Berani Bertanya, Kunci Membuka Pintu Ilmu
“Sinau Tanpa Batas” adalah tema Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di halaman Universitas Hasyim Asyari (Unhasy) Tebuireng Jombang, pada Jumat (1/11/2019).
Acara yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-35 Universitas Terbuka dan Hari Santri Nasional, dihadiri Emil Dardak Wakil Gubernur Jatim, KH. Abdul Hakim (Gus Kikin), selaku Wakil Pengasuh Tebuireng dan Drs. Moh. Muzammil, M.M. sebagai Wakil Rektor Bidang Pengembangan Institusi dan Kerja Sama Universitas Terbuka.
Penandatanganan MoU antara Universitas Terbuka dengan Pesantren Tebuireng juga menjadi bagian dari acara Sinau Bareng.
Lokasi acara yang bersebelahan dengan Museum Islam Nusantara atau dikenal sebagai Museum Gus Dur, dipadati oleh masyarakat umum dan santri Tebuireng.
Pukul 20.30 Mbah Nun tiba di lokasi. Ayat Kursi dibaca sebagai pembuka. Tiba pada ayat wa laa yauuduhu hifdhuhuma diulang sembilan kali.
Sesuai dengan tema Sinau Bareng Mbah Nun menggoda jamaah. “Selama mengenyam pendidikan hingga Perguruan Tinggi, Anda diajari untuk menjawab pertanyaan atau membuat pertanyaan? Orang belajar itu pintar menjawab apa pintar bertanya?,” tanya Mbah Nun. Tentu ini bukan sekadar guyonan atau ejekan. Ilmu yang diperoleh bergantung pada cakrawala sejauh dan sedalam apa pertanyaan yang kita bentangkan.
“Anda belum akan mendapat ilmu selama Anda tidak rajin membuat pertanyaan atau menjadikannya pertanyaan,” tandas Mbah Nun.
Hal itu disampaikan Mbah Nun saat memberi tanggapan atas sambutan Drs. Moh. Muzammil, M.M., terkait ajakan kepada masyarakat untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka.
Kalau kita tidak tahu apa yang kita tanyakan, kita tidak berhak mendapat jawaban. Kalau kita tidak mengerti apa yang kita tanyakan, kita tidak akan memperoleh jawaban atas pertanyaan itu.
Hal ini ditegaskan Mbah Nun untuk menggeser paradigma dan sikap berpikir. Pasalnya, kita telah “terjebak” oleh metodologi berpikir bahwa orang pintar adalah orang yang pandai menjawab pertanyaan.
Demikian pula Sinau Bareng kali ini. Mbah Nun meminta jamaah menyebutkan satu surat dari Al-Qur’an terkait tema belajar. Mereka pun menjawab surat Al ‘Alaq. Tidak berhenti di sini. Mbah Nun pun menantang jamaah membuat pertanyaan dari ayat berikut: iqra, ‘allamal insaana maa lam ya’lam, dan alladzii ‘allamal bil qolam.
Ini metode belajar yang tidak lazim. Di tengah situasi belajar yang didominasi oleh kemahiran “menjawab pertanyaan”, Mbah Nun menawarkan keberanian “bertanya” untuk menjelajah cakrawala ilmu–meluas dan mendalam sekaligus.
Sikap berani bertanya juga menjadi salah satu metode untuk mentadaburi Al-Qur’an. Kita berdialog dengan ayat-ayat Al-Qur’an secara intens dan personal. Bukankah Al-Qur’an diturunkan untuk manusia, ya kita semua ini?
Dari keberanian bertanya kita bisa memetik beribu-ribu, berjuta-juta, bahkan nyaris tiada batas jumlah butiran ilmu, hikmah, cahaya yang dikandung oleh satu saja dari ayat Al-Qur’an. Misalnya, ayat ‘allamal insaana maa lam ya’lam, adalah gudang bagi segala kunci pengetahuan, ilmu dan lelaku.
Untuk itu, kelompok belajar segera dibentuk. Jamaah diwakili oleh tiga kelompok, yakni santri Tebuireng, mahasiswa Unhasy dan masyarakat. Masing-masing kelompok menerima pertanyaan (baca: Bekal Mbah Nun untuk Sinau Bareng di Tebuireng).
Ini pertanyaan bukan semacam soal ujian yang akan dinilai benar atau salah. Juga bukan untuk membuka perdebatan, polemik, udur–uduran, eyel–eyelan. Mbah Nun sedang membuka pintu kesadaran, sambil mengingatkan agar kita kembali belajar, selalu belajar, terus belajar, melihat dan menyikapi sejarah, fakta hari ini dan kemungkinan perjalanan masa depan.
Melihat bahan pertanyaan yang diajukan Mbah Nun, memang terasa riskan dan mudah menyulut sikap curiga, terutama menyikapi kenyataan politik yang menimpa Nahdlatul Ulama pasca pemilihan presiden. Namun, anak-anak muda yang hadir malam ini perlu belajar kembali, memasang sekaligus meneguhkan kuda-kuda berpikir, sebab mereka yang akan memimpin NU di masa akan datang.
Bagaimana hasil diskusi ketiga kelompok ini? Ikuti terus laporan Sinau Bareng di Tebuireng.