, mereka berdua tidak tahu tempat acara. Perlahan, Pak Budi Maryono mencari dengan meminta informasi dari orang ke orang. Di sisi lain, temannya sudah sangat khawatir jika nanti terlambat. Hingga akhirnya mereka berdua berhasil sampai lokasi meskipun terlambat sekitar setengah jam. Efek keterlambatan tersebut membuat mereka berdua pulang lebih lama dibandingkan jadwal awal. Jalur pulang yang melewati daerah Simpang Lima, menjadikan mereka bertemu dengan sebuah warung makan. Teman Pak Budi Maryono begitu menikmati hidangan di warung tersebut. Warung nasi itu hanya buka larut malam. Jika Pak Budi dan temannya tidak terlambat datang ke acara, maka mereka berdua tidak akan bisa menikmati nasi karena warungnya masih tutup. Keterlambatan bagi manusia mungkin saja ketepatan bagi Tuhan.

Ada narasi cerita menarik tentang ganjaran dan ketidaktahuan. Suatu ketika, Pak Budi Maryono merasa sangat gerah di dalam rumah. Beliau keluar dan duduk di kursi. Ada seseorang yang meminta tolong diberitahukan alamat. Pak Budi Maryono mengantarkan orang tersebut sampai ke tujuan. Secara pengetahuan umum tentang agama, bisa jadi Pak Budi Maryono mendapatkan ganjaran karena berbuat baik menolong orang. Namun jika ditelisik lebih mendalam, apa landasan Pak Budi keluar rumah? Jika panas, lalu siapa yang menciptakan kondisi panas hingga menyebabkan Pak Budi memilih keluar rumah? Siapa yang mengirim penanya hingga akhirnya bertemu Pak Budi? Allah.

“Apakah saya layak mendapatkan ganjaran?,” tanya Pak Budi Maryono kepada jamaah. Begitu dekatnya manusia dengan ketidaktahuan. Beliau juga pernah menulis syair yang bertuliskan, ‘ingin kumenulis tentang Kau, tapi Kau sudah menulis tentangku seluruhnya’. Ketika manusia berusaha memahami Tuhan hanya sepenggal-sepenggal, Tuhan telah mengetahui manusia seutuhnya.

Pada kesempatan malam itu, Cak Noeg juga ikut merespons tema. Setelah sebelumnya menghindar setiap kali diminta membacakan puisi. Alasannya karena beliau ingin mengaktualisasikan puisi ke dalam hidupnya. Cak Noeg kembali mengingatkan jamaah tentang pendekatan 5 jenis manusia menurut Mbah Nun. Manusia tahu, mengerti, paham, sadar dan mau. Menurut Cak Noeg, ketidaktahuan menjadi sebuah kewajaran, sementara yang mengkhawatirkan adalah saat manusia memiliki ketidakpedulian. Mendayagunakan ketidaktahuan maknanya berbeda dengan memperalat ketidaktahuan.

Selain Mas Wakijo, Sinau Bareng Gambang Syafaat edisi 25 September 2020 juga diramaikan dengan lantunan musik dari Mas Ibnu dan Mas Indra.

Lainnya

Hadiah Nubuwah di Akhir Zaman

Hadiah Nubuwah di Akhir Zaman

“Maiyah ini adalah hadiah dari Allah untuk anda semua.” Semoga pembaca yang budiman bisa merasakan hal seperti yang saya rasakan ketika mendengar kalimat tersebut diucapkan oleh Mbah Nun pada malam 17 Oktober 2019 M kali ini, di Mocopat Syafaat.