Belajar Memaafkan
Senin 10 Juni 2019, bertempat di Auditorium UNY, keluarga besar UNY menyelenggarakan halal bihalal pada pukul 8 pagi. Dalam silaturahmi ini oleh UNY, Mbah Nun diminta untuk menyampaikan beberapa hal bersama Prof. Suminto Sayuthi. Berikut beberapa kunci ilmu yang bisa disarikan dari Mbah Nun.
1- Aslinya dalam hidup itu ada “kolusi-kolusi” sama Allah. Seperti ketika Rasulullah SAW memimpin perang badar, dengan pasukan yang sangat terbatas tetapi berhasil mengalahkan musuh. Rumus yang digunakan oleh Rasulullah Saw adalah in lam takun ‘alayya ghodlobun falaa ubaalii.
2- Sebuah rumus dialog yang sangat privat dengan Allah, mempertaruhkan semua yang ada, asalkan Allah tidak marah kepada kita, maka bereslah hidup kita. Betapa kita akan sangat menderita jika Allah marah kepada kita.
3- Perang badar kita hari ini adalah jihad akbar melawan diri kita masing-masing. Dan perang melawan diri kita sendiri adalah salah satu inti dari nilai puasa. Dan puasa di bulan Ramadlan adalah sebuah madrasah kita selama satu bulan menjadi bekal untuk menjalani puasa sepanjang tahun.
4- Allah sendiri sangat murah hati kepada kita, dan Allah sangat mafhum terhadap kondisi kita. Jika dalam suasana Idul fitri menjadi momentum untuk maaf-memaafkan, apakah secara logika kita cukup untuk menghapus semua kesalahan yang pernah kita perbuat?
5- Jika belajar memaafkan, salah satu sosok yang bisa kita teladani adalah Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Ketika suatu hari ada Onta yang jatuh terpeleset di sebuah jalan, di wilayah kekuasaannya, Sayyidina Umar begitu menyesal dan merasa bersalah. Begitulah seharusnya seorang pemimpin, berusaha sebaik mungkin melayani rakyat, dan momentum Idul fitri seharusnya menjadi momentum bagi pemimpin untuk meminta maaf kepada rakyatnya. Bahkan, seharusnya sibuk meminta maaf kepada rakyatnya, karena sudah pasti banyak hal yang telah dilakukan oleh pemimpin dan tidak memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya.
6- Hidup ini begitu ringan oleh Allah, maka Allah menyediakan metode shalat, puasa dan ibadah mahdloh yang lain adalah dalam rangka memudahkan kita untuk mencapai pertemuan agung dengan Allah. Kita dipermudah mengenal Allah, dengan wasilah Rasulullah Saw yang mengantarkan kita.
7- Idul Fitri itu kembali ke fitrah, kembali ke fitri, kembali ke fitrahnya manusia. Sementara Idul Adha adalah peristiwa yang lebih besar dan lebih berat, karena dalam Idul Adha kita mengorbankan sesuatu yang kita cintai untuk kita persembahkan kepada Allah sebagai bukti pengabdian kita.
8- Wa maa utiitumu-l-‘ilma illaa qoliilaan. Allah sendiri menyatakan bahwa hanya sedikit saja ilmu yang diberikan kepada kita. Ada begitu banyak hal yang tidak kita ketahui jika dibandingkan dengan semua hal yang kita ketahui. Maka, Allah memiliki sifat rahman dan rahim sebagai simbol utama untuk membuktikan betapa murah hatinya Allah kepada kita.
9- Dalam suasana halal bi halal ini, yang utama adalah kita bersyukur, mengucapkan alhamdulillah karena kita telah diberi kesempatan untuk menjalankan ibadah puasa, yang meskipun sudah pasti kita tidak lukus dari madrasah ramadlan, namun Allah memberi kita keberkahan idul fitri, kemudian dalam budaya dan tradisi kita merayakan idul fitri salah satunya melalui halal bi halal ini. Hakikatnya, halal bi halal adalah ridhlo bi ridhlo, sama-sama ikhlas, sama-sama rela, sama-sama lega hatinya satu sama lain.