Konser 8 (NuMerapi)
Keberangkatan “Konser8” adalah rasa syukur MVKK sebagai penduduk Yogyakarta atas perkenan Tuhan agar dinamika erupsi gunung Merapi tidak sampai ke “level 9” – kadar tertinggi letusannya — sehingga puji Tuhan kota Yogya tidak jadi dikosongkan, sebagaimana yang semula diperhitungkan akan dilaksanakan.
Pada MVKK (Mbak Via KiaiKanjeng, red) dan Komunitas Maiyah “kepastian” (insyaAllah) perkenan mulai menurunnya erupsi Merapi itu diketahui dan diyakini pada momentum tgl 8 November 2010 pagi sesudah Subuh. Pada hari itu supply kesejahteraan dari Merapi kepada penduduk di lereng-lerengnya sudah maksimal, hadiah pasir dan debu penyuburan tanahnya sudah melebihi apa yang Merapi lakukan pada tahun 2006.
Dengan niat dan janji bahwa jika satu dua bulan mendatang wilayah seputar Merapi sudah tenang dan recovered (kecuali desa-desa yg luluh lantak total sehingga penduduknya memerlukan relokasi) maka MVKK dan CNKK (Cak Nun dan KiaiKanjeng, red) akan naik ke titik-titik di Merapi, ke kantung-kantung penduduknya, untuk melakukan “maiyahan” bersama (bersilaturahmi, meneguhkan cinta dan persaudaraan, merundingkan segala aspek kehidupan kini dan mendatang). Sebagaimana pada 2006 MVKK CNKK melakukan hal yang sama di 7 Kecamatan Bantul pasca gempa.
“Konser8” adalah upaya “numerapi” (mengenali, mengapresiasi dan mencintai lebih mendalam, lebih meluas dan mengkhusyuk) ekspressi-ekspressi peradaban Merapi, agar lebih memiliki kasih sayang dan ilmu untuk bersimpati kepada kehidupan dan memberi empati kepada penghuni kehidupan. MVKK akan melantunkan sejumlah nomer musik dan karya cinta melalui bebunyian, yang berangkat dari spirit itu.
Merapi tidak pernah meletus dan menciptakan bencana. Merapi memerlukan saat-saat tertentu secara berkala untuk “punya gawe”, menjalankan tradisi lelaku eksistensinya, menyalurkan rahmat dan barokah dari Sang Pencipta kepada ummat manusia. Dengan harapan para manusia bersedia mempelajari irama Merapi itu, mengikhlaskan sikap untuk saling berkomposisi dan berharmoni dengan kewajiban hidup gunung Merapi secara ruang dan waktu.
Seribu tahun yang lalu Gunung Merapi mendekap Candi Borobudur, menyembunyikan di dalam pelukan debunya, sampai 8 abad kemudian ummat manusia menemukan persembunyian Borobudur. Erupsi 2010 Merapi menyebar wacana jangkauan lebih 30 km ke arah selatannya, mungkin untuk memberi tanda kepada manusia bahwa ada candi lain yang lebih besar dari Borobudur yang masih nyenyak dalam dekapan abu pasir tanah Merapi selama berabad-abad di lokasi sekitar 20 km arah utara pantai Laut Selatan. Bahkan abu Merapi 2010 sangat berkecenderungan menuju arah barat yang cukup jauh, mungkin untuk menyampaikan kabar bahwa ada candi lain berbentuk Piramid di wilayah Garut, yang masih terlelap di pelukan abu pasir tanah kasih sayang Merapi.
Sesungguhnya yang disebut “Bencana Merapi” sedang mulai berlangsung, justru sesudah gunung Merapi menyempurnakan upaya penyejahteraan dan penyuburan atas penduduk di lingkungannya. “Bencana Merapi” yang sesungguhnya adalah pada penanganan nasib penduduk pasca erupsi, kapitalisasi bencana, wisata bencana, eksploitasi penderitaan, dismanagemen pengelolaan sosialnya, tidak tegasnya regulasi dan aturan-aturan Negara yang berkaitan dengan itu semua.
Sebagaimana terhadap Merapi dan semua makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan, MVKK melarang dirinya untuk bermuatan amarah dan dendam, maka terhadap “Bencana (sosial) Merapi” itupun MVKK mengekspresikan kasih sayangnya. Nomer-nomer musik MVKK berangkat dari 1 (satu) dan membatasi diri maksimal sampai kadar 7 (tujuh).
MVKK memilih sikap tidak perlu memijakkan kaki di puncak 9, agar tidak mentok mandeg dan kemudian harus bersegera ke titik 0 (nol) kembali. Kadar 9 di ‘telan’ melalui pernyataan cinta dan pengharapan kepada Sang Maha Pencipta, serta merelakan untuk tidak usah menjadikannya ‘wujud’ di hamparan keduniaan — kemudian spirit 9 itu dirohanikan di wilayah 8, diabadikan, dilicinkan secara siklikal tanpa akhir, sebagaimana ujung pena menggoreskan 8 tanpa bisa menemukan titik untuk mengakhirinya.