CakNun.com
Wedang Uwuh (58)

Diikat di Pohon

Kedaulatan Rakyat, 19 Desember 2017

Kemudian Beruk menyambung laporan tentang betapa ASI adalah kejaiban Tuhan yang cetho welo-welo dan kasat mata. Kalau boleh disebut mukjizat, maka ASI sesungguhnya adalah memang mukjizat. ASI tidak bisa ditandingi oleh susu apapun dari sumber lain, meskipun diproduksi oleh teknologi nutrisi paling canggih.

“Saya tanya kepada salah seorang Dokter”, katanya, “beliau menjawab bahwa Ibu atau wanita yang hidupnya sejahtera berlimpah makanan enak maupun yang hidup pas-pasan denga gizi dan nutrisi biasa-biasa saja, tetap sama kualitas produksi air susunya. Tubuh manusia adalah mesin ajaib ciptaan Allah. Tidak bisa ditandingi oleh puncak maksimal ilmu dan teknologi manusia. ASI adalah rezeki ranking-1 dari Allah. Manusia tinggal menerimanya dan menyerap manfaat luar biasa darinya, tapi semakin hari semakin banyak jumlah manusia, wanita dan Ibu yang menolak rezeki ajaib Allah itu”

“Ini saya ngutip kata Dokter tadi, Mbah”, ia meneruskan, “ASI mengandung zat gizi paling sempurna untuk petumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya, terutama yang keluar pertama kali usai persalinan, karena mengandung kolostrum untuk meningkatkan daya tahan tubuh. ASI pertama mengandung zat kekebalan tubuh yang lebih tinggi dibanding ASI berikutnya. Ia selalu tersedia, bersih, dan segar.  Kalau ASI tidak diserap keluar, ia akan diserap kembali oleh tubuh. ASI dalam payudara Ibu tak pernah basi. Bahkan Ibu juga tak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui”

“ASI mengandung kalori 67-68 kkal/100 ml yang menjadi sumber energi ideal  bagi pertumbuhan bayi. Lemak yang terkandung dalam ASI sangat mudah diserap oleh bayi. Sekitar 90% akan terserap dengan baik oleh bayi Ibu. ASI mendukung pertumbuhan sel otak bayi secara optimal lho, Bu.  Manfaat ini terutama karena kandungan protein khusus, yaitu Taurin disamping kandungan laktosa dan asam lemak ikatan panjang. Protein ASI adalah spesifik spesies sehingga jarang menyebabkan alergi untuk manusia. ASI memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi. Juga, akan merangsang pertumbuhan sistem kekebalan tubuh bayi…”

Gendhon memotong: “Tetapi intinya soal ASI itu bukan soal benda cair berwarna putih, karena sumber utama bancar dan suburnya ASI adalah rasa cinta.  Pemberian ASI merupakan kunci penting terciptanya ikatan batin yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi yang terbiasa memperoleh limpahan kasih sayang, akan tumbuh menjadi individu dengan kecerdasan emosional yang baik dan rasa mengasihi pada sesama mahluk Tuhan. ASI jarang menyebabkan diare dan sembelit yang berbahaya…”

Tiba-tiba Pèncèng masuk ruangan dengan wajah terbengkalai, napasnya seperti kelelahan. Ia langsung duduk bersandar tiang dan menutupi wajah dengan tangannya.

“Ada apa ini, Cèng…”, saya bertanya.

“Saya barusan bertengkar dengan Bapak saya…”, jawabnya.

“Lho…?”

“Ada wanita anak tetangga dihamili oleh laki-laki teman kuliahnya. Bapaknya naik pitam. Untung masih cukup sadar untuk diskusi dengan Bapak saya. Dan saya terlibat dalam diskusi itu. Ada dua opsi untuk mengantisipasi masalah itu. Pertama, lelakinya dibunuh, minimal dipukuli, kandungannya digugurkan, tentu dengan risiko hukum. Opsi kedua, mereka nikah, persiapan keluarganya dibantu, secara materiil maupun mental”

“Terus?”

“Saya memilih yang pertama, sedangkan Bapak saya memilih yang kedua. Kata Bapak saya, opsi pertama itu bukan solusi dan tidak beradab. Saya jawab: opsi kedua itu merupakan sikap menyetujui dan mendukung lelaki yang menghamili di luar nikah. Itu tidak bisa dijadikan teladan bagi pembangunan kemanusiaan. Bapak saya membantah: Lho, saya tidak ikut menghamili, dan saya tidak setuju pada tindakan lelaki itu, tetapi wanita itu terlanjur hamil. Hamil tua lagi…”

“Lantas?”, saya mengejar.

“Tetangga kami itu akhirnya pusing mendengarkan kami anak bapak malah berdebat sendiri. Ia akhirnya pergi begitu saja tanpa pamit, dan tidak tahu keputusan yang mana yang dia ambil. Lha saya ke sini untuk konsultasi kepada Simbah, Gendhon dan Beruk: bagaimana kalau saya cari lelaki hidung belang itu untuk saya ikat di pohon kemudian saya kasih ngangrang atau kranggang, serta berbagai macam semut terutama semut merah…”.

Lainnya