Bola Mata Meloncat Keluar
Nabi Musa As ditanya oleh salah seorang dari ummatnya: “Wahai Nabiyyallah, adakah hamba Allah yang lebih tinggi maqamnya di sisi Allah?”. Beliau menjawab, “Aku kira tidak ada yang lebih tinggi maqam dan kedekatannya kepada Allah dari aku”.
Tapi beliau bersegera bertanya kepada Allah tentang kesimpulan yang dikandung oleh jawabannya itu. Allah menjawab, “Aku akan mengirim Malaikat-Ku agar mengantarkanmu kepada hamba yang paling tinggi kedudukan dan kedekatannya kepada-Ku”.
Malaikat mengantarkan Nabi Musa menemui seorang tua renta yang duduk tak berdaya karena penyakit parah yang membuat kedua bola matanya seperti hendak meloncat keluar. Beliau menyapa orang tua ini dan berkata, “Aku akan berdoa kepada Allah memohon kesembuhanmu dan terangkatnya seluruh deritamu”.
Orang tua ini menjawab, “Jangan wahai Nabiyyullah. Biarlah aku seperti ini, karena pilihan Allah pasti lebih baik dari pilihanku sendiri. Aku ridla dan nyaman atas apa yang terjadi padaku. Baru saja Allah mengambil penglihatanku, dan pastilah itu yang terbaik bagiku”.
Maha Suci Allah. Jiwaku tidak terutama menangis, melainkan merasa malu. Sebab seluruh yang pernah kugagas, kuucapkan, dan kutuliskan, sesungguhnya mengandung banyak penolakan dan potensi ketidak-ridlaan terhadap ketentuan Allah. Aku bagaikan tak berwajah di hadapan-Nya. Aku tak boleh berhenti belajar Iqra`.
Padahal ilmu tertinggi yang Allah anugerahkan adalah: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. [1] (Al-Baqarah: 216).