Berputar dalam Lingkaran Rahman Rahim Allah
Pertanyaan yang sering saya terima usai mengikuti Pengajian Padhangmbulan adalah apakah besok pagi tidak mengantuk? Apakah tidak mengganggu tugas pekerjaan esok hari?
Kalau mengantuk itu pasti. Mripat terasa sepet. Setelah mengerjakan subuhan maksud hati ingin langsung “mi’raj” alias terbang bersama mimpi. Namun, hal itu jarang terjadi. Kalau pun dituruti berbaring, biasanya mripat cuma ketap-ketip tidak bisa tidur. Pasalnya, sejumlah pekerjaan menunggu.
Sebut saja, misalnya menulis Catatan Pengajian Padhangmbulan. Tidak ada ketentuan deadline tulisan harus segera dikirim, layaknya media mainstream. Namun, dorongan hati agar segera merampungkan beberapa catatan pengajian, tidak bisa ditunda lagi. Mumpung “oleh-oleh” Pengajian Padhangmbulan masih hangat.
Kadang, ketika badan sudah benar-benar tepar, saya mengirim pesan kepada Mas Helmi. “Ngapunten, Mas, telat mengirim catatan.” Mas Helmi yang baik hati membalas, “Tidak apa-apa. Catatan sudah saya terima. Maturnuwun.”
Saya, atau kita semua, Jamaah Maiyah merasakan hal yang sama usai mengikuti Sinau Bareng. Mata boleh mengantuk, namun pikiran tetap segar. Badan pun ikut terasa bugar. Tidur satu atau dua jam sudah cukup untuk mengganti melek selama delapan jam hingga subuh menjelang.
Bulan Maret ini saya ketiban sampur. Selesai mengikuti Pengajian Padhangmbulan, saya memutuskan tidak pulang. Jam tujuh pagi saya akan bertemu siswa kelas XII SMK Global di masjid Umar Al-Faruq Mentoro.
Menunggu subuh, saya bergabung bersama teman-teman Omah Padhangmbulan. Mereka ngringkesi peralatan pengajian dan usung-usung perlengkapan sound. Beberapa teman yang lain, dibantu beberapa ibu, menyapu halaman. Plastik yang ditinggalkan jamaah untuk alas duduk berserakan di mana-mana. Saya teringat dhawuh Mbah Nun, “Yang mulia adalah mereka yang membersihkan segala yang kotor.”
Namun, hal itu tidak berarti kita tidak perlu menjaga kebersihan agar para petugas kebersihan bertambah mulia.
Di pelataran pengajian Padhangmbulan guyon dan saling canda sesama teman pun mengisi obrolan mereka. Udara pagi menjelang subuh kian terasa segar. Gotong-royong ini dilakoni teman-teman dengan hati gembira. Mereka yang bekerja dalam sunyi tidak tertangkap oleh mata dunia. Alangkah nikmatnya.
Terdengar adzan subuh dari masjid Umar Al-Faruq Mentoro. Muadzinnya Mbah Markesot. Beberapa jamaah Padhangmbulan juga bersiap mengerjakan jamaah shalat Subuh. Mungkin mereka datang jauh dari luar kota. Usai shalat Subuh mereka akan kembali meneruskan perjalanan menuju kotanya masing-masing.
Allah menganugerahi kita badan yang sehat. Ini bukti pemberian sifat Rahman Allah. Dengan badan yang sehat kita bisa bekerja sama, saling menolong dan membantu, mengikat hubungan kekeluargaan melalui paseduluruan yang mesra. Hal ini merupakan bukti pemberian sifat Rahim Allah.
Nikmat yang diberikan melalui sifat Rahim sesungguhnya menjadi “benih awal” sifat Rahman. Simulasinya, ikatan kekeluargaan sesama keluarga besar Jamaah Maiyah adalah bukti sifat Rahman Allah. Ikatan ini akan menghasilkan sinergi kebaikan demi kebaikan, mulai skala yang kecil hingga besar. Sinergi kebaikan ini adalah bukti sifat Rahim Allah yang dianugerahkan kepada kita.
Jadi, sesungguhnya kita tengah berputar mengelilingi sifat Rahman dan Rahim Allah. Di dalam Rahmaniyyah Allah kita menemukan “potensi” Rahimiyyah-Nya. Di dalam Rahimiyyah Allah kita menjumpai “cikal-bakal” Rahmaniyyah-Nya.
Rasa kantuk saya hilang. Air desa Mentoro menyegarkan badan saya. Pukul tujuh pagi siswa-siswi kelas XII SMK Global Mentoro berkumpul di masjid Umar Al-Faruq. Pertemuan saya bersama mereka, para “qoumun akhor”, semoga menjadi perjumpaan dalam lingkaran Rahman Rahim Allah. []
Jagalan 21 Maret 2020