Engkau dan Ibumu
Mbah Sot mengeluh amat mendalam sampai cengeng, “Andaikan aku berilmu, apa yang bisa dibanggakan dari ilmu itu kalau kebanyakan penduduk dunia menuhankan yang bukan Tuhan. Mayoritas ummat manusia di bumi memiliki dan memakai suatu jenis akal dan formula logika bahwa yang disebut Tuhan itu bisa dilihat, digambar, dipatungkan, bahkan patung itu bisa diproduksi secara massal”
“Apa gunanya semua ilmu yang andaikan sudah terhimpun dalam memori otakku? Apa manfaat segala pengetahuanku, hingga yang mendekat-dekat ke angkasa kegaiban, yang membuatku sedikit bisa meraba perbedaan hakiki antara Tuhan yang sejati dengan sesuatu yang selain Ia yang dituhan-tuhankan?”
“Andaikan aku dulu bersekolah, apa yang dilakukan oleh Sekolah dan Universitas itu selain mengantarkanku kepada penggunaan akal yang entah ciptaan siapa? Akal yang bisa menerima bahwa Tuhan dilahirkan, Tuhan muncul ke dunia secara fisik sebagai bayi, kemudian dibesarkan oleh alam, cuaca, dan Ibunya. Kemudian Tuhan mengajar secara kasat mata di sebuah ruangan. Dan pada akhirnya Tuhan bisa ditangkap oleh tentara Kerajaan, kemudian diseret, diikat di atas kayu, disiksa dan dibunuh?”
“Kalau yang dituhankan itu sesungguhnya adalah penjelmaan atau perwujudan Tuhan yang sebenarnya, adalah manifestasi biologis, adalah Gusti Ngejowantah – maka apakah ada setitik debu, sebutir udara, daun alang-alang, sepercik air dan apapun saja dalam kehidupan ini yang bukan Gusti Ngejowantah? Siapa selain Tuhan yang sungguh-sungguh ada, selain Ia sendiri, yang tan keno kiniro tan kinoyo ngopo?”.
“Apakah engkau mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan Ibuku Tuhan selain Allah?”. [1] (Al-Maidah: 116).