CakNun.com

Sinau Memilah Karep Butuh Nyatanya

“Karep saya, saya jadi presiden. Butuhnya saya, Mbah Nun jadi presiden. Tapi nyatanya, Jokowi yang presiden," begitu Dik Alfu Salam merespons simulasi Mbah Nun.

Berbarengan dengan Mbah Nun membawa hadirin, masyarakat, dan jamaah untuk berpikir dasar dan mendasar, sebuah simulasi juga diintroduksi Mbah Nun. Empat orang diminta bersiap menjawab pertanyaan Mbah Nun.

Pertanyaan itu sederhana: jelaskan apa karep atau maumu, jelaskannya kebutuhanmu, dan jelasnya apa yang nyatanya terjadi. Ini untuk tiga wilayah: keluarga, masyarakat, dan negara.

Empat orang ini sengaja diambil dari generasi usia yang berbeda: belasan tahun, tiga puluhan dan empat puluhan.

Sungguh tidak terduga, dan bikin tertawa. Sementara perespons pertama yang berusia 37 terbata-bata memahami maksud Mbah Nun dengan tiga kategori itu, kontras dengan si anak muda belasan tahun yang merespons dengan jelas dan lugas.

Karep saya, saya jadi presiden. Butuhnya saya, Mbah Nun yang jadi presiden. Tapi nyatanya, Jokowi yang presiden,” katanya disambut geerr dan tepuk tangan hadirin.

Suasana simulasi ini sudah layaknya dialog di Maiyahan selama ini. Yakni merdeka, enjoy, tapi saling menjaga keseimbangan. Bu Lurah, Pak Camat, dan pemuka lainnya sangat menikmati model Sinau Bareng Mbah Nun ini.

Terlihat bahwa bibir-bibir jamaah terkatup seiring konsentrasi dan perhatian mereka menyimak wedaran Mbah Nun, dan sekonyong-konyong bibir-bibir itu terbuka lebar tertawa setiap kali kejutan-kejutan logika humoris Mbah Nun mencuat di tengah Mbah Nun mempraktikkan analisis atau berpikir runtut dan metodologis tapi dalam bahasa yang tetap mudah dipahami. Kemampuan memilah antara kehendak (karep), kebutuhan, dan kenyataan adalah metode sederhana tetapi belum tentu kita semua mampu dan terlatih. Malam ini Mbah Nun mengajak semuanya mencoba menyimulasikannya.

Foto: Adin (Dok. Progress)
Lokasi: Gumulan, Klaten Tengah, Klaten - 21 April 2017

Lainnya