CakNun.com
Majelis Ilmu Kenduri Cinta, 10 Februari 2017

Khandaq Cara Berpikir

Jamaah telah penuh sejak pukul 21.00 WIB di pelataran Taman Ismail Marzuki, bahkan banyak yang ikut wirid Ta’ziiz dan Tadzlil, juga Wabal. Kenduri Cinta yang berlangsung di Ibu Kota negeri ini menjadi tempat warga Jakarta untuk ngangsu kaweruh kepada Cak Nun sebagai salah satu marja’ Maiyah dalam mencari keseimbangan berpikir, keseimbangan cara pandang. Tentu utamanya mereka butuh keseimbangan dalam berpijak untuk menentukan sikap dalam pemilihan Gubernur DKI yang telah menyita alam pikir mereka dalam beberapa bulan terakhir. Juga keseimbangan dalam melihat kegaduhan seputar Pilkada yang sulit dihindari warga Jakarta, bahkan gaduhnya hingga seluruh Tanah Air.

Diskusi pun sudah hidup sejak awal. Tema Kenduri Cinta kali ini mengambil hikmah dari Perang Khandaq. Sebuah peperangan yang sangat bersejarah, menggunakan strategi penggalian parit di wilayah terluar kota Madinah. Strategi parit ini diprakarsai oleh Salman Al Farisi, salah seorang Sahabat Rasulullah Saw yang berasal dari Persia. Strategi penggalian parit ini merupakan strategi peperangan yang baru pada zamannya, dan strategi ini tidak diduga sebelumnya oleh pasukan musuh Islam saat itu.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Jamaah telah penuh sejak pukul 21.00 WIB

Dari perang Khandaq ini kita belajar bersama bahwa Islam sangat rentan dihancurkan dengan cara infiltrasi melalui perpecahan di lingkungan internal. Dalam diskusi awal, menurut Adi, fundamentalisme adalah sebuah pondasi komitmen yang sangat kuat. Sehingga kita memahami mana yang haq dan mana yang batil. Kenapa ummat Islam sangat rentan dihancurkan dari dalam? Karena terdapat ketakutan yang belebihan yang dirasakan oleh Ummat Islam sendiri, sehingga banyak yang mengambil jalan pintas, di antaranya adalah berkhianat terhadap Islam dan menyeberang ke kelompok musuh demi kepentingan pribadinya.

Dinamika komunikasi berjalan dengan asyik di setiap Maiyahan, pun di Kenduri Cinta. Dalam diskusi ini, Bang Mathar memiliki pendapat, bahwa Tauhid dalam Islam merupakan sebuah fundamentalisme yang mutlak. Tauhid ini diimplementasikan dengan perbuatan nyata dan kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Rukun Islam dan Rukun Iman merupakan perangkat yang sudah disiapkan dalam Islam. Apa yang disampaikan Bang Mathar ini sejatinya merupakan tonggak yang ditancapkan dengan kokoh di Maiyah, bahwa Tauhid merupakan pondasi yang paling dasar dalam segala hal. Dalam kehidupan sehari-hari individu, di bidang politik, perdagangan, sains, pendidikan, kesenian, kehidupan bernegara, dll.

Warga Jakarta Disuguhi Tiga Jenis Makanan

Menjelang pukul 24.00, hujan turun menyapa para jamaah. Karpet yang sebelumnya digunakan untuk alas, diubah menjadi terpal agar mereka tidak kehujanan. Sebagian merapat di panggung. Seperti Kenduri Cinta biasanya saat hujan turun. Hujan bukan sesuatu yang disesali, tapi ia merupakan anugerah yang selalu disyukuri Jamaah Maiyah di setiap Maiyahan di manapun diselenggarakan.

Mengawali diskusi selanjutnya, Cak Nun menyampaikan tentang ketakjubannya pada jamaah yang tetap setia mengikuti Kenduri Cinta walaupun hujan dan harus basah-basahan. Tentu hal tersebut menambah cinta Cak Nun pada jamaah. Kesetiaan jamaah yang bertahan hingga akhir acara, meskipun hujan turun merupakan sebuah investasi masa depan kepada Allah SWT. Bahkan di beberapa Maiyahan terakhir, jamaah menduduki tanah yang tergenang air hujan hampir seperti kolam. Dan mereka tidak berpindah tempat, meluangkan waktu untuk ikut berpikir hingga acara berakhir.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Berlindung dengan alas duduk. Foto: Gandhie

Menyinggung tema, perihal fundamentalisme khandaq ini, Cak Nun menegaskan bahwa kita harus memahami dahulu posisi kita ada di mana. Situasi di Jakarta menjelang Pilkada Jakarta sudah tentu banyak jamaah yang menunggu bagaimana pernyataan Cak Nun mengenai konstelasi politik di Jakarta saat ini. Cak Nun memberikan perumpamaan bahwa dalam Pilkada Jakarta kali ini rakyat disuguhi tiga jenis makanan, di mana dua di antaranya belum tentu enak (sepoh), sedangkan yang satu dari tiga makanan itu sudah jelas racun.

Di Maiyah, atas segala sesuatu yang terjadi, kita diajak untuk melihatnya dalam rentangan yang sangat luas dan komprehensif hingga awal mula penciptaan manusia. Cak Nun menyampaikan bahwa Allah akan membikin manusia menjadi khalifah di bumi, lalu ada malaikat yang tidak terima bahwasanya manusia hanya akan merusak dan membunuh satu sama lainnya. Maka mulai saat itulah, sang malaikat pembantah tersebut diberi peran antagonis sebagai Iblis. Maka sesuai janjinya, Allah menciptakan manusia lalu menaruhnya di surga. Iblis protes, kenapa adam di surga bukan di bumi seperti janji Allah? Maka di sinilah peran Iblis, Allah mengizinkannya untuk menggoda Adam.

Iblis berwujud malaikat lah yang berhasil membujuk Adam untuk mengingkari larangan Allah. Adam pun terjebak dan tertipu karena beliau belum terdidik oleh pengalaman untuk membedakan antara Iblis dengan Malaikat. Talbis pertama pun terjadi saat Iblis berlaku sebagai malaikat. Talbis Iblis ini merupakan cerminan yang banyak terjadi saat ini, layaknya pencitraan yang menipu banyak orang. Dalam Talbis tersebut banyak kemunafikan yang ditunjukkan kepada orang lain, walaupun tentu yang paling berbahaya ialah kemunafikan kepada diri sendiri.

Mentakabburi Masalah

Hujan yang turun sempat mereda dan turun lagi sebanyak tiga kali meskipun tidak deras. Jamaah yang merapat kepanggung semakin menambah kemesraan dan kebersamaan. Yang tidak kebagian tempat di bawah tenda dekat panggung, cukup dengan berdiri di seputarnya dengan berlindung menggunakan terpal, plastik alas duduk, dan payung.

Selain menguraikan mengenai talbis, Cak Nun juga menerangkan tentang orang yang fasiq. Fasiq atau fasiqun ialah orang yang lupa asal usulnya, sehingga dia tidak mengenal dirinya. Tapi orang fasiq ini tidak terlalu berbahaya. Karena yang lebih berbahaya sesungguhnya ialah orang dholim. Mereka ialah orang yang rakus, tamak, dan menginginkan segalanya, tidak peduli langkah untuk mendapatkan yang ia inginkan berdampak buruk bagi orang lain. Tetapi, ada lagi orang yang lebih berbahaya dari itu, yaitu orang yang munafik.

Sebentar lagi Jakarta akan diuji Allah dengan Pilkada, dan diuji pula dengan yang terjadi pasca Pilkada. Cak Nun sangat konsen terhadap hal ini. Beliau menyemangati jamaah bahwa kita harus takabbur terhadap masalah-masalah kita, terutama terhadap Indonesia. “Anda harus lebih besar dari masalahmu dan mampu menghadapinya. Akan sangat memalukan bila jamaah maiyah tidak lulus dari ujian ini”, ujar beliau menyemangati. “Masih mungkin sekali seorang muslim melakukan kefasikan, kedholiman, tapi yang penting dirimu ialah akhlakmu bukan identitasmu”, lanjut beliau.

Pembahasan di setiap Maiyahan selalu meluas jarak pandang, dan beragam pula sisi pandang dan sudut pandangnya. Cak Nun menerangkan kembali bahwa nabi Muhammad pun juga manusia. Identitas Muhammad ialah manusia, tapi akhlaknya ialah seorang Rasul. Bila bercermin ke perang khandaq, beliau pun tidak lepas dari rasa takut dan cemas.

Untuk melengkapi pembahasan mengenai Muhammad, Cak Nun juga menerangkan tentang Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahwa momentum yang tepat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah pada malam Nuzulul Qur’an di Bulan Ramadhan, karena secara legalnya pada saat itulah Muhammad bin Abdullah dilantik menjadi Rasulullah Saw, pada saat menerima wahyu yang pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Banyak hal mengenai keluasan ilmu yang disampaikan Cak Nun dan semua memiliki benang merahnya

Ada banyak hal mengenai keluasan ilmu yang disampaikan Cak Nun dan semua memiliki benang merahnya. Hingga titik ini dalam Kenduri Cinta malam itu, tidak lelah Cak Nun pun menyampaikan bahwa selama ini rupanya para pejabat pun tidak mengerti bedanya Negara dan Pemerintah. Mereka mengatasnamakan kepentingan pemerintah dengan kepentingan Negara, sehingga mereka menganggap dirinya lebih tinggi dari Negara yang notabene ialah rakyat. Jadi watak pemerintah saat ini menganggap bahwa dirinya berada di atas dan berkuasa atas rakyat. Sungguh ini merupakan ketidakmengertian yang membahayakan.

Tidak Ada Perintah Jadi Pemimpin

Melihat situasi saat ini yang mengkhawatirkan, Cak Nun tidak pernah putus harapan pada Jamaah Maiyah. Beliau selalu yakin dan berkali-kali menegaskan bahwa saat ini Maiyah sudah melahirkan generasi-generasi baru, anak-anak muda yang punya keseimbangan berpikir dan keadilan sikap, tidak mudah terombang-ambing dan memiliki prinsip Maiyah. Anak-anak muda yang hadir di Maiyahan saat ini adalah generasi baru yang berbeda dengan anak-anak didikan Indonesia sebelumnya.

Merujuk pada pembahasan sebelumnya tentang penciptaan manusia, Cak Nun menerangkan bahwa sebenarnya manusia bukanlah penduduk asli bumi. Kita tidak akan lama di bumi, dan akan segera kembali ke Zat Allah. Kita adalah Allah itu sendiri, karena kita ialah pancaran cahaya dari-Nya yang suatu saat akan menyatu kembali pada-Nya. Cak Nun mengumpamakan bahwa manusia hidup di dunia seperti outbond. Hanya sebentar saja, mengambil jeda, kemudian nanti akan hidup kekal abadi di akhirat.

Oleh karena itu, mengapa menganggap beban atas masalah di dunia ini, toh kita juga tidak akan lama. Apalagi hanya masalah Pilkada, jangan anggap sulit. Memang semua pilihan tidak ada yang bagus. Tapi begitulah kita diharuskan hidup di zaman yang tidak bagus, bahkan semenjak berlangsungnya kemerdekaan, sudah mulai dengan proses yang tidak bagus.

Tidak ada dalam Al Qur`an bahwa kita diperintah untuk jadi pemimpin, tapi yang ada ialah bagaimana cara kita memilih pemimpin. Tapi manusia sering kali menghancurkan harga dirinya dengan menawarkan dirinya untuk menjadi pemimpin, menggunakan talbis-talbis yang menipu.

Talbis atau pencitraan tersebut ialah sebuah bentuk dari riba saat seseorang melebih-lebihkan citra dirinya yang tidak sesuai adanya, sedang Allah sangat membenci riba. Begitu pula setiap ketidakadilan, kecurangan, yang tidak memiliki presisi itulah riba. Jadi, riba juga sebenarnya bukan hanya persoalan mengambil keuntungan di Bank.

Bukan Negara, Tetapi Perusahaan

Kenduri Cinta bukan mimbar untuk politik, di sini ialah kelas Maiyah. Di Maiyah tidak ada statemen politik, tidak ada fatwa. Di Maiyah yang terpenting bukan ilmunya, tetapi di Maiyah kita belajar tentang keseimbangan berpikir. Mungkin kita tidak menyadari hal ini, tapi secara proses sebenarnya kita sedang melatih diri kita untuk tetap pada keseimbangan berpikir.

Proses melatih diri kita agar seimbang dalam berpikir banyak diperoleh dari kunci-kunci dasar berpikir yang disampaikan Cak Nun. Mungkin tidak langsung disadari jamaah pada saat Maiyahan. Namun ia akan terus loading dalam pikiran ketika Jamaah kembali ke rumah masing-masing dan akan menjadi pembuka suatu saat ketika bertemu dengan pintu yang tepat.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Khusyuk menyimak berjam-jam.

Salah satu kunci dasar yang sangat penting di Maiyah adalah eskatologi wajib hidup abadi. Ini sebuah kesadaran yang menentukan dalam menjalani hidup di dunia. Kembali ke penciptaan Adam, berarti rumah kita sebenarnya ialah surga, di dunia kita hanya outbond sebentar. Kita ini hidup abadi, setelah mati pun kita masih punya urusan, akan hidup abadi di akhirat. Maka dunia ini sebenarnya tidaklah penting-penting amat.

Kehidupan di dunia sedang tidak bagus, bagai api kehidupan sedang terbakar. Api tidak pernah mengenal batas, apa saja yang tidak mengenal batas ialah api. Api walau hanya sedikit kalau tidak dikelola akan membakar banyak hal. Cak Nun pun mengingatkan kepada jamaah agar jangan memilih pemimpin yang bermulut bensin, sehingga tidak menambah kobaran-kobaran api di Indonesia.

Dalam konteks hidup bernegara yang di zaman ini merupakan sesuatu yang sepertinya wajib, meskipun sebenarnya kalau kita mau meluaskan pikiran, masih ada kemungkinan sebuah bentuk pengelolaan hidup bersama selain negara. Satu hal yang Cak Nun tekankan bahwa ini (Indonesia) bukanlah Negara. Ini adalah perusahaan, keputusan-keputusan yang diambil bukanlah keputusan Negara, tapi keputusan perusahaan.

Selama ini Negara juga salah karena selalu mengagung-agungkan supremasi hukum, padahal hukum itu bukan akhlak. Akhlak lah yang seharusnya digunakan dalam membuat keputusan, sedangkan hukum harusnya hanya dipakai dalam keadaan terpaksa.

Cara berpikir mendasar lain yang ditekankan Cak Nun adalah skala prioritas hidup. Yang salah di dunia ini bahwa skala prioritas kita masih menempatkan dunia salam skala primer. Maka Cak Nun mengajak untuk meyakini bahwa sebenarnya yang primer itu akhirat dan dunia hanya tambahan. “Ini (skala prioritas) seharusnya dijadikan landasan, bila mau menghitung Indonesia, pastikan dahulu kamu tidak salah memperlakukan dunia, jangan anggap dunia sebagai skala prioritas” jelas Cak Nun.

Khandaq Cara Berpikir

Dari pancaran wajah jamaah di tengah udara dingin bersama hujan menjadi energi tersendiri. Wajah-wajah yang selalu rindu atas kebaikan, yang saling mencintai dalam cinta Allah dan Rasulullah. Suasana bahagia selalu muncul di setiap Maiyahan yang hadir dalam tawa keceriaan, meskipun asupan pikiran sangat deras hadir malam itu. Keseimbangan dihadirkan tidak hanya melalui untaian kata-kata, namun jamaah diajak untuk mengalami keseimbangan itu. Tidak hanya akal pikiran yang diberi asupan, hati pun harus diberi asupan melalui lagu-lagu Rhoma Irama yang dibawakan oleh komunitas Jazz Kemayoran.

Mengenai khandaq, dalam Perang Khandaq jumlah pasukan Islam secara kuantitas sangat kurang untuk melawan musuh, hanya tiga banding sepuluh. Saat itu Rasulullah menyemangati kaum muslim bahwa mereka akan menang dan diberi pertolongan oleh Allah. Rasulullah membesarkan hati kaum muslimin.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Hujan adalah anugerah yang selalu disyukuri di setiap Maiyahan.

Dalam konteks Khandaq kita ada pada cara berpikir, spiritual, di mana di sana kita memiliki pertahanan yang aman dalam khandaq. Dalam parit tersebut kita tidak akan lemah, justru sebaliknya akan semakin kuat. Kita berpihak pada Al Qur`an, kita tidak tergantung apa tafsirnya, tapi pada tadabbur. Tafsir diperlukan asal di dalam rangka bertadabbur.

“Khandaq artinya Anda harus menemukan jarak yang aman, ketika Anda memperoleh tantangan, Anda harus menemukan khandaq Anda, di mana Anda memiliki batas aman agar tidak terganggu”, pesan Cak Nun.

Mau tidak mau kita akan kena dampak dari ketidakbecusan Negara, perekonomian dan kehidupan kita akan terganggu. Negara akan banyak mengatur cara hidup kita. Tapi pasti ada sesuatu yang Negara tidak bisa mempengaruhi kita, yaitu di Maiyah. Negara ini ialah perusahaan, karena kekuatannya ialah dengan modal bukan politik.  Politik hanya caranya, tujuan dan prasarananya ialah modal.

Trigger sudah tersulut saat di pulau seribu, yang tidak sengaja mencuat, dan ini adalah kuasa Allah. Cak Nun kembali mengingatkan bahwa kelemahan kita ialah, kita sudah terlanjur hidup dalam konstelasi menang atau kalah, jadinya hukum harus ada yang menang atau kalah. Padahal sebenarnya, hukum ialah pilihan terakhir. Pilihan terutama sebenarnya ialah dengan akhlak. Masalahnya kita sudah terbiasa langsung memutuskan sesuatu dengan hukum terlebih dahulu tanpa mempertimbangkan akhlak. Trigger terakhir adalah ketika Ahok terpeleset lidahnya menghina K.H. Ma’ruf Amin. Trigger-trigger seperti ini tidak bisa direkayasa, bahkan si pelaku sendiri akhirnya tidak menyangka bahwa perbuatannya itu menimbulkan respon masyarakat luas yang sangat besar dan membahayakan dirinya.

Ayat Al ‘Alaq yang pertama; Iqra` yang diturunkan pada Nabi Muhammad, bukanlah untuk Nabi Muhammad itu sendiri, melainkan untuk kita. Iqra`, ialah agar kita selalu membaca, meniru, dan meneladani sifat-sifat Muhammad sehingga hidup kita akan baldatun toyyibatun wa robbul ghofur. Pada puncaknya, kita nanti akan Iqra` kepada Muhammad.

Seimbang dalam Memperlakukan Apa Saja

Di sebelah Cak Nun malam itu telah hadir pula tamu-tamu dari FPI. Cak Nun kemudian mempersilakan tamu-tamu tersebut memulai perkenalan. Setelah perkenalan, Habib Ali Al Hamid salah satu tamu dari FPI memulai forum dengan histori dia mengapa mengikuti FPI. Beliau menerangkan bahwa, “Saya ikut FPI sejak 2008. Dulu saya juga tidak suka dengan yang saya lihat di FPI, sampai suatu saat ada seorang tua meninggal dan ketua FPI datang untuk melayat. Semenjak itu saya bersimpati dengan FPI.”

Habib Ali Al Hamid melanjutkan bahwa dulu saat kasus dengan Ahmadiyah di monas, ketua FPI juga ditangkap. Dirinya pun menemani beliau hampir setiap hari selama tujuh bulan di penjara. Beliau punya sifat paling sensitif untuk kemanusiaan. Seperti di peristiwa Situ Gintung, beliau memimpin langsung ke lokasi untuk memulai membersihkan masjid dan membantu masyarakat. Beliau adalah orang yang sangat sangat cinta NKRI, walaupun banyak fitnah yang disarankan ke beliau.

Amar ma’ruf nahi munkar, amar ma’ruf banyak orang mau melakukan tapi nahi munkar jarang orang yang berani. Berbuatlah sebaik mungkin di  manapun kamu berada, karena kebaikan pasti akan datang kepadamu setelahnya. Bantulah siapapun tanpa memandang siapa dia.

Kenduri Cinta 10 Februari 2017
Di Maiyah, kita diajak seimbang dalam memperlakukan apa saja

Di Maiyah, kita diajak untuk seimbang dalam melihat segala sesuatu. Banyak hal yang mungkin kita tidak setuju dengan FPI, namun perlu jernih pula kita memandang keselurahan FPI hingga mampu melihatnya dari segala sisi pandang. Cak Nun berpesan dua hal, pertama pelajari surat Al Hujarat. Ada jarak serius yang diketahui publik tentang FPI dengan FPI sebenarnya seperti yang Habib Ali ceritakan. Kita harus punya khandaq yang memfilter diri kita dari pengaruh-pengaruh tidak bagus dari luar. Seimbanglah dalam memperlakukan apa saja.

Pesan kedua, bila nanti berkehendak memenangkan Ahok di pengadilan dan Pilkada, apakah sudah disimulasikan akibat-akibatnya? Walaupun dalam kehendak untuk memenangkan tersebut sebenarnya telah dilakukan oleh pihak tertentu, telah disusun dan telah dilakukan banyak manipulasi-manipulasi dan fitnah.

Banyak mental kelas menengah saat ini, baik sepintar apapun mental mereka ialah mental untuk mengabdi pada pengusasa (ngawulo). Sekali lagi, Cak Nun menjelaskan bahwa dalam Al Qur`an tidak ada perintah untuk menjadi pemimpin, yang ada adalah tata cara untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan kriteria Islam.

Dialektika komunikasi dengan jamaah selalu terjadi di Maiyahan. Memasuki akhir Kenduri Cinta menjelang subuh, ada pertanyaan dari jamaah; kenapa khandaq ialah untuk membentengi dir kita dari informasi-informasi yang tidak jelas. Kejelian atas pertanyaan bisa kita pelajari dari Cak Nun. Dan jawaban yang diberikan merupakan bekal atau kunci supaya penanya juga berproses dengan kunci itu.

Cak Nun merespon; kunci, pertama, kita dikasih sensor-sensor. Terhadap media-media dan informasi seperti saat ini kita juga harus punya sensor, mana yang baik dan mana yang buruk. Kita lah yang harus memperkuat sensor kita, begitu informasi yang diperoleh rasanya tidak baik ya jangan dibaca.

Kita harus tabayyun terhadap informasi, kita harus memperkuat sensor tersebut agar tidak terkontaminasi, walaupun secara ilmiah kita tidak bisa menjelaskan kenapa menolak hal tersebut tetapi paling tidak kita memiliki perasaan bahwa hal itu harus kita tolak.

Kita mengalami dilema sebagai orang Islam, bila kita sembunyi-sembunyikan kabaikan, kita dianggap orang yang buruk. Tapi bila kita menyampaikan kebaikan kita dianggap orang yang sombong. Lalu ini sebaiknya bagaimana? Tentu kita harus memiliki keseimbangan-keseimbangan dan tahu saat-saat kapan harus menyampaikannya dan kapan harus merahasiakannya.

Urusan Indonesia ialah untuk menemukan presisinya yang kita mulai menghilang. Kita selalu kesulitan menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Menjelang subuh Kenduri Cinta diakhiri. Ketekunan warga Jakarta yang rela basah dan hujan memikirkan kebaikan Indonesia berjam-jam sejak selepas Isya menjadi bekal menjadi kekasih Allah. Karena Allah akan murka ketika kekasih-Nya disakiti. Maiyahan di mana-mana tidak lain meupakan upaya agar kita benar-benar menjadi kekasih Allah. (fa/ajj)

Lainnya

Al-Birr

Al-Birr

Dalam khasanah ilmu Maiyah, kita mengetahui bahwa kebaikan disebutkan di dalam Al Qur`an ada 5 macam; Khoir, Ma’ruf, Birr, Ihsan, dan Shaleh.