CakNun.com

Ber-Bhineka Tunggal Ika dengan Efisien

Catatan Sinau Bareng HUT ke-187 Banjarnegara, 25 Agustus 2018

Mbah Nun mengajak semua yang hadir untuk mensyukuri Banjarnegara yang sudah mencapai usia ke-187. Usia Banjarnegara lebih sepuh dari NKRI, oleh karena itu Banjarnegara tidak meminta apa-apa dari NKRI, tetapi Banjarnegara selalu siap sedia apabila diminta untuk membantu NKRI. Ulasan tersebut kemudian dibabar secara lebih luas hingga berbagai sendi persoalan aktual yang sedang terjadi saat ini.

Di antara persoalan aktual yang diangkat malam hari itu adalah mengenai tema Kebhinekaan. Saya merasa memang tema tersebut tepat untuk diangkat. Yakni bagaimana kita sudah begitu fasih meneriakkan Bhineka Tunggal Ika, tetapi masih harus dimuhasabahi bagaimana praktek pelaksanaannya.

Seperti yang kita lihat bersama hari-hari, kehidupan kita dikepung dengan slogan-slogan, dengan jargon-jargon, dengan semboyan-semboyan. Mulai dari slogan untuk kepentintangan iklan, hingga berbagai kepentingan kampanye mulai dari kampanye sosial, budaya, lingkungan hidup hingga kampanye politik praktis.

Sejauh yang saya amati, tdak ada yang jelek dari slogan-slogan itu. Akan menjadi jelek adalah ketika sebuah hal yang sebetulnya sangat baik, justru berhenti sebatas menjadi slogan. Kekhawatiran inilah yang saya tangkap sehingga mengapa pada malam hari itu Mbah Nun mengajak agar kita Ber-Bhineka  Tunggal Ika dengan efisien.

Yakni, agar Kebhinekaan jangan diboros-boroskan sebatas sebagai slogan belaka. Kekhawatiran ini menurut saya riil adanya. Ditandai bagaimana sekarang muncul istilah politik identitas. Yakni sesiapa yang meneriakkan slogan Kebhinekaan mengidentifikasi dirinya menjadi kelompok yang paling bhineka diantara kelompok yang lain. Lah ini bagaimana coba, kita menerikakkan kebhinekaan, tetapi kita sendiri justru tidak mewadahi keberagaman. Bukankah ini adalah bentuk pemborosan di dalam kita ber-Bhineka Tunggal Ika?

Mbah Nun begitu telaten dan begitu mengalir menyampaikan pembahasan ini. Mbah Nun mencontohkan praktik-praktik yang demikian sederhana. Diantaranya Mbah Nun menerangkan agar kita belajar Kebhinekaan dengan merenungi keteladanan dari hewan-hewan. Ayam ya berkokok saja, jangan mengembik. Kambing ya mengembik saja, tidak perlu mengguguk. Begitulah hewan-hewan mempraktekan fitrah keberagaman diantara mereka.

Tidak perlu kita harus uring-uringan kalau ada orang mengucap ‘syalom. Bagi kita yang muslim, dijawab saja waalaikumussalam’. Orang Islam tidak perlu merasa tertuntut untuk mengucapkan rentetan ragam salam ketika mengawali pembicaraan. Hal tersebut disampaikan tentu saja bukan sebagai fatwa, melainkan lebih kepada Mbah Nun mengajak untuk mendudukkan cara berfikir kita.

Saking pentingnya Ber-Bhineka dengan efisien, KiaiKanjeng semakin menginternalisasi tema tersebut dengan membawakan fragmen khusus disela-sela lagu One More Night dibawakan oleh Doni. Dengan apik Doni dan Mas Jijit memandu jamaah membawakan koor lagu-lagu daerah Banjarnegara dan lagu Indonesia secara bersama-sama. Meski berbeda nyanyian, tetapi tidak menjadikannya gaduh, tetap harmony. Begitu gambaran Ber-Bhineka dengan efisien dengan praktek yang sederhana, bukannya dengan slogan-slogan yang riuh yang justru berpotensi menyakiti kelompok yang berbeda dengan kita.

Sesi demi sesi pun terus bergulir. Mbah Nun juga sempat mewanti-wanti untuk setiap kita menjaga kewaspadaan memasuki tahun 2019. Kita mesti waspada terhadap kelompok-kelompok yang sedang bersaing, yang di antara mereka sebetulnya tidak saling percaya satu sama lain dan juga mereka saling membenci. Mbah Nun mengajak agar kita tidak terseret dalam arus tersebut.

Lewat tengah malam Sinau Bareng masih terus bergulir. Mbah Nun mengajak untuk masyarakat Banjarnegara di kemudian hari melestarikan ajang-ajang Sinau Bareng seperti malam hari itu. Sinau Bareng yang tidak harus mengundang tokoh, demikian Mbah Nun menyampaikan. Semua duduk bersama-sama berdiskusi atas berbagai hal. Nanti Pak Bupati yang mentraktir kopinya.

Demikianlah kegiatan Sinau Bareng berlangsung. Suhu dingin malam hari Kota Banjarnegara ternafikan oleh kehangatan kebersamaan malam hari itu. Seandainya kita tidak bisa ikut membenahi masalah-masalah Bangsa ini, setidaknya kita tidak ikut menambah masalah akibat enggan sinau. Kita semangat untuk sinau bareng adalah kontribusi yang nyata yang bisa kita berikan untuk Bangsa ini.

Lainnya