CakNun.com
Daur-II206

Tiga Bencana Besar

Seger pernah mendengar dari Paklik Sapron, bukan dari tiga Pakde yang dewasa ini intensif berinteraksi dengannya dan teman-temannya, tentang Mbah Markesot menggambarkan ada suatu era dalam sejarah di mana Kaum Muslimin berhijrah dari pusat pengelolaan atau kekuasaan Tanah Jawa, dan belum kembali sampai hari ini.

Pakde Sundusin, Brakodin, dan Tarmihim agak kaget juga ternyata anak-anak muda ini lebih serius dan rajin dibanding yang diketahuinya.

“Di sekitar pertengahan millennium yang lalu, terdapat seorang tokoh besar, harus melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, di tengah tiga bencana besar yang melindas Pulau Jawa bagian timur dan tengah”, demikian Seger menirukan apa yang didengarnya dari Paklik Sapron dulu, tentang yang didengarnya dari Mbah Markesot.

“Yang disebut pekerjaan besar oleh tokoh besar yang juga seorang Wali besar itu adalah menyelamatkan manusia dari bergulirnya guncangan-guncangan sejarah yang sama sekali tidak mudah untuk diatasi. Bencana pertama sesungguhnya disebut bencana hanya karena bertentangan dengan kemapanan hidup manusia, dalam hal ini sebuah Kerajaan besar yang berdiri megah dan memangku wilayah amat luas hingga ke utara dan barat Nusantara. Semburan lumpur besar-besaran dari perut bumi meluluh-lantakkan lahan-lahan penghidupan rakyat. Terguncang pulalah perekonomian Kerajaan besar itu”

Ketika itu sang tokoh besar belum genap berusia tiga puluh tahun. Ia juga terguncang dan terhimpit antara keprihatinannya oleh bencana itu, tapi sekaligus oleh pergolakan jiwa mudanya yang tergetar jika datang tantangan kepadanya. Ia membuka Kitab Suci dan mendapatkan: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Allah tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. [1] (Al-Isra: 16).

Lainnya

Sastra Hutan & Sastra Pohon

Sastra Hutan & Sastra Pohon

Dunia Hutan

Dengan menggunakan metafora ‘dunia hutan’ dan ‘dunia pohon’, saya berharap agar pembicaraan kita bisa lebih terasa ‘sehari-hari’.