CakNun.com

Avenger Almighty

Mukaddimah Majelis Ilmu Kenduri Cinta, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020

Pada Kenduri Cinta edisi bulan lalu, Cak Nun mengingatkan kepada kita bahwa untuk mempelajari sesuatu, maka carilah Ibu dari apa yang kita pelajari itu. Cak Nun mencontohkan bahwa apabila kita ingin mempelajari Al-Qur`an, maka pijakan pertama yang harus kita miliki adalah memahami Al-Fatihah, karena surat Al Fatihah adalah Ummu-l-Qur`an, Ibu dari Al Qur`an.

Apa yang bisa kita pelajari dari Al-Fatihah? Setidaknya, kita mempelajari bahwa ada banyak asma Allah yang ada di dalam surat Al Fatihah. Yang paling sering kita dengar adalah Ar Rahman dan Ar Rahiim, yang juga menurut Cak Nun adalah ikon utama Allah. Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan di dalam surat Al-Fatihah, kita akan menemukan asma-asma Allah yang lain. Kita mengenal ada isitilah Asmaul Husna, 99 nama Allah yang merupakan nama-nama Allah yang mencerminkan sifat-sifat-Nya. Tapi, apakah nama-nama Allah hanya terbatas berjumlah 99?

Ada satu nama dalam Asmaul Husna; Al Muntaqim, Maha Pemberi Balasan. Di dalam Al Qur`an kita mengenal ayat; Faman ya’mal mitsqoola dzarrotin khoiron yaroohu waman ya’mal mitsqola dzarrotin sarron yaroohu. Perbuatan baik dan buruk, meskipun hanya kecil, maka pelakunya akan mengalami sendiri balasannya.

Secara kasat mata, kita tidak kurang melihat kedlaliman dan kemunkaran di dunia, bahkan di negara kita sendiri. Pada fakta yang kita lihat dan kita alami. Para pelaku kedlaliman seolah-olah tidak merasakan peran Tuhan secara langsung, sehingga mereka berlaku semena-mena. Atau, bagi mereka para pelaku kedlaliman, Tuhan seakan-akan tidak memiliki kuasa, karena mereka mengalami bahwa apa yang mereka lakukan sama sekali tidak berdampak buruk pada kehidupan mereka. Para pelaku kedlaliman merasakan hidup yang penuh dengan kemudahan, kebahagiaan, dan kemerdekaan.

Kita juga tentu mengerti bahwa di dalam Al-Qur`an ada ayat yang menegaskan bahwa tugas utama jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Wamaa kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduun. Pernahkah kita merasa bahwa kita sudah sedemikian rajin beribadah, tetapi masih banyak doa dan harapan kita yang belum diwujudkan dan dikabulkan oleh Allah?

Tidak kurang sholat kita, siang dan malam, wajib dan sunnah. Belum lagi puasa, sedekah dan serangkaian ibadah ritual lainnya yang sudah kita lakukan. Tetapi pada akhirnya, seringkali sesuatu yang kita harapkan belum terwujud. Dengan kata lain, Allah belum memberi apa yang sedang kita minta. Lantas muncul keresahan selanjutnya; apa setoran ibadah yang kita lakukan selama ini masih kurang? Sementara, di sisi lain kita melihat bahkan orang yang tidak taat beribadah justru mengalami hidup yang mudah, tidak menemui kesulitan dan problematika kehidupan, lancar-lancar saja, seakan-akan hidupnya berlangsung sesuai dengan apa yang ia rencanakan dan ia inginkan.

Muncullah kemudian pertanyaan-pertanyaan, rasa tidak sabar dari dalam diri kita sebagai manusia. Terkadang kita mempertanyakan kembali, seperti apa sebenarnya aturan main yang diciptakan oleh Allah? Seperti apa sebenarnya kebijakan yang ditentukan oleh Allah dalam tatanan kehidupan manusia di muka bumi? Benar adanya, bahwa hidup tidak selalu berlangsung seperti apa yang kita rencanakan dan kita harapkan. Namun, apakah selalu demikian? Lantas dimana fungsi kekhalifahan manusia? Tentu akan muncul serangkaian pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari keresahan yang kita alami. Dan tentu sangat wajar jika pertanyaan-pertanyaan serupa muncul dalam benak kita.

Kembali, kita akan mengulas sebuah kata: balasan. Ada banyak istilah yang juga memiliki makna yang sama dengan kata balasan, salah satunya: imbalan. Kata imbalan ini memilki konotasi positif, sementara untuk menggambarkan konotasi negatif, kata balasan bisa kita temui istilah hukuman. Sebenarnya, kata balasan memiliki makna yang netral, ia bisa digunakan untuk menggambarkan konotasi positif maupun negatif.

Kita juga mengetahui bahwa Allah memiliki sifat Maha Bersabar: Ash-Shobuur. Allah adalah Sang Maha Bersabar. Terkadang kita merasa lucu: lho, katanya Al Muntaqim, tapi kok juga Ash Shobuur? Mungkin juga terkadang kita mengalami apa yang dialami oleh seorang Nelayan dari Madura yang sedang melaut seharian namun tak kunjung mendapat ikan. Kita mengernyitkan dahi kita, kemudian menatap langit sambil berkata; lho, katanya Rahman Rahiim? Kok sampai sekarang saya belum mendapat ikan? Padahal sudah sampai tengah laut dan sudah berulang kali melemparkan jaring.

Tapi, sepertinya kita juga tidak perlu mengumpat ketika suatu kali kemudian kita diberi cobaan. Tak perlu juga kita kemudian sesumbar; lho, masalah di laut jangan dibawa-bawa ke darat dong….

Ada sebuah ungkapan: “Badai pasti berlalu”. Benar, badai pasti berlalu. Seperti halnya hari, tidak selalu hujan. Akan ada awan cerah yang datang, angin sejuk yang berhembus. Tetapi jangan salah, berlalunya badai akan terganti dengan badai-badai yang baru. Cerahnya siang hari akan berganti dengan dengan gelapnya malam hari.

Avenger Almighty, Maha Pemberi Balasan. Seperti apa balasan yang disiapkan? Kapan balasan itu tiba? Mekanisme yang bagaimana yang disiapkan oleh Allah untuk membuktikan bahwa Dia adalah Avenger Almighty? Mari duduk melingkar bersama di Majelis Masyarakat Maiyah, mari kita mentadabburi bersama salah satu Asma Allah ini. Mari kita sinau bareng di Kenduri Cinta.

Lainnya

Neteg Nutug

Neteg Nutug

Sejatinya hidup ini adalah pilihan. Memilih hidup sesuka hati, atau hidup sesuai kehendak yang memberi hidup itu sendiri, terserah kita.

Tungtung Teuteupan

Tungtung Teuteupan

Tema yang disajikan di majelisan Lingkar Daulat Malaya kali ini, merujuk pada judul buku sekaligus bagian judul sajak sunda karya Kang Acep Zam Zam Noor, ‘Tungtung Teuteupan’.