Sang Purnama Sidhi, Keluwesan Memperluas dan Mempersempit Jarak Pandang
Perhitungan Kalender Hijri
Terkait fase bulan, penjelasannya sangat rumit bahkan bagi saya sendiri, yang baru memulai sinau kalender sejak 2010. Tetapi, untuk sekadar membuat jadwal fase bulan, telah tersedia rumus-rumus yang tinggal pakai saja dari para master ilmu falak. Dari sinilah kemudian saya buatkan Jadwal Fase Bulan selama 888 tahun, sebanyak 222 halaman A4. Seperti contoh di bawah ini.
Dari contoh jadwal fase bulan di atas dapat kita lihat bahwa puncak purnama (full moon) bisa terjadi pada jam berapa saja, tidak selalu pada malam hari. Karena salah satu rumus yang ada dalam perhitungannya menggunakan Siklus Sinodis Bulan, yaitu 29,530588853 hari (29 hari 12 jam 44 menit 2,887 detik)
. Inilah waktu yang dibutuhkan oleh bulan untuk satu kali mengitari bumi dengan kerangka acuan (pengamat) matahari.
Dari waktu rerata 1 Bulan Sinodis di atas itulah kemudian disusun usia bulan Kalender Hijri aritmatis. Tetapi usia 1 bulan Sinodis tidaklah bulat. Lebih dari 29 dan kurang dari 30. Oleh karena itu kemudian usia bulan diatur bergantian 30 hari untuk bulan dengan nomor urut ganjil dan 29 hari untuk bulan nomor urut genap. Sehingga dalam 1 tahun ada 354 hari, rerata usia bulan adalah 354/12 = 29,5
hari.
Jumlah 1 tahun aritmatis ini kurang 0,367066236
hari dari waktu 1 tahun sinodis. Artinya, jumlah hari setiap tahunnya lebih cepat 8 jam 48 menit 34,523 detik dari peredaran bulan yang sebenarnya. Dalam waktu hanya 3 tahun selisihnya sudah 1 hari, dan dalam waktu 30 tahun menjadi 11 hari lebih cepat dari peredaran bulan yang sebenarnya. Maka, untuk mengoreksinya, dalam siklus 30 tahun harus ada tambahan 11 hari. Penambahan 1 hari diletakkan di akhir tahun (bulan ke-12). Yang asalnya usia bulan 29 hari menjadi 30 hari. Sehingga ada 11 tahun yang usia tahunnya menjadi 355 hari. Tahun-tahun yang diberi tambahan 1 hari inilah yang disebut Tahun Kabisat atau Tahun Wuntu dalam bahasa Jawa.
Karena itulah kemudian muncul beberapa pendapat dari para ahli yang menyusun pola atau variasi peletakan tahun kabisat. Pola-pola tahun kabisat ini berbeda-beda sesuai komunitas yang menggunakannya. Yang saya gunakan adalah pola 16-Based, sebagaimana digunakan oleh al-Fazariy, al-Khwarizmi, al-Battani, Toledan Tables, Alfonsine Tables. Sedangkan yang digunakan oleh Microsoft adalah pola 15-Based, atau disebut algoritma Kuwait.
Pada pola 16-Based, 11 tahun kabisat dalam siklus windu Hijri/Arab terletak pada tahun ke-2
, 5
, 7
, 10
, 13
, 16
, 18
, 21
, 24
, 26
, dan 29
. Dengan demikian, selama 30 tahun (360 bulan) terdiri dari (19 × 354) + (11 × 355) = 6.726 + 3.905 = 10.631
hari.
Dengan terbentuknya Siklus Windu 30 tahunan ini, selisih Kalender Hijri (matematis) dan Siklus Sinodis (astronomis) hanya –34,525 detik/tahun, dan baru menjadi –1 hari setelah 2503 tahun Hijri (tahun 3050 Masehi). Selisih ini sangat kecil, mengingat hingga saat ini tahun Hijri masih tahun 1439, sehingga belum waktunya dilakukan koreksi +1 hari.