CakNun.com

Guru-Guru Peradaban

Catatan Majelis Ilmu Maiyah Kenduri Cinta, 10 November 2017

Apakah definisi Guru Peradaban itu? Kriteria seperti apakah Guru Peradaban itu? Atau jika kita menggunakan sudut pandang kehidupan kita saat ini, siapakah yang bisa kita sebut sebagai Guru Bangsa? Apa syarat seseorang bisa disebut sebagai Guru Bangsa? Mungkin juga kita bisa memperluas jarak pandang kita, jika ada sebuah buku: 100 tokoh paling berpengaruh di dunia, kriteria seperti apakah yang mempersyarati seseorang terdaftar dalam daftar 100 nama tersebut?

Suasana Kenduri Cinta 10 November 2017 pada sesi awal.
Suasana Kenduri Cinta 10 November 2017 pada sesi awal.

Saat ini kita hidup dalam peradaban yang titik beratnya adalah hal-hal kasat mata yang sifatnya materi. Seseorang dianggap alim, karena terlihat pakaian yang dikenakan mendapat label busana muslim. Seseorang dianggap kaya, karena kita melihat barang-barang yang ia kenakan atau kendaraan yang ia gunakan. Padahal, secara substansi bukan itu yang seharusnya kita jadikan parameter. Alimnya seseorang adalah wilayah privat yang tidak bisa kita nilai secara kasat mata. Begitu juga dengan kayanya seseorang, tidak bisa kita pastikan ia adalah orang kaya hanya dari barang-barang yang ia miliki.

Maiyah secara simultan, terus-menerus berproses mengajarkan dan melatih setiap individu untuk berpikir seimbang. Dalam hal apapun saja, di Maiyah kita berlatih tentang keseimbangan. Begitu juga dalam melihat dan menilai seseorang menjadi “Guru Peradaban” bagi kehidupan kita, di Maiyah kita berlatih untuk mampu objektif dalam menentukan.

***

Pada Kenduri Cinta edisi November kali ini, Amin Tarjo penggiat Bangbang Wetan dan Cak Bhagong dari Malang turut hadir. Dari keduanya kita bisa mengambil hikmah dari apa yang mereka paparkan. Bagi Amin Tarjo, persaudaraan di Maiyah itu sangat unik. Masing-masing dari kita yang sebelumnya belum pernah bertemu, ketika bertemu di Maiyah seolah-olah seperti sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sejak kecil. Keakraban terbangun dengan baik, benar-benar paseduluran tanpo tepi.

Salah satunya seperti yang diceritakan Cak Bhagong tentang situasi Jamaah Maiyah di Malang saat ini. Dulu, di Malang terkumpul sampai 400 kelompok Shalawatan, dari situ terbangun ikatan keluarga yang sangat erat. Saat ini, di Malang dibangun sebuah gerakan yang bernama “Uang Syukur” yang dikumpulkan untuk kemudian disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Begitulah Maiyah mempertemukan hamba-hamba Allah satu sama lain, diperjalankan sesuai dengan kehendak-Nya agar bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya.  Taka da ikatan pamrih materi untuk melakukan sebuah kebaikan, semua dilakukan atas dasar cinta yang berakar pada rohman dan rahimnya Allah.

Kehangatan dan kebersamaan dalam Kenduri Cinta.
Kehangatan dan kebersamaan dalam Kenduri Cinta.

Bagi Amin Tarjo, Maiyah juga mengajarkan kita untuk mejadi manusia pembelajar. Karena tidak ada proses yang selesai begitu saja di Maiyah. Setiap pengetahuan yang ditemukan di Maiyah, bukanlah pengetahuan yang sifatnya final. Sehingga, setiap orang di Maiyah selalu terlatih untuk menerima perbedaan, menerima berbagai pandangan yang dimiliki oleh orang lain. Tidak serta merta mengesampingkan kebenaran yang ditemukan oleh orang lain, karena kebenaran kita belum tentu yang paling benar, dan kebenaran orang lain juga belum tentu yang salah.

***

Hubungan antara guru dan murid seharusnya adalah hubungan relasi kesetaraan. Rasulullah Saw mengajarkan itu, beliau tidak pernah menyebut orang-orang terdekat yang belajar kepada beliau sebagai murid, melainkan sebagai sahabat. Dengan menyebut idiom sahabat, maka tidak terdapat jarak yang begitu jauh antar individu. Meskipun demikian, para sahabat beliau juga pasti akan menyadari bahwa Rasulullah Saw adalah guru spiritual mereka, guru yang mengajarkan banyak sekali ilmu kepada mereka. Tetapi, dengan idiom sahabat, hubungan yang terbangun adalah hubungan kemesraan, bukan hubungan bottom-up.

Husein Ja’far menerangkan bahwa seorang guru adalah orang yang mampu menjadi teladan bagi murid-muridnya. Di Maiyah ini kita melihat bagaimana laku hidup Cak Nun menjadi teladan bagi Jamaah Maiyah. Begitulah seharusnya guru berlaku.

Salah satu momentum revolusioner yang pernah terjadi di zaman Rasulullah saw adalah Perjanjian Hudaibiah, di mana dalam perjanjian tersebut diatur bagaimana perbedaan manusia dibabat habis, tidak ada sekat yang memisahkan antara suku yang satu dengan yang lainnya. Ust. Noorshofa menjelaskan bahwa titik itulah awal mula peradaban Islam dibangun. Islam sudah seharusnya menjadi teladan, maka salah satu kewajiban seorang muslim adalah menjadi teladan bagi orang lain. Untuk menjadi teladan, kita tidak memerlukan jabatan atau posisi yang tinggi di sebuah struktur organisasi atau pemerintahan. Dalam wilayah terkecil saja, kita sudah seharusnya mampu menjadi teladan di tengah keluarga kita.

Rasulullah Saw adalah seorang teladan yang tidak ada duanya. Dalam Perang Khandaq, kita belajar bagaimana Rasulullah Saw yang merupakan panglima perang saat itu juga turun langsung bersama para pasukan menggali parit. Ada banyak hal dalam laku hidup Rasululllah saw yang bisa kita jadikan parameter bahwa Rasulullah saw adalah salah satu Guru Peradaban kita.

Syekh Nursamad Kamba menceritakan mimpinya bertemu Rasulullah.
Syekh Nursamad Kamba menceritakan mimpinya bertemu Rasulullah.

Kenduri Cinta kali ini dihadiri pula oleh Syeikh Nursamad Kamba, yang dalam kesempatan ini mengungkapkan bahwa dalam sebuah mimpi beliau bertemu dengan Rasulullah Saw, yang dalam mimpi tersebut Rasulullah saw menyampaikan sebuah pesan bahwa jika dahulu Rasulullah Saw menghadapi satu orang Abu Jahal, maka seorang Emha Ainun Nadjib saat ini menghadapi Abu Jahal yang jumlahnya sangat banyak. Sehingga perjuangan Cak Nun saat ini menurut Syeikh Nursamad Kamba adalah perjuangan yang sangat berat.

Menyambung paparan dari narasumber sebelumnya, Cak Nun menjelaskan bahwa tema Kenduri Cinta kali ini diangkat karena hari ini kita sedang mengalami Peradaban Ultra Jahiliyah. Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa Rasulullah Saw saja tidak pernah menyebut orang-orang terdekat beliau dengan sebutan murid, melainkan dengan istilah sahabat. Maka, tidak ada seseorang yang kemudian merasa menjadi pewaris Rasulullah Saw setelah beliau wafat. Karena semua berposisi setara.

Satu nilai yang bisa kita ambil adalah, Cak Nun seringkali mengingatkan kita agar jangan sampai kita lebih popular dari Rasulullah Saw. Justru tugas kita adalah memopulerkan Rasulullah saw.

Menanggapi mimpi Syeikh Kamba yang bertemu Rasulullah Saw, Cak Nun merespons bahwa memang benar saat ini ada banyak sekali “Abu Jahal”, bahkan variannya lebih banyak. Jika dahulu, Abu Jahal di masa Rasulullah Saw kita bisa mengidentifikasi dengan jelas siapa orangnya, bagaimana perilakunya. Sementara saat ini, kita menghadapi banyak sekali “Abu Jahal” yang mampu berkamuflase dengan berbagai kedok dan kepentingan, dan parahnya masyarakat banyak yang mudah tertipu. Lantas bagaimana mungkin kita mampu menentukan siapa Guru Peradaban kita saat ini? Bahkan untuk sekadar menentukan seseorang layak untuk dihormati atau tidak, kita tidak benar-benar mampu.

Cak Nun menjelaskan, bahwa dalam Islam setidaknya ada 4 kriteria pemimpin; dibiarkan, disesatkan, diizinkan, diperintah. Pemimpin yang berbahaya adalah ia yang dibiarkan dan disesatkan. Karena segala perilaku, keputusan, kebijakan yang diambil benar-benar Tuhan mengambil sikap untuk tidak peduli. Sementara pemimpin yang diizinkan, meskipun ia diizinkan untuk menjadi Pemimpin, tetapi tidak mendapat fasilitas oleh Allah untuk menjadi Pemimpin. Yang kita butuhkan adalah Pemimpin yang diperintah oleh Allah untuk memimpin.

Contoh nyata dari Pemimpin yang diperintah oleh Allah adalah 25 Nabi dan Rasul yang kita kenal. Mulai dari Nabi Adam AS hingga Rasulullah Muhammad saw adalah orang-orang terpilih yang diperintah oleh Allah untuk menjadi pemimpin, sehingga semua tools yang dibutuhkan juga sudah disediakan.

Perjumpaan Al-Mutahabbiina Fillah.
Perjumpaan Al-Mutahabbiina Fillah.

Perjumpaan di Kenduri Cinta adalah perjumpaan yang penuh dengan kerinduan. Seperti yang juga disebutkan oleh Cak Nun dalam seri Tetes Mataair Maiyah, perjuangan yang saat ini dilakukan oleh Maiyah adalah memperbanyak “Al Mutahabbiina Fillah”. (Fahmi Agustian)

Lainnya

Berjuang Tak Secengeng Itu

Berjuang Tak Secengeng Itu

Hari Selasa di Pemalang, saat itu pada 5 februari 2019 sepertinya menjadi sebuah cerita yang mengesankan bagi para Pegiat Maiyah di wilayah Pantura, yakni kami yang terkumpul di dalam Sub-Region 4 Simpul Maiyah.